Jumat, 28 Maret 2014

SENI LUKIS




SENI LUKIS

Dalam pengertian seni lukis karya seni rupa, lukisan adalah yang paling popular karena dikenal hampir setiap masyarakat. Karya lukisan sering dijadikan bahan pembahasan senirupa terutama pada perkembangan seni modern. Sehingga ini dapat dirasakan seolah seni lukislah yang dikategorikan cukup lengkap merekam peristiwa budaya di tempatnya masing-masing. Jika ditinjau dari materi yang digunakan, material seni lukis lebih mudah didapat dan mudah dikerjakan daripada karya seni lain seperti seni patung, grafis atau keramik. Maka jumlah seniman lukis lebih banyak daripada seniman seni rupa lainnya. Namun demikian masih banyak masyarakat yang tidak dapat memahami tentang arti lukisan, bahkan sering dikacaukan pengertiannya dengan “gambar”.
Lukisan dalam pengertian yang sederhana adalah penggambaran obyek ke atas bidang datar dengan melibatkan ekspresi, emosi, dan gagasan pencipta secara penuh. Sebuah lukisan membutuhkan konsep tutur yang subyektif, yaitu harus dapat menterjemahkan apa yang ada dalam obyek, tema atau gagasan secara representatif. Di sini ekspresi pelukis seolah-olah menjadi pendorong utama, sedangkan bentuk, corak dan pengertian warna merupakan hasil akibat ekspresi tadi.
Sebuah makna lukisan tidak harus dituntut jelas dalam menguraikan cerita, karena dengan kebebasannya mengungkapkan ekspresi, bisa jadi obyek lukisan yang jelas menjadi tidak jelas, seperti yang terjadi pada lukisan abstrak. Dari sini akan nampak jelas, bahwa teknik, pengalaman dan penghayatan pelukis akan menentukan kualitas karya lukis yang dihasilkannya. Dari lukisannya akan terasa juga sikap individualistis dari hasil kreativitas pelukisnya.


SEJARAH UMUM SENI LUKIS

Seni Rupa Purba                            
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya.
Beberapa lukisan dinding gua sebagai peninggalan masa prasejarah di Eropa merupakan bukti karya seni rupa tertua dari perkembangan seni rupa Barat. Lukisan gua tersebut menggambarkan goresan-goresan yang umumnya melukiskan binatang perburuan, lukisan arwah nenek moyang, tanda telapak tangan dan kaki. Lukisan dinding gua tersebut dapat digolongkan ke dalam karya-karya yang primitif. Dinamakan primitif karena dari segi cara pengungkapannya tampak adanya spontanitas, bentuk-bentuk yang diungkapkannya cenderung ekspresif, dan bukan peniruan dari realitas bentuk alam. Kecenderungan gaya ekspresif tersebut didasari oleh dorongan spiritualitas dan kepentingan magis. Para pelukisnya belum mempertimbangkan rasio mereka dalam berkarya budaya, dan tidak pula berfilsafat untuk mendasari karya-karyanya. Mereka berkarya secara intuitif dan emosional. Melalui pendekatan emosional inilah tampaknya mewarnai citra estetik yang cenderung simbolistik karena ungkapan perasaannya dilambangkan oleh simbol-simbol sebagai hasil pemikirannya yang naif (bisa juga primordial).
Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwarna-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti seni patung dan seni keramik.
Pada satu titik ada orang-orang tertentu dalam satu kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu bila diatur sedemikian rupa akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai menemukan semacam cita rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka dalah seniman-seniman yang pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai condong menjadi kegiatan seni.
Beberapa ahli menilai bahwa karya lukis prasejarah adalah karya kreatif manusia awal. Nilai ekspresinya yang terwujud dalam goresan visual tak kalah dengan karya lukis akademis dari para seniman moderen. Bahkan muatan magis religius terasa sangat kental dan tajam.
Bahasan seni rupa Barat awal yang juga menjadi peristiwa penting sejarah budaya manusia adalah seni Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Bangsa Mesir merupakan bangsa besar di dunia, telah menghasilkan sejumlah karya budaya yang ideal-konvensional dan monumental. Orang-orang Mesir membuat karya pada umumnya didukung oleh suatu spirit tertentu yang berhubungan dengan kepercayaan religinya. Pembuatan patung, relief, atau benda-benda seni lainnya, jika dianalisis akan dihubungkan dengan kehidupan setelah mati. Soedarso Sp (2000:12) menyatakan bahwa para seniman pada masa itu adalah orang-orang yang mengetahui akan resep-resep tertentu dan sekaligus merupakan pekerja-pekerja yang baik. Gambaran tentang dunia diekspresikannya dengan caranya sendiri. Salah satu contoh orang-orang Mesir Purba menggambarkan ruang dengan jalan membuat garis-garis dasar bersusun-susun makin ke atas berarti makin jauh.


Seni Rupa Klasik
Perkembangan berikutnya di Yunani merupakan perkembangan seni rupa yang telah mencapai puncaknya. Tidak salah jika secara umum perkembangan seni rupa Yunani termasuk perkembangan seni rupa klasik purba. Seni rupa klasik Yunani Purba ini bergaya naturalisme yang diidealisir. Gaya peniruan terhadap bentuk alam yang selalu ditampilkan secara sempurna berdasarkan pendekatan intelektual ini dihasilkan oleh suatu proses kebudayaan yang berlandaskan kerangka filsafat humanisme. Sifat-sifat naturalistis pada karya seni rupa Yunani adalah suatu upaya mendekati peniruan terhadap bentuk alam, khususnya bentuk manusia yang realistik sebagai perwujudan dari pemujaan pada nilai-nilai kesempurnaan manusia. Manusia sebagai mahluk hidup dipandang memiliki kelebihan dari mahluk lain. Di antara budi daya manusia yang menghasilkan produk budaya yang tinggi ialah rasio. Oleh karena segala sesuatu pertimbangan kekaryaan didasari pendekatan rasional maka akan menghasilkan karya seni yang cenderung kaku, dingin, dan menghindari bentuk-bentuk ekspresif dan emosional. Hal ini sangat berbeda dengan kesenian purba yang primitif dari zaman sebelumnya.
Kesenian Yunani yang mengutamakan imitasi alam dengan ditambah sedikit idealisasi menghasilkan suatu jenis kesenian yang tidak emosional, dan penuh perfeksi (Soedarso Sp, 2000:13). Sesuatu yang kreatif spontan tidak mendapat tempat. Kreativitas seniman dibatasi oleh kerangka intelektual. Pada umumnya kesenian yang seperti ini dipergunakan oleh penciptanya untuk melukiskan dewa-dewanya yang dianggap berbentuk sebagai manusia yang sempurna, sehingga kesenian ini tidak lain adalah bentuk konvensi saja. Meniru bentuk dewa seperti bentuk manusia yang ideal ini berarti mewujudkan ide tentang keluhuran Dewa. Untuk ini sering dinamakan pula tendensi antropomorfisme.
Pewaris kesenian Yunani (Klasik) ialah bangsa Romawi. Bangsa Romawi dapat dikatakan sebagai bangsa yang besar yang mampu menyerap dan mengembangkan kesenian (dan kebudayaan) klasik Yunani. Pengembangan tradisi klasik tetap berakar pada tradisi Yunani. Karya seni rupa Romawi yang pada umumnya berbeda dengan karya Yunani secara fungsional, namun tetap tampak kuat dalam mempertahankan kaidah klasik yang sudah mapan yang telah dihasilkan sebelumnya oleh bangsa Yunani. Dengan kata lain, Romawi sekalipun besar, hasil seninya boleh dikatakan sekedar tiruan saja dari seni Yunani. Dari segi fungsinya, kedua bangsa ini menghasilkan dua bentuk karya budaya yang berbeda. Yunani lebih banyak menghasilkan karya yang befungsi sakral (religius) seperti bangunan kuil, dan patung dewa-dewi. Bangsa Romawi banyak menghasilkan karya seni profan. Romawi memperlihatkan kepada dunia sebagai bangsa yang benar-benar bisa menikmati kehidupan dunia ini. tampak karya-karya yang diciptakan untuk kenikmatan hidup di dunia, misalnya Thermae (tempat pemandian air panas, hangat, dan dingin), Theater (ampi-theater), Basilika (pengadilan), Forum (alun-alun), aneka monumen, pintu gerbang, dan sebagainya. Walaupun demikian karya bangsa Romawi tetap masih mempertahankan ciri klasiknya sebagai warisan bangsa Yunani.
Di zaman ini lukisan dibuat untuk meniru semirip mungkin bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
Seni Rupa Abad Pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian kepada Tuhan. Akibatnya seni lukispun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas. Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan “bagus”.
Abad pertengahan dinamakan pula abad kegelapan dalam konotasi perkembangan kebudayaan. Hal ini berarti bahwa dalam abad ini telah terjadi suatu babak yang tidak cerah yang mengakibatkan keterbelengguan dunia seni-budaya. Yang tampak muncul dalam abad ini misalnya seni Byzantium yang dipengaruhi dunia Timur. Byzantium menampilkan seni rupa yang bertemakan religi, serta yang didasari oleh idealisasi yang konvensional. Setelah kerajaan Romawi Barat mengalami keruntuhan, kesenian yang seperti ini menjalar juga ke Barat serta berlangsung dalam waktu yang lama, memenuhi dua zaman, ialah zaman Romaneska (abad V - XII A.D.) dan Gotik (abad XIII) (Soedarso Sp, 2000:13).
Zaman ini dinamakan pula abad kegelapan (the dark age). Dalam abad ini para seniman tidak memiliki kebebasan dalam berkarya, mereka dibatasi oleh kepentingan gereja dan ajaran Kristiani. Banyak karya yang tujuannya hanya untuk kebutuhan agama dan alat propaganda semata sehingga mendorong perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang “benar” dari benda).
Seni Rupa Abad Renaissance
Berawal dari kota Florence, setelah kekalahan dari Turki banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Byzantium menuju daerah Semenanjung Italia. Dukungan dari keluarga deMedici yang menguasai kota Florence terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa. Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik. Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya pengaruh seni di kota Florence menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Pada akhir abad kegelapan, Giotto (1266-1337) tampil berkarya dengan pendekatan yang berbeda dengan tokoh sebelumnya. Ia berkarya dengan menggunakan pandangan yang melepaskan diri dari tradisi ajaran Kristiani. Dengan ketajaman pengamatannya, Giotto mencoba untuk menggambarkan subject-matter dengan apa adanya. Ada semacam kekuatan manusiawi dalam melahirkan karya seni dalam diri Giotto. Sebagai seorang pencipta seni, ada kesan yang kuat, bahwa dirinya seakan-akan telah melahirkan kembali seni Yunani yang sudah berabad-abad terpendam itu. Setelah Giotto, bermunculan beberapa pendukung dan pengikutnya yang juga memperjuangkan jalan yang telah dirintis Giotto sebelumnya. Tokoh-tokoh inilah yang juga telah melintasi beberapa abad, akhirnya sampai pada akhir zaman Renaissance itu. Renaissance dengan kecenderungan mengungkapkan gaya seni naturalisme dengan kekuatan utama dalam menggunakan kaidah-kaidah seni klasik.
Pengertian dan Ciri Karya Seni Rupa Renaissance
Kata Renaissance (bahasa Perancis: Renaissance) dipungut dari kata Itali Rinascita (abad ke-16). Kata lainnya yang memiliki arti sama rebirth (bahasa Inggris) yang artinya kelahiran kembali. Kata Itali, Rinascita, dipakai oleh Vassari (ahli sejarah) dalam bukunya Lives of The Painters (1550) untuk memberikan pengertian kelahiran kembali bentuk dan ide purba dalam karya seni Giotto. Para ahli kebudayaan modern menggunakan istilah ini sebagai gejala kebudayaan dari abad ke-15 dan 16 di Itali.
Ciri utama dari karya seni Renaissance ini ialah gaya seni naturalisme. Seni naturalisme Renaissance merupakan kelahiran kembali nilai-nilai seni klasik, yang mencapai puncaknya sekitar tahun 1500-1527. Pusat gerakan Renaissance adalah kota Florence berdasarkan pendapat ahli sejarah kesenian umum. Gerakan ini dikelompokkan ke dalam tiga periode perkembangan (Yudoseputro, 1987):
a. Renaissance Awal (sekitar tahun 1410-1500)
b. Renaissance Tinggi (sekitar tahun 1500-1527)
c. Renaissance Akhir (sekitar tahun 1527-1570)
Pembagian tiga periode Renaissance itu didasari oleh adanya tiga kecenderungan karakteristik gaya (segi teknis dan estetis). Renaissance awal memperlihatkan adanya gaya perintisan naturalisme yang belum sempurna. Renaissance tinggi tampak menampilkan karya yang lebih idealistik dengan tingkat pencapaian teknik yang mapan. Pada Renaissance akhir perkembangan mengalami penurunan kualitas ideal klasik, sebab idenya hanya berkisar pada peniruan gaya naturalisme lama.
Seniman periode kesatu : Mantegna dari Padua, Piero Della Fransesca dari Urbino, dan Giovanni Bellini dari Venesia. Seniman periode kedua: Leonardo da Vinci dan Michelangelo dari Florence, diikuti oleh Raphael dan Bramante (arsitek yang mendisain St. Peter – pusat kesenian Roma). Di Venesia dan Parma (disebut juga gaya Venesia) bekerja seniman Giovanni Bellini, Titian, Giorgione, dan Corregio. Seniman periode ketiga: golongan Manneriot (Manirisme).
Seniman yang disebut pula oleh Janson (1989:207) sebagai ―the great master‖nya dari abad ini adalah Leonardo, Bramante, Michelangelo, Raphael, dan Titian.
Jika dianalisis beberapa karya seni rupa Renaissance, tampak gerakan ini memiliki tujuan :
a.  menghidupkan kembali sebagai ideal seniman;
b. kebebasan pribadi, tetapi tetap karyanya sebagai reproduksi akurat dari bentuk luar dunia (alam).
Untuk mencapai tujuan kedua, yaitu meniru bentuk luar dunia secara akurat, dibutuhkan berbagai teknik melukis atau berkarya seni rupa. Pada masa ini ditemukan beberapa teknik penting untuk menghasilkan gaya kebentukan Naturalisme. Penemuan teknik tersebut ialah:
a. Penemuan perspektif matematis untuk melukiskan bentuk dan ruang yang tiga dimensional ke dalam bidang datar (dua dimensional). Misalnya dalam melukiskan pemandangan alam, benda yang memiliki kepejalan, serta atmosfir diperlukan teknik perspektif yang rasional ini, yang jauh tampak jauh, dan yang dekat terkesan dekat pula. Benda yang pejal dan masif berkesan pejal dan masif pula.
b. Untuk mempermudah melukis dengan teknik perspektif itu diperlukan media cat yang baik. Tampaknya penggunaan cat minyak pengganti tempera merupakan temuan yang mendukung pencapaian gelap terang dan kesan atmosfir suatu pandangan. Teknik cat minyak ini lebih memungkinkan pencapaian kesan adanya cahaya dan bayangan, serta nada warna. Pelukis Leonardo da Vinci terkenal dengan gayanya yang cukup baik dalam melukiskan kesan atmosfir (sfumato).
Tema seni Renaissance bersumber dari seni budaya Klasik Yunani dan Romawi purba. Namun dilihat dari keseluruhan karyanya bersifat pribadi (humanistis), misalnya pada karya seni lukis, seni patung, dan arsitektur. Tema yang lain misalnya tema lanskap (pemandangan alam), potret dan tema- tema sekular.
Seniman Renaissance adalah seniman yang teguh pendirian dalam mengembangkan dan melestarikan seni klasik Yunani dan Romawi. Namun pada fase Renaissance akhir (1527-1570), terlihat adanya kejenuhan dalam berkarya lukis dengan kaidah naturalisme. Ada kecenderungan seniman mengulang-ulang karya yang sudah ada, tanpa memperkayanya dengan imajinasi mereka. Hal inilah yang membuat gaya ini sebagai manirisme karena para pelukis hanya dengan meniru dan meniru tipe lukisan yang sudah ada (misalnya latar landscape pada lukisan potret), tanpa membuat reka-rupa latar yang lain. Keahlian dalam hal teknis/cara-cara (manner) berkarya seni yang naturalistis sudah sangat baik.
Jika kita kaji seni Renaissance, sebenarnya sudah merintis pemunculan individu dalam berkarya seni, dan melepaskan seni dari agama secara bertahap. Hal ini ditegaskan oleh Soedarso Sp dalam buku Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern (2000:14).
Namun beberapa abad sesudah itulah para seniman betul-betul merupakan individu-individu yang bebas karena sesudah masa Renaissance mereka sekedar berganti tuan, dari menghambakan diri kepada gereja beralih kepada raja. Tentu saja pergantian tuan ini menimbulkan juga pergantian tema lukisan, dari menggambarkan cerita-cerita religius berubah jadi tema- tema kesukaan raja, khususnya raja-raja yang absolut. Misalnya adegan dari mitologi yang menggairahkan, yang cocok untuk menghias dinding-dinding istana. Tradisi seni klasik berlangsung berabad-abad tanpa perubahan orientasi dan tanpa perubahan idealisme yang berarti. Tidak ada pula ide- ide ataupun konsep-konsep baru dalam seni, yang ada hanyalah perbedaan- perbedaan obyek lukisan saja, yang ini melukiskan bidadari mandi, yang itu bidadari duduk, dan sebagainya.
Art Noveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi didalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya keahlian   tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan  kahalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk –bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, biaya pembuatannya akan menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.
Sejarah Seni Lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran Romantisisme membuat banyak pelukis Indonesia mengembangkan aliran lukis ini.   Raden Saleh Syarif  Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup berungtung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negara di Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renalisans Eropa, sehingga perkembangannyapun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema Romantisisme menjadi cenderung ke arah “kerakyatan”. Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indoneaia dianggap sebagai tema yang menghianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto kebudayaaan yang betujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan Raden Saleh sampai awal abad-21 ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi. Kemampuan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan  sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art) Installation Art dan Performance Art, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997.  Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.




ALIRAN SENI LUKIS

Dalam perkembangannya seni lukis  mengalami perkembangan yang saling meneruskan atau saling menentang aliran-aliran sebelumnya.
  1. Neo-Klasik
Pecahnya revolusi perancis pada tahun 1789 merupakan titik akhir dari kekuasaan feodalisme di Perancis yang pengaruhnya terasa juga ke bagian-bagian dunia lainnya. Revolusi ini tidak hanya perubahan tata politik dan tata sosial tetapi juga menyangkut kehidupan seni. Para seniman menjadi bebas dalam memperturutkan panggilan hati masing-masing dimana mereka berkarya bukan karena adanya pesanan, melainkan semata-mata ingin melukis saja.
Maka dengan demikian mulailah riwayat seni lukis modern dalam sejarah yang ditandai individualisasi dan isolasi diri. Jacques Louis David adalah pelukis pertama dalam babakan modern. Pada tahun 1784 , David melukiskan “Sumpah Horatii”. Lukisan ini menggambarkan Horatius, bapak yang berdiri di tengah ruangan sedang mengangkat sumpah tiga anak laki-lakinya yang bergerombol di kiri, sementara anak perempuannya menangis di sebelah kanan.
Lukisan ini tidak digunakan untuk kenikmatan, melainkan untuk mendidik, menanamkan kesadaran anggota masyarakat  atas tanggung jawabnya terhadap negara. J.L. David merupakan pelopor aliran Neo-Klasik, dimana Neo-Klasik bersifat rasional, objektif, penuh dengan disiplin dan beraturan serta bersifat klasik.
 Ciri-ciri lukisan Neo-Klasik :
1.      Lukisan terikat pada norma-norma intelektual akademis
2.      Bentuk selalu seimbang dan harmonis
3.      Batasan-batasan warna bersifat bersih dan statis
4.      Raut muka tenang dan berkesan agung
5.      Berisi cerita lingkungan istana
6.      Cenderung dilebih-lebihkan


 

J.L. David
  1. Romantisisme
Aliran Romantisisme memberontak terhadap aliran Neoklasisisme yang menentang perasaan seseorang. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan disetiap objeknya. Ciri-ciri aliran ini adalah lukisan mengandung cerita yang emosional, penuh gerak dan dinamis serta menyentuh perasaan.

Pendirian akademi pada masa Neoklasisisme bertujuan untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi klasik dan sekaligus sebagai pusat kegiatan seni istana. Gaya seni akademi ini selanjutnya diteruskan oleh seni Romantisisme, sehingga sangat wajar jika kedua gaya seni ini (Neoklasisisme dan Romantissme) dinamakan seni akademisme. Hal ini akan menjadi ciri perkembangan seni Perancis di abad ke-18 dan ke-19.
Romantisisme berasal dari kata Perancis, ―roman‖ (cerita), dan memang dalam gaya Romantisisme juga mencerminkan adanya pengaruh sastra roman Perancis. Terutama dalam melukiskan cerita-cerita tragedi yang dasyat, kejadian dramatis yang mencekam.
Romantisisme merupakan gerakan yang meneruskan Neoklasisisme tetapi sekaligus mereaksi dan menentang klasisisme. Pelopor gerakan Romantisisme adalah Theodore Gericault (1791-1824) dengan salah satu karyanya yang terkenal ―Rakit Medusa‖ (1818). Sebagai kelanjutan, Romantisisme tetap merupakan gerakan seni yang lari dari kenyataan hidup, menggarap dunia yang ideal dan misterius dengan menggunakan teknik-teknik akademisme yang rasional.
Perbedaan dasar antara Neoklasisisme dan Romantisisme adalah:
a. Orientasi seni Neoklasisisme pada seni klasik yang serba rasional, sedangkan Romantisisme pada dunia misteri yang baru yang terungkap dari cerita-cerita roman yang emosional dan imajinatif, cerita-cerita dari China, Islam dan Afrika (eksotisme).
b. Tema seni dalam Neoklasisisme bersumber pada cerita-cerita klasik yang mencerminkan kehidupan para bangsawan, sedangkan tema Romantisisme pada cerita roman dengan kejadian-kejadian yang dramatis mengharukan.
c. Seni Neoklasisisme tidak menonjolkan peranan unsur peibadi, sedangkan Romantisisme justru menonjolkan perasaan pribadi (emosional).
Jika dikaji secara mendalam, karya seni Romantisisme memiliki ciri-ciri khasnya sebagai berikut:
a. Komposisi lukisan tidak statis, tetapi komposisi yang mengungkapkan kesan dramatik, misalnya dengan komposisi diagonal.
b. Unsur warna dan gelap terang ditonjolkan untuk mencapai kesan dramatiknya.
Pelukis yang terkenal dengan menampilkan ciri-ciri tersebut ialah Eugene Delacroix (1798-1863). Jiwa Romantisnya tampak pada kebiasaan hidup berpetualang (bohemianisme), meskipun ia sukses dalam lingkungan salon. Ia pemuja pelukis Rubens dan Michelangelo (dari periode Renaissance). Karya-karya Delacroix yang terkenal di antaranya ―Pembunuhan besar-besaran di Scio‖ (1824), ―Perburuan Senja‖ dan ―Perampokan Rebecca‖.
Pengaruh Romantisisme pernah dialami oleh pelopor seni lukis baru Indonesia yaitu Raden Saleh Syarif  Bustaman yang memperoleh pengalaman seni Romantisisme di Eropa.
Neoklasisisme dan Romantisisme adalah dua gerakan dan sekaligus dua aliran (gaya) yang bertentangan. Pertentangan tersebut pada dasarnya tidak lepas dari misi dan visi terhadap seni. Jika dikaji secara mendalam, keduanya masih tetap mempertahankan citra akademisme yang bersumber pada kaidah teknis seni klasik. Keduanya berkarya dengan misteri, dan ikatan tradisi, hingga muncul reaksi berikutnya dari kaum Realisme.


 Theodore Gericault
  1. Realisme
Gerakan Realisme muncul karena menentang seni Neoklasisisme dan Romantisisme. Jika Neoklasisisme menggunakan rasio/intelektualnya dalam mengungkapkan ide dan Romantisisme menggunakan emosinya, maka Realisme berkeinginan menggambarkan keadaan nyata hidup manusia. Seniman Realisme berkeinginan menggambarkan obyek yang benar-benar real, tanpa ilusi, dan bersumber dari kehidupan sehari-hari. Tokoh Realisme yang dianggap menentang dua aliran sebelumnya -yaitu Fransisco de Goya (1746-1838), Honore Daumier (1807-1879) dan Gustave Courbet (1819-1877).
Kejadian di sekitar kehidupan para seniman diungkapkan sebagai tema karya seni. Gaya dan aliran Realisme mengungkapkan citra estetik dan realita kehidupan dengan sikap batin yang lebih otonom. Mereka tidak lagi banyak terikat oleh tradisi seni klasik. Maka tak heran jika banyak para ahli dan kritikus seni yang menamakan realisme sebagai pelopor aliran seni moderen. Bahkan perkembangan selanjutnya kaum realisme sudah menemukan keasyikannya dalam menyerap realitas melalui interpenetrasinya terhadap alam terbuka. Beberapa pelukis pergi langsung melukis ke luar studio, pergi ke desa dan hutan. Mereka akrab dengan lingkungan alam yang asri. Pengamatan langsung terhadap alam akan menimbulkan subyektivitas dalam menangkap gejala alam (persepsi alam). Setiap pelukis menemukan -secara empirik- sesuatu yang baru, yaitu tentang gejala cahaya dan ilmu warna. Dalam sejarah tertulis nama seniman Rousseau, Jules Dupre, JE Millet dan Corot, yang menamakan dirinya kelompok Barbizon. Kelompok ini yang menentang seni akademis (sekaligus juga menentang tradisi klasik) karena atas pengalaman hidup mereka di desa Barbizon –dekat hutan Fontainebleau, Paris—menemukan berbagai kebaruan yang bisa memuaskan perasaan dan menyalurkan kebebasan berkarya.
Tema seni rupa (lukis) bersumber pada kejadian sehari-hari yang ada di lingkungan hidup para seniman. Peperangan dan kekejaman dari rezim Napoleon misalnya ditumpahkan pengalaman itu ke dalam karya seni lukis mereka. Di samping itu tema potret juga terkenal dengan ungkapan yang sangat realistis. Realisme Daumier tampak pada karya-karya karikaturnya dengan teknik lithografi.
Dalam penguasaan anatomi dan proporsi tampak pada karya-karya gambarnya. Courbet memandang lukisannya sebagai seni yang kongkrit, yang mengungkapkan sesuatu yang serba menurut kenyataan berdasarkan pencerapan indera. Courbet lebih jelas mengungkap realitas kehidupan manusia seperti tampak dalam karya-karya yang terkenal yaitu : Pemakaman di Ornans, suatu tema lukisan kehidupan biasa yang tidak mungkin ada pada lukisan Neoklasisisme dan Romantisisme.
Gaya seni Realisme sering dikacaukan dengan gaya Naturalisme. Kaum Naturalisme berusaha mengungkapan segala sesuatu sesuai dengan wujud kenyataan (nature). Manusia atau alam dengan fenomenanya diungkapkan sebagaimana mata kita memandang dan menangkap. Untuk memberikan kesan mirip dan akurat, artinya bahwa susunan, perbandingan, keseimbangan, tekstur (barik), warna dan unsur-unsur visual lainnya, diusahakan setepat mungkin sesuai mata kita memandang.
Sebaliknya dalam aliran (gaya) Realisme, cenderung melukiskan kenyataan dari kehidupan manusia. Ada kecenderungan seniman untuk menyatakan realitas berdasarkan persepsinya sendiri, baik dari segi internal maupun eksternal, yang diterjemahkan dalam idiomnya yang otonom.
Ada dua sikap fundamental yang dapat dibedakan dalam pernyataan seniman dari gaya Realisme, yaitu:
a.    Sikap menyatakan realitas dalam representasi;
b. Sikap menyatakan realitas melalui Metaphora dan Abstraksi (Yudoseputro,1987).
Dalam kesenian modern, para seniman memilih sikap yang kedua sehinggga ungkapan seninya lebih cenderung berasosiasi dengan seni nonrealistik atau disebut seni abstrak. Pada tahun 1830-1840 ada beberapa pelukis yang tergabung dalam ikatan yang disebut kelompok Barbizon, yang gigih menentang akademis. Mereka ini di antaranya Theodore Rousseau, Jules Dupre, J.E. Millet dan Camille Corot, yang menentang akademis dan meletakkan dasar perkembangan dari aliran Impresionisme. Barbizon adalah nama desa dekan hutan Fontainebleau (dekat Paris), tempat berkumpul para pelukis alam.
Karya Millet bertemakan sekitar kehidupan petani yang mengandung nilai ekspresi dari kehidupan yang keras dan miskin. Pada tahun 1837 meneruskan pelajaran melukis dan karyanya masuk salon. Beberapa karya lukissannya yang terkenal yaitu Jalanan di Ladang Gandum, Oidipus, Tukang Tampi dan Penabur Benih. Corot adalah pelukis Barbizon yang menjadi penghubung tradisi lama dan baru. Tradisi formal yang konstruktif dalam lukisannya terasa sama dengan lukisan Poussin. Sebaliknya dalam lukisan potret, Corot lebih memperlihatkan ciri aliran Realisme. Karya lukisnya yang terkenal yaitu: Pemandangan di Venezia, Wanita Bermutiara dan Dua Orang dalam Biduk.
Edward Manet adalah pelukis yang termasuk kelompok seniman yang ditolak lukisannya oleh Salon. Dia mengadakan pameran dan penampilan karyanya di Salon Des Refuses. Salon ini adalah tempat pameran yang diadakan oleh Napoleon III untuk menggelar karya-karya seniman yang ditolak oleh Salon dari kelompok akademi (skandal kaum borjuis). Manet sangat tertarik oleh karya Velazquez, juga terpengaruh oleh karya Goya. Di samping itu juga ia memperlihatkan tradisi Jepang (pada pameran Paris World Fair tahun 1862). sesudah tahun 1874 (pameran pertama Impresionisme), Manet makin dekat dengan golongan Impresionisme. Karya lukisannya yang terkenal adalah Emile Zola, Wanita dengan Kipas, Olympia, Boating dan Le Dejeuner.




Edward Manet
  1. Naturalisme
Naturalisme dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realitas dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman lebih lanjut dari gerakan realisme pada abd 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisisme. Salah satu gerakan penting dari naturalisme adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam.
Naturalisme merupakan aliran yang mencintai dan memuja alam dengan segenap isinya. Penganut aliran ini berusaha untuk melukiskan keadaan alam, khususnya dari aspek yang menarik sehingga lukisan ini selalu bertemakan keindahan alam dan isinya. Para pelukis naturalisme sering dijuluki pelukis pemandangan. Tokohnya adalah Soeboer Doellah, William Bliss Baker, Raden Saleh, Hokusai, Affandi, Fresco Mural, Basuki Abdullah, William Hogart dan Frans Hail
 
William Bliss Baker
  1. Impresionisme
Istilah Impresionisme dipakai mulai tahun 1874 diarahkan keoada karya para pelukis Realisme Perancis. Istilah ini tercantum dalam judul lukisan Monet, yang dalam katalognya diberi judul ―Impressionism, Rising Sun. Nama ini oleh seorang kritikus seni, Louis Leroy dipakai sebagai nama ejekan pameran (eksposisi) kaum Impresionisme. Pada akhir abad ke-19 istilah ini dipandang sebagai gerakan seni lukis modern.
Lukisan Impresionisme menampilan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lukisan adalah pernyataan berdasarkan kebenaran penglihatan (kebenaran optik) dalam penggunaan warna dan cahaya. Atas dasar pengalaman, warna tidak memiliki arti simbolis dan idealisasi seperti dalam Klasisisme dan Romantisisme (juga nanti dalam Simbolisme). Karena itu Impresionisme disebut juga sebagai aliran Realisme dalam Warna.
b. Pokok lukisan (subject-matter) tidak memegang peranan penting dalam arti mengaburkan pokok lukisan dengan latar belakang. Ini yang disebut devaluasi pokok lukisan.
c. Lukisan berdasarkan ilmu pengetahuan , yaitu pengetahuan tentang cahaya. Cahaya yang tampak putih dapat dibiarkan diuraikan (dibiaskan) melalui kaca prisma menjadi warna-warna pelangi (warna spektrum). Dalam Impresionisme tidak dikenal warna hitam, dan sebagai gantinya adalah warna biru, ungu, atau coklat.
d. Kecenderungan bentuk yang mengaburkan dalam Impresionisme disebabkan oleh karena cara memandang yang menyeluruh pada obyek. Akibatnya garis (kontur) tidak tampak sebagai pembatas bentuk.
Tanda-tanda bahwa Impresionisme memiliki ciri-ciri seni modern yaitu:
a. Karya seni yang tidak mengikatkan pada tradisi seni yang lampau atau yang berlaku.
b. Karya seni yang didukung oleh kebebasan dan pengalaman pribadi seniman, kebebasan berekspresi meskipun berdasarkan konsep Impresionisme.
c. Cita rasa seni yang tidak mengikatkan kepada bentuk yang ada di alam.
d. Karya seni yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para seniman Impresionisme yang pertama didukung dengan adanya kegiatan pameran lukisan dari pelukis Perancis seperti : Renaoir, Sisiley, Pissaro, Cezanne, Degas, Boudin dan Morisot. Di antara mereka kemudian menjadi pelopor dari gerakan baru dalam seni lukis modern.
Beberapa seniman terkenal dari gaya Impresionisme ialah Monet (1840-1926). Monet sebagai pelukis luar studio (outdoor painting) tidak menonjolkan tokoh manusia dari latar belakang atau dengan jalan menggambarkan latar belakang. Lukisan tidak memperlihatkan bentuk yang jelas yang kemudian menjadi ciri dari gaya Impresionisme. Karya lukisnya antara lain : Dejeuner sur L'herbe (Makan di Rerumputan), Femmes au jardin (Wanita-wanita di Kebun) dan Kolam dengan Teratai.
Pelukis yang lain ialah Renoir (1841-1919). Renoir ialah pelukis yang gemar melukis wanita, karena menurutnya wanita memiliki wujud yang mengasyikkan. Ia melukis wanita dengan warna-warna menggairahkan, cemerlang, yang menjadi ciri Impresionisme. Karena biasa melukis di luar studio, dia melupakan komposisi formal dan selanjutnya ia tidak lagi banyak berkreasi dalam melukis. Karya lukisnya antara lain : Bertelanjang di Bawah Matahari, Makan Siang di Pesta Perahu dan Orang Mandi dengan Grifon.
Pelukis potret Impresionisme ialah Degas (1834-1917). Pelukis ini yang menampilkan perwatakan tokoh-tokoh yang memperlihatkan ciri-ciri Impresionisme. Karyanya sangat menonjol karena tema-tema penari Balet dengan kekuatan nilai gambarnyaa yang spontan dengan media pastel. Karyanya yang terkenal : Potret Seorang Gadis, Keluarga Balleli dan Tarian (Foyer de la Danse).
Ada seorang pelukis cacat dari kelompok ini yaitu Henry de Toulouse Loutrec (1804-1901). Pelukis yang riwayat hidupnya penuh kegetiran, terutama disebabkan karena cacat fisiknya. Dia terkenal karena lukisannya, terutama potret, memeperlihatkan garis-garis yang tegas dan ekspresif, meskipun banyak pula melukis pertunjukan kabaret dengan gaya yang khas Impresionisme. Karya lukisnya yang terkenal antara lain : Au Moulin Rouge dan Salon di Rue des Moulins.
Pengalaman empirik pelukis Impresionisme tentang kesan warna melahirkan teknik melukis dengan sapuan (totolan) kuas dengan warna murni yang berdekatan dalam bidang lukisan. Ada pembagian sistematik dari nada-nada warna yang dipelajari . Timbullah kesan baru pada lukisan Impresionisme yang disebut Neo Impresionisme. Sesuai dengan tekniknya juga disebut Pointilisme. Para pelukis yang termasuk dalam aliran ini antara lain:
a. Seurat (1859-1891)
b. Paul Signac (1863-1935)
Signac belajar teknik divisionisme dari Seurat yang menemukan teori warna berdasarkan campuran optis dari pigmen yang memberikan kesan membaur dari mata memandang. Gerakan divisionisme sangat berperan pada aliran Fauvisme, dan karya-karya seniman dari aliran itu masuk ke dalam Salon des Independants (1884).
Impresionisme pada umumnya tergolong gerakan yang antiklasik, sebab Impresionisme juga sebenarnya tidaklah berbeda dengan Realisme. Bahkan para ahli menyebutnya sebagai realisme warna atau realisme cahaya. Artinya bahwa Impresionisme tetap disebut sebagai Realisme, hanya dengan pewarnaan yang agak berbeda. Impresionisme menampilkan kekuatan warna sebagai pengganti sinar matahari yang dipantulkan oleh obyek dedaunan, pohon dan yang ada di alam. Tampak yang dilukiskan hanyalah kesan-kesan obyek saja, tanpa detail, tanpa outline (kontur).

 





Monet
Seni Rupa Pascaimpresionisme
Seperti telah diuraikan di muka, seni Impresionisme memiliki ciri-ciri seni modern, yaitu :
1) Karya seni yang tidak mengikatkan pada tradisi seni yang lampau atau yang berlaku;
2) Karya seni yang didukung oleh kebebasan berekspresi meskipun berdasarkan konsep impresionistis;
3)  Cita rasa seni yang tidak mengikatkan kepada bentuk yang ada di alam;
4) Karya seni yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan akhir seni rupa Impresionisme ditandai oleh kecenderungan para seniman dalam mengekspresikan gagasannya secara individual. Keregangan atau bahkan keingkaran terhadap tradisi seni masa lalu semakin ditajamkan. Hal ini merupakan kelanjutan dari rasa kebebasan dan otonomi dalam melahirkan berbagai ide seni dengan teknik dan konsep estetik yang mandiri. Tradisi seni klasik yang terikat pada bentuk yang ada di alam diubah dengan pengolahan bentuk alam. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada penciptaan seni tampak memberikan napas baru pada kekaryaan seni pascaimpresionisme.
Ciri-ciri seni modern ini akan nampak pada perkembangan seni Impresionisme akhir (dan dinamakan pula Post Impresionisme atau Pascaimpresionisme). Pada masa ini terkenal tiga tokoh seniman yang merintis perkembangan baru dalam seni rupa modern di Eropa. Bahkan mereka ini yang membuka pintu ke arah gerakan seni abad keduapuluh. Ketiga orang tokoh tersebut adalah Paul Cezanne, Vincent van Gogh dan Paul Gauguin, yang melihat kebenaran alam tidak sama dengan kebenaran seni.
Para seniman Post Impresionisme memperlihatkan tanda-tanda yang berbeda dari para seniman Impresionisme yang lain. Mereka melihat kebenaran yang ada di alam tidak sama dengan kebenaran seni. Seni bukanlah tiruan alam. Berkarya seni bukanlah meniru alam secara visual-realistis, tetapi mengubah alam menjadi karya seni.
Pada umumnya seniman Post Impresionisme merasa jenuh dengan cara berpikir Impresionisme yang terlampau rasional tentang realitas warna. Maka untuk mengungkapkan ketidakpuasannya itu mereka mencoba memberikan bobot seni ini dengan tekanan yang berlainan. Cezanne menekankan pada bentuk; van Gogh pada ekspresi, sedangkan Gauguin pada nilai-nilai perlambangan. Ketiga tokoh seniman ini berangkat merintis jalan sendiri-sendiri sekalipun berdasar pada aliran Impresionisme yang sama.
Paul Cezanne
Paul Cezanne (1839-1906) ialah seorang pelukis kelahiran Perancis Selatan (di Aix-en-Provence) yang belajar melukis dari Courbet dan Manet. Pada tahun 1861 Cezanne belajar ke Paris yang terkenal sebagai pusat seni dunia. Ia tekun mengkaji dan mempelajari teknik dan estetika seni lukis Eropa yang dijumpainya di Museum Louvre. Teknik melukis Impresionistik dipelajarinya dari Camille Pissarro. Pada tahun 1879 ia kembali lagi ke Aix-en-Provence tempat kelahirannya. Kegiatan melukisnya dilakukan di tempat kelahirannya itu dengan tenang. Kebiasaan melukis di tempat yang jauh dari kerumunan orang, dan dengan semangat yang tinggi, ia mampu berkarya seni lukis yang gemilang.
Cezanne termasuk seniman yang mempelopori seni rupa modern Barat (Eropa). Ia memandang dunia secara objektif. Ia ingin memandang dunia sebagai obyek apa adanya, tanpa intervensi pikiran dan emosi. Ia memandang cara kerja kaum Impresionis yang terlalu subjektif, yaitu melihat apa yang diterima oleh matanya karena pemantulan sinar. Cezanne melihat gejala tanpa bentuk (amorf) pada impresionisme. Untuk itu ia mencoba mendalami obyek tidak sekedar berhenti di permukaan saja. Dia berkata, ―Saya tidak ingin memreprodusir alam, tapi saya mencipta kembali alam.”
Hal ini berarti bahwa Cezanne ingin mengubah dan memperbaiki objek sesuai dengan dasar ingin memperoleh bentuk yang kuat. Segala bentuk baginya bersumber pada bentuk geometris (dapat dikembalikan pada bentuk ilmu ukur) seperti kubus, selinder, limas, bola dan lain-lain). Untuk itu ia perlu membuat deformasi dari bentuk objek. Pandangan-pandangan dalam seni lukis yang dapat dipetik dari Cezanne tampak pada pernyataan-pernyataannya, "Aku ingin bertindak seperti Poussin lagi, dengan model dari alam, dan "Aku ingin menjadikan impresionisme sesuatu yang pejal dan tahan lama sebagai layaknya seni-seni yang ada di Museum (Soedarso Sp, 2000:71-72). Jika Poussin berkonstruksi kuat dalam lukisannya dengan menyusun unsur-unsur yang terpilihnya dari alam, maka Cezanne memperbaiki alam dengan kekuatan bentuk baru yang tahan lama. Karyanya yang terkenal adalah Rumah Orang Hukuman, Pemandangan dari Gardanne, Mont Sainte-Victorie, The Great Bathers.
Vincent van Gogh
Vincent van Gogh (1853-1890) adalah seorang pelukis Post Impresionisme yang berkemampuan menampilkan pernyataan objek yang paling hakiki menyatu dengan perasaannya. Karya-karya van Gogh ialah pencerminan dari hidup yang penuh penderitaan, emosi yang meluap dan kegagalan hidup. Bagi Van Gogh, realitas dan emosi dipersatukan. Objek adalah alamiah dan batiniah. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu Bunga-bunga Matahari, Pemandangan dengan Pohon Zaitun, Jalan dengan Cypress dan Malam Penuh Bintang. Lukisan-lukisan Van Gogh mencerminkan kekayaan pernyataan batin yang sangat objektif, sebagai suatu pemuasan diri (self enjoyment). Gaya dan paham Van Gogh ini kemudian dikatakan sebagai pendekatan dalam gaya Ekspresionisme. Paham dan gaya Ekspresionisme ini berkembang pula di Perancis dan Jerman. Goresan pendek-pendek van Gogh dikembangkan dari teknik melukis impresionistik dan pointilisme Seurat, dengan warna-warna cemerlang. Garis-garis pendek ini kemudian berubah membentuk gelombang yang melengkung dan melilit-lilit penuh irama. Lekukan yang ritmis dan seakan-akan bermelodi itu berisi luapan emosi yang bergejolak. Perasaan objektifnya tergambarkan penuh memenuhi bidang lukis dengan kekuatan garis dan warna yang ekspresif.
Kekaryaan van Gogh pada dasarnya adalah perjuangan hidupnya yang gigih dan penuh penderitaan. Di samping perjuangannya sendiri, ia juga didukung oleh adiknya sendiri, Theo. Adiknya membantu kebutuhan melukisnya dan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hasil penjualan lukisan van Gogh pada waktu itu tidak menguntungkan, karena di samping karyanya itu belum dikenal dan dipahami orang. Selam hidupnya, karya yang terjual murah ialah Kebun Anggur Merah. Tapi sekarang lukisan van Gogh sudah sangat tinggi, atau mungkin tergolong lukisan yang tertinggi harganya, misalnya lukisan Bunga Matahari (US $ 39,9: April 1987). Memang van Gogh tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya itu, tapi adiknyalah yang dapat merasakan perjuangannya.
Paul Gauguin
Paul Gauguin (1848-1903) ialah seorang pelukis yang senang menggunakan warna-warna cemerlang (bandingkan dengan Impresionisme), bentuk tokoh-tokoh disederhanakan menjadi garis-garis esensial dan berusaha menghindari pembentukan plastisitas dengan bayang-bayang. Kebiasaan ini membuat lukisannya menjadi dekoratif. Jiwa eksotisnya selalu ingin mencari yang lain dari yang lain sehingga ia meninggalkan kebudayaan Eropa dan pergi ke lautan teduh. Gauguin selanjutnya berperan dalam aliran Simbolisme atau terkenal dengan Nabisme untuk generasi berikutnya seperti pada pelukis Bonnard Vuillard dan Dennis. Beberapa karya Gauguin yang terkenal yaitu Potret seorang wanita, dewi Maria, Yesus Disalib, dll. Jiwa berpetualang Gauguin dilakukannya di tempat yang jauh dari Eropa (Paris, Perancis). Ia pergi ke hutan di sebuah pulau di Lautan Teduh. Dalam ketenangan alam Tahiti yang indah ia seakan-akan terbenam dalam keasingan dan keasyikan tradisi yang baru. Lukisannya yang menampilkan dunia primitif dan eksotik itu memberikan kepuasaan tersendiri. Lukisan yang bertemakan lautan Teduh di antaranya Hina Te Fatau, dan Manau Tupapau.


Vincent Van Gogh
  1. Fauvisme
Fauvisme merupakan aliran dan gaya seni yang berkembang di Perancis pada akhir abad ke-19. Aliran seni rupa (lukis) ini merambah pula sampai ke beberapa tempat di Eropa, dengan landasan kekaryaan berpegang pada konsep ekspresionisme –yang telah dipelopori van Gogh.
Konsep Seni Fauvisme
Fauvisme berasal dari kata „les fauves (bahasa Perancis), artinya binatang jalang, binatang buas atau ‗the wild beasts. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh kritikus Perancis Louis Vauxelles terhadap para pelukis yang menggunakan warna-warna yang barbar (tegas dan berani) dan deformasi dari obyek lukisan pada pameran salon dAutomne tahun 1905.
Aliran Fauvisme berangkat dari usaha menyempurnakan aliran Impresionisme, suatu peningkatan gaya Paul Gauguin yang dekoratif dan gaya ekspresionisme dari van Gogh. Meskipun aliran Fauvisme tidak memperlihatkan teknik yang sama dan konsisten, tetapi selalu mengandung ciri-ciri yang sama yaitu kekuatan warna, garis blabar yang putus-putus dan penampilan yang serba tidak teratur (disorganized appearance). Tanda-tanda aliran Fauvisme tampak kembali pada permulaan karya Matisse (1892). Kebebasan dan spontanitas dari tanggapan pribadi seniman dari aliran ini dapat disamakan dengan aliran ekspresionisme.
Seniman Fauvisme
Para pelukis yang dapat digolongkan ke dalam aliran Fauvisme adalah Rouault, Derain, Vlaminck, dan pelopor utamanya Matisse. Yang lain ialah Raoul Dufy, Koes van Dougen, Henry Matisse (1869-1954). Menurut Henry Matisse, Fauvisme adalah gerakan reaksi terhadap metodisme yang lamban dari neoImpresionisme Seurat dan Signac (divisionisme). Karya-karyanya yang awal bernada Impresionistis, kemudian pengaruh dari Cezanne dan Gauguin. Pengaruh Cezanne tampak dalam mengungkapkan struktur yang kuat yang ditimbulkan oleh hubungan warna-warna tertentu. Sebagai seorang colorist besar, Matisse banyak terpengaruh oleh pelukis Gauguin dalam menggunakan warna-warna yang bebas dan warna-warna yang murni.
Georges Rouault (1871—1958). Kebebasan pelukis Rouault lebih merupakan keliaran yyang membuat lukisannya lebih bersifat Ekspresionisme. Karya seninya tidak memecahkan suatu peoblem, melainkan melontarkan problem dan isinya banyak merupakan propaganda agama.
Aliran fauvisme sangat mengagungkan kebebasan berekspresi, sehingga banyak objek lukisan yang dibuat kontras dengan aslinya seperti pohon berwarna jingga atau lainnya. Lukisan-lukisan fauvis betul-betul membebaskan diri dari batasan-batasan sebelumnya. Pelukis aliran ini cenderung melukis apa yang mereka sukai tanpa memikirkan isi dan arti dari sebuah lukisan yang dibuat.



 
 

Derain
  1. Ekspresionisme
Ekspresionisme yaitu aliran seni lukis yang lebih mengutamakan kebebasan dalam bentuk dan warna untuk mencurahkan emosi atau perasaan. Seorang seniman ekspresionisme cenderung untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional.
         Konsep Seni Ekspresionisme
Pada dasarnya aliran ekspresionime adalah pernyataan dari bentuk ungkapan yang anti klasik dengan kaidah seni yang serba tenang dan halus. Juga tidak ada hubungannya dengan seni Timur yang serba misterius. Cita-cita ekspresionisme ialah pembebasan seniman dari kaidah seni akademik dan mengandalkan kepada dorongan yang bersumber dari dalam pribadi, suatu pemuasan diri (self-enjoyment). Aliran dan gaya ini telah dirintis sebelumnya oleh van Gogh.
Ada kecenderungan dari Ekspresionisme untuk pembebasan diri (individualisasi) dalam berekspresi. Pribadi sadar akan pengorbanan diri, introspeksi dan menjauhkan diri.
Para pelopor aliran ini kebanyakan dari Jerman, sebagai protes terhadap optimisme dan materialisme dari kaum Impresionisme. Yang paling terkenal kelompok Ekspresionisme di abad ke-20 adalah di sekolah Jerman yang dipelopori oleh Ernst Ludwig Kirchner, Erich Heckel, dan Karl Schmidt– Ruttluf
Pada tahun 1905 mereka membuat sebuah kelompok di Dresden yang disebut Die Brucke (The Bridge). Di tahun 1906 mereka bergabung dengan Emil Noldedan Mark Pechstein, tahun berikutnya (1910) bergabung bersama Otto Muller. Prinsip dari kelompok ini ini adalah menolak tradisi akademik, Realisme dan Impresionisme. Mereka mendapat inspirasi dari keadaan Jerman pada saat itu dan seni-seni zamman Renaissance, Art Nouveau, Seni Primitif dan PostImpresionisme Perancis (van Gogh, Cezanne, dan Gauguin). Nama mereka melambangkan Jembatan Kebersamaan yang menghubungkan mereka dengan masa yang akan datang. Kebanyakan dari mereka tidak terlatih di bidang seni tetapi warna-warnanya keras dan bentuk-bentuk distorsi dalam karya mereka berhasil mengekspresikan kekuatan perasaan dan imajinasi tentang kehidupan. Kekontrasan warnna hitam-putih dalam karya-karya cukilan kayu mereka, sebuah media yang dibangkitkan lagi dengan efektif. Di tahun 1912 mereka mengadakan pameran lukisan bersama sebuah kelompok di Munich yang disebut der Blaue Reiter (The Blue Rider).
Pelukis Jerman yang lain ialah Franz Marc, August Macky dan Heinrich Campendonk, pelukis Swiss Paul Klee dan pelukis Rusia Wassiliy Kandinsky. Die Brucke bubar dan menghentikan segala kegiatannya pada tahun 1913 dalam percekcokan dan pada masa perang dunia ke-1. Sebuah fase baru dari Ekspresionisme Jerman yang disebut Die Neue Sachlichkeit (the newobjectivity) tumbuh dari kekecewaan terhadap perang dunia ke-1, yang ditemukan oleh Otto Dix dan George Grosz. Ciri-ciri tema cenderung lebih memperlihatkan kondisi nyata masyarakat (sosial) yang berupa sindiran atau kritik. Gaya ekspresionisme pada saat itu telah menjadi sebuah gerakan internasional. Pengaruhnya terlihat pada karya-karya pelukis Austria, George Rouault, di Lituania lahir seniman Chaim Soutine, di Bulgaria lahir pelukis Jules Pascin dan di Amerika Mark Weber.
Para seniman Ekspresionisme Eropa banyak mempengaruhi perkembangan para seniman ekspresionisme Jerman. Mereka di antaranya Vincent van Gogh (1853-1890), James Sidney Ensor (1860-1949), Edvard Munch (1863-1944). Van Gogh adalah seorang ekspresionis sejati yang menerapkan pendekatannya dalam perjalanan sejarah seni rupa modern di Eropa secara konsekuen. Van Gogh lahir di pada tanggal 30 Maret 1853, putra salah seorang pastor Protestan Belanda. Pada masa kecil van Gogh dijuluki sebagai anak yang pemurung dan temperamennya selalu tampak gelisah. Pada usia 27 tahun ia menjadi seorang pekerja di sebuah galeri, pengajar kursus bahasa Perancis, dan seorang pengajar Injil sekaligus sebagai seorang buruh tambang di Wasmes Belgia. Pengalamannya menjadi seorang penginjil direfleksikan ke dalam lukisannya yang pertama : lukisan tentang seorang petani dan penggali kentang. Dalam karya pertamanya terlihat sangat kasar dan bersahaja, misalnya lukisan Potato Eaters 1885. Dalam karya-karya awalnya diwarnai dengan suasana gelap dan suram, kadang-kadang kasar mengungkapkan perasaannya tentang kemelaratan dan kemiskinan yang dilihatnya di pertambangan batu-bara di Belgia. Di tahun 1886 van Gogh pergi ke Paris dan tinggal bersama saudara lelakinya Theo van Gogh, di sebuah toko yang menjual benda-benda seni, dan dia menjadi lebih akrab dengan perkembangan seni baru pada saat itu. Dia juga terpengaruh oleh seni Impresionisme dan karya grafis Jepang Hiroshige dan Hokusai. Hal ini tampak pada eksperimen berkarya seni dua dimensi dengan menggunakan teknik tersebut. Pada penampilan warna-warna lukisannya, ia terlihat dipengaruhi kuat oleh Pissaro dan Seurat. Pada sekitar tahun 1888 van Gogh meninggalkan Paris ke sebelah selatan Perancis. Di sana ia melukis pemandangan ladang pohon cemara, petani dan karakteristik kehidupan desa tersebut. Selama hidup di Arsles ia mulai menggunakan sapuan-sapuan kasar seperti putaran angin dengan warna kuning hijau dan biru seperti terlihat dalam karya Bedroom at Arles (1888) dan Star Night (1889).
Van Gogh pada akhir hidupnya tidaklah menunjukkan kesenangan dan kegembiraan dalam menikmati jerih payah berkeseniannya, bahkan dia meninggal karena bunuh diri, pada bulan Juli 1890. Lebih dari 700 surat yang ditulis van Gogh dan dikirim kepada saudaranya Theo (diterbitkan tahun 1911, dan diterjemahkan tahun 1958). Isinya berisi riwayat hidup van Gogh yang luar biasa dan tidak biasa; tergambar dalam 750 lukisan dan 1600 gambar.
Di Perancis, seniman Chaim Soutine dan pelukis Jerman Oskar Kokoschka, Ernst Ludwig Kirchner dan Emil Nolde memberikan rasa hormatnya kepada van Gogh sebagai pelopor terkemuka ekspresionisme. Pada tahun 1973 dibukalah museum Rjksmuseum Vincent van Gogh, berisi koleksi 1000 lukisan, sketsa dan surat-surat van Gogh.
James Sidney Ensor seorang pelukis Belgia pertama yang meletakkan prinsip unik kemanusiaan yang aneh dalam gaya ekspresionisme dan surealisme. Ensor lahir di Oostende Belgia dan selama tiga tahun di Brussel Academy (1877-1880). Dia tinggal menetap di Oostende sampai akhir hayatnya. Karya-karya terakhirnya bertema pemandangan tradisional, alam benda, potret, dan gambar interior dalam kedalaman warna yang kaya dan menaklukan warna yang menyala seakan bergetar. Pertengahan tahun 1880 dia terpengaruh warna-warna cemerlang Impresionisme. Keanehan imajinasi dari seorang master –Flemis dalam Hieronymus Bosch dan Bruegel the Elder telah menempatkan diri sebagai orang Avant Garde dalam tema dan gaya. Dia mengambil prinsip subject-matter dari kerumunan orang-orang yang sedang berlibur di Oostende dengan ungkapannya yang spontan dan penuh dengan kebencian. Ia menggambarkan seseorang dengan badut atau rangka atau meletakkan wajah-wajah mereka dengan topeng-topeng karnaval. Hal tersebut merepresentasikan tentang manusia-manusia yang bodoh, sis-sia, angkuh dan menjijikkan. Keadaan itu dilukiskan dalam sebuah kanvas yang sangat besar sekali : Christs Entry Brussels in 1889 (1888). Ensor dengan sengaja menggunakan warna-warna yang mengkilat dan kasar. Karya-karyanya mempunyai pengaruh penting pada lukisan abad ke-20. Subyek-subyek yang menyeramkan telah memberikan jalan bagi Dadaisme dan Surealisme. Tekniknya terutama dalam sapuan-sapuannya dan warna-warnanya mengarah secara langsung ke ekspresionisme. Dia meninggal di Oostende yang sekarang menjadi sebuah museum yang menyajikan hasil-hasil karyanya.
Edvard Munch adalah seniman Norwegia yang karya-karyanya mengungkapkan suasana murung penuh kesedihan dan penderitaan. Sikap-sikap tokoh yang dilukiskan nampak berkesan layu, mungkin juga penggambaran ini sebagai cermin dari pribadinya yang melankolis. Munch lahir di Loten Norwegia, 12 Desember 1863. Ia mulai melukis dari umur 17 tahun di Christania (sekarang Oslo). Dia pernah menerima penghargaan pada tahun 1885 saat dia sedang belajar singkat di Paris. Pertama kali dia mendapat pengaruh dari Impresionisme dan Post Impresionisme, kemudian memunculkan gaya pribadinya yang tumbuh dan berkembang menyangkut penderitaan dan kesakitan. Untuk lebih jauhnya terlihat dalam lukisannya yang berjudul The Scream (1892), The Sick Child (1881-1886) yang semuanya memperlihatkan trauma masa kecilnya tentang kematian ibunya dan saudara perempuannya yang meninggal akibat penyakit TBC. Suasana murung meliputi seluruh lukisannya. Contohnya : The Bridge, melukiskan seorang lemah yang sedang menutupi wajahnya. Garis-garis tegas dan berat bergelombang dengan komposisi statis harmonis antara warna gelap dan terang tercapai melalui nada-nada kuat. Di samping melukis juga membuat cukilan kayu.
Tahun 1908 kegelisahannya menjadi parah , yang akhirnya harus dirawat di rumah sakit. Ia kembali ke Norwegia tahun 1909 dan meningal di Oslo tanggal 23 Januari 1944. Karya-karyanya menjadi pusat perhatian utama bagi para seniman Jerman dalam membentuk gerakan Ekspresionisme Jerman.
Dasar pemikiran dalam konsepsinya adalah bahwa dengan melalui berkarya, dia berusaha mencari arti hidup, dalam ketakutan, dan harapan manusia. Hal ini didasarkan atas sikap pribadinya yang melankolis (murung).
Seniman Ekspresionisme Jerman
Ernst Ludwig Kirchner (1880-1938), seorang pelukis Jerman yang merupakan salah seorang pelopor Ekspresionisme. Ia mendapat pengaruh kuat dalam hal warna dan distorsi bentuk dari gaya neoimpresionisme dan ekspresionisme Afrika, serta ukiran kayu pada kapal laut. Sebagai pendiri kelompok Die Brucke di Dresden 1905, ia mencoba menyaring bentuk-bentuk alam ke dalam bentuk-bentuk yang radikal dan sederhana tetapi brutal. Seperti pada lukisan Selfpotrait with Model (1907). Garis dan warna dalam lukisan itu tampak bertabrakan. Sebagai gambaran dari emosi yang meluap dan garang. Setelah pindah ke Berlin, ia banyak melukis dengan gaya - gaya yang lebih ekspresif khususnya tentang pemandangan dengan wanita. Misalnya Five Women in the Street (1913), dengan distorsi yang aneh memperolok-olokan kenyataan sosial di Berlin. Lukisannya di akhir tahun 1920 semakin bertambah abstrak. Nazi pada zaman itu menganggap lukisannya telah mengalami kemerosotan dan sekitar 600 lukisannya disita. Segera setelah itu ia memutuskan untuk bunuh diri.
Emil Nolde (1867-1956), adalah salah seorang seniman Ekspresionisme Jerman yang terkemuka. Nama aslinya Emil Hansen. Dia banyak terpengaruh oleh van Gogh, Edvard Munch dan James Ensor, yang mengajarkan tentang visi dan eksperimentasi warna yang membawanya ke jajaran depan. Dalam sebuah perjalanannya ke Papuanugini tahun 1913 dan 1914, dia dipengaruhi seni suku tersebut, terutama dalam aspek deformasi bentuk dan pola permukaan yang sangat kasar dan warna-warna yang sangat kontras. Dia juga tertarik pada konsep-konsep interior dan pemandangan alam dengan sosok manusia. Dalam lukisan pemandangannya yang berjudul March (1919), digambarkan sebuah suasana orang-orang yang tidak menyenangkan (atau berkesan menyedihkan). Demikian juga dalam lukisannya yang berjudul The Reveler (1919), lukisannya memperlihatkan wajah bertopeng kasar, yang merupakan dasar ungkapan emosi yang sederhana. Dalam karyanya Life of Maria Aegiftica (1912), dia berusaha mengungkapkan imajinasi kehidupan keagamaan tentang pemandangan perjanjian lama. Dia juga mencela kemerosotan seniman yang disebabkan Nazi yang melarang melukis (pada tahun 1941).
Franz Marc (1880-1916) adalah seorang anggota penting dari kelompok Der Blaue Reiter. Marc yang lahir di Munich, adalah seorang seniman yang banyak mengetahui tentang lukisan binatang-binatang --khususnya kuda dan rusa. Hal ini sebagai ungkapan rasa cintanya terhadap alam. Karyanya yang berjudul Blue Horse (1911) menggunakan jenis garis yang melengkung dengan warna-warna yang tidak realistis. Sesudah tahun 1913, dia mengubah gayanya menuju abstrak. Usianya berakhir dalam peristiwa perang dunia ke-1.
Wassily Kandinsky (1866-1944) adalah seorang seniman Rusia yang tinggal di Munich. Kandinsky mengeksplorasi dan mengeksploatasi kemungkinan penyederhanaan bentuk hingga membuat dia menjadi salah seorang inovator dari seni moderen. Sebagai seorang seniman yang sekaligus seorang ilmuwan, dia memainkan peran penting dallam perkembangan seni abstrak. Kandinsky yang dilahirkan di Moskow, 4 Desember 1866, belajar berkarya senirupa di Akademi Seni Murni Munich Jerman (dari tahun 1896-1900). Pada awalnya dia menolak gaya naturalisme, tetapi pada tahun 1909 setelah mengadakan perjalanan ke Paris, dia begitu tertarik pada karya seni Fauvisme dan Post Impresionisme. Ketertarikannya pada dua aliran tersebut akan tampak pada intensitas warna yang tinggi dan komposisinya menjadi disorganized (cenderung ada ketidakteraturan). Karya awalnya mengambil pola-pola datar, bidang warna yang luas. Sekkitar tahun 1913 dia mulai bekerja dengan pendekatan kebentukan yang cenderung abstrak. Dalam melukiskan obyek benar-benar megingkari referensi bentuk fisik alam. Terkadang inspirasinya datang dari judul lagu (dalam musik). Tahun 1911, ketika bersama Franz Marc dan rekan ekspresionis Jerman, Kandisnky membentuk Der Blaue Reiter. Dia menghasilkan karya abstrak dan figuratif. Tahun 1912 dia melahirkan teori yang berisi Concerning the Spiritual in Art, yang dicantumkan dalam makalahnya tentang seni abstrak yang nonrepresentasional. Isi dari teori tentang kesadaran spiritual dalam seni itu berbunyi : Suatu hasil seni terdiri dari unsur, unsur dalam dan unsur luar. Unsur dalam ini ialah emosi dallam jiwa seseorang seniman; dan emosi ini punya kemampuan untuk membangunkan emosi yang serupa dalam penonton, unsur dalam ialah emosi yang harus ada dalam suatu hasil seni . Apabila tidak, maka hasil seni itu tentulah kepalsuan. Unsur dalam ini justru menentukan bentuk dan hasil seni tersebut .. Selanjutnya dia mengatakan bahwa bentuk dan warna adalah bahasa yang dapat mengekspresikan emosi, persis sepperti nada-nada musik yang dappat langsung menyentuh hati. Akhirnya Kandinsky menutup bukunya dengan suatu kesimpulan, bahwa ada tiga sumber inspirasi : 1)Impresi, ialah kesan langsung dari alam yang ada di luar seniman, 2)improvisasi, ialah ekspresi yang spontan dan yang tidak disadari dari sesuatu yang ada di dalam dan spiritual sifatnya, dan 3)komposisi ialah ekspresi dan perasaan di dalam yang terbentuk dengan lambat dan secara sadar, sekalipun tetap menggunakan perasaan yang tidak rasional. Sesudah perang dunia ke-2, dalam lukisan abstraknya terlihat kemunculan bentuk-bentuk geometri yang bersifat formal, garis—garis tajam dan pola yang teratur. Misalnya lukisan yang diberinya judul Composition VIII No.260 (1920) merupakan komposisi unsur-unsur visual : garis, warna, dan bentuk yang tersusun membentuk pola geometris. Dalam karya yang lain, Square (1914) dia menyempurnakan gaya ini menjadi lebih elegan, dengan model yang kompleks, sehingga menghasilkan lukisan yang seimbang. Dia adalah salah seorang yang banyak juga mempengaruhi seniman lain pada masa itu. Sebagai seniman yang menggali kemurnian abstrak dan bentuk-bentuk yang nonrepresentasional, Kandinsky telah menyadarkan dan memberi jalan kepada seniman ekspresionisme lainnya, dan mendominasi sekolah-sekolah seni . Dia wafat di Neully-sur-Seine, di luar kota Paris pada 13 Desember 1944.
Paul Klee (1879-1940), adalah seorang seniman lukis, cat air dan grafis yang merupakan salah seorang tokoh seni moderen. Dia dilahirkan di Munchenbuchsee, dekat Bern Swiss pada tanggal 18 desember 1879 dan di tahun 1898 pindah ke Munich. Di sana dia belajar seni di sekolah privat dan di Akademi Munich. Di awal karya studinya adalah berupa sebuah pemandangan dengan media pensil yang memperlihatkan adanya pengaruh dari Impresionisme. Hingga tahun 1912 dia juga banyak menghasilkan karya etsa hitam putih yang menekankan pada fantasi dan sindiran . Dalam perjalanannya ke Afrika Utara, Klee sangat terangsang untuk menggunakan warna-warna dan merupakan tanda permulaan gagasannya yeng penuh kematangan yang olehnya dinamakan Possesed by Color (dimiliki oleh warna). Lukisan dan cat airnya selama 20 tahun menunjukkan penguasaan yang lembut , warna-warna yang harmonis , yang biasa digunakan untuk menciptakan permukaan yang rata, komposisi semi abstrak atau bahkan kesan yang menyerupai mozaik, Pastoral (1927). Klee juga adalah seorang ahli gambar yang banyak sekali karya-karyanya menampakkan kesatuan dari garis gambar sebagai subyek matter yang menimbulkan mimpi atau gambaran mimpi. Di sini dia menerangkan tekniknya sebagai ‗taking a line for a walk (menggunakan garis untuk berjalan). Twittering Machine (1922) adalah sebuah karya Klee yang memperlihatkan garis yang meliuk-liuk sebagai satu komposisi yang integral. Dalam lukisannya Death and Fire (1940) melukiskan perasaan hatinya yang berkesan murung dan banyak perenungan. Masa itu pula sebenarnya Klee sedang merasakan penderitaan penyakit kulit dan otot. Dia meninggal di Muralto Swiss, pada 29 Juni 1940. Karyanya mempengaruhi seluruh seniman surealis dan aliran nonobyektif abad ke-20 dan hal ini merupakan sumber yang baik untuk gaya ekspresionisme abstrak yang sedang bergerak.
George Grosz (1895-1959), adalah seorang pelukis dan ilustrator Jerman-Amerika yang dilahirkan di Berlin. Dia belajar seni di Royal Academy Dresden Jerman dan Academy Colarossi Paris, Perancis. Pada saat perang dunia ke-1, dia menjadi tentara , dan pengalamannya ini dituangkan ke dalam karya gambar sindiran yang ganas dan karikaturis. Koleksi dari gambar-gambar ini menceritakan tentang kondisi di Jerman pada akhir perang dunia ke-1 seperti terlihat dalam Ecce Homo (Behold the Man, 1923), Republican Autumatons (1920) yang menggambarkan seorang laki-laki moderen dengan sebuah mesin. Sejumlah pengalamannya sebagai seniman, dia mengeluarkan buku autobiografinya berjudul A Little Yes and a Big No (1946). Terakhir sebelum meninggal , dia memilih bekerja sebagai pengajar di National Institut of Arts and Letters (1954-1959).
 Dix (1891-1969), adalah seorang seniman grafis yang memimpin realisme sosial di Jerman sesudah perang dunia ke-1. Suasana menakutkan tergambar dalam sebuah seri dari 50 etsa berjudul War (1924). Sebagai pemimpin Neue Sachlichkeith (obyektivitas baru), dia sangat membenci sekali ketidakadilan sosial di Jerman yang terjadi setelah perang. Karyanya lebih berisi sindiran-sindiran yang diungkapkan melalui kontur yang kuat dan tegang , dengan warna yang kusam sebagai sebuah kreasi yang menentang gaya realisme.
 

 Affandi
  1. Kubisme
Seni lukis kubisme adalah sebuah gaya melukis dengan menekankan pada bentuk simetri dan keluar dari aturan yang ada pada  realisme dan naturalisme. Aliran ini cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu.
Kepeloporan seni modern yang telah ditegakkan oleh ketiga tokoh seniman Post Impresionisme memberikan dampak yang kuat terhadap para pengikutnya. Paul Cezanne banyak mengubah alam menjadi obyek yang baru, dengan mendeformasinya menjadi bentuk-bentuk geometris. Pada karyanya The Bathers, kita bisa menyaksikan bagaimana Cezanne berupaya untuk mengubah bentuk wanita-wanita dalam sosok (figur) yang tidak anatomis. Ada upaya mengembalikan bentuk alam itu kepada bentuk dasar geometris, walaupun tidak sepenuhnya. Dasar metode pelukisan obyek seperti itu (gaya Cezanne) akan mengilhami proses kebentukan seni Kubisme yang dikembangkan oleh Picasso dan Braque.
Seperti dikemukakan di atas, bahwa sumber kelahiran Kubisme disebabkan oleh adanya gejala pada karakteristik lukisan para seniman yang berusaha untuk mengubah bentuk alam menjadi bentuk seni dengan pendekatan deformasi dan geometrisasi. Nama Kubisme pada gaya / aliran seni rupa ini diungkapkan oleh para kritikus seni, yang khususnya ditujukan kepada pelukis Pablo Picasso dan George Braque yang mulai tumbuh sekitar tahun 1907 (Thomas, Denis, 1981:48). Untuk pertama kalinya istilah Kubisme dicetuskan sebagai gerakan seni (yang dipublikasikan kepada penikmat umum) yaitu pada pameran Salon des Independents tahun 1911.
Istilah Kubisme bukan berarti bahwa lukisan itu terdiri dari bentuk-bentuk kubus (Inggris: Cubes), tetapi merupakan ―… a certain approach to the problem of painting a three-dimensionall world on a two-dimensional surface‖ (Sylvester, 1993:225). Teori dalam lukisan Kubisme menitikberatkan kepada pendekatan melukis bentuk dan benda yang berdimensi tiga pada bidang lukisan yang datar. Maka pelukis Kubisme berusaha mengembalikan bentuk benda-benda kepada bentuk dasarnya, yaitu bentuk geometris. Picasso tumbuh dan berkembang sebagai pelukis Kubisme, selain dipengaruhi aspek kebentukan karya Cezanne, tetapi juga dipengaruhi bentuk-bentuk patung Negro Afrika dan patung antik Iberia di Louvre. Ketertarikannya pada karya seni primitif, bukan karena kemewahan bentuknya, tetapi justru karena lekukan bentuknya yang sederhana.
Pada awalnya Picasso sangat jelas memperlihatkan pengaruh Cezanne dan patung primitif. Untuk hal ini kita bisa melihat karya yang mengejutkan yaitu Les Demoiselles dAvignon.
Pada beberapa lukisannya, pengaruh Cezanne terasa sekali terutama pada pencapaian kesan ruang dan volume. Sebab azimat Cezanne cukup kuat dipegang oleh pengikutnya, yang dipublikasikan sekitar tahun 1907, yang berbunyi, ―Deal with nature by means of the cylinders, the sphere, the cubes.”(Sylvester, 1993:256).
Patung primitif Negro Afrika dan patung Iberia diserap pelukis Kubisme dalam hal pelukisan beberapa unsur kebentukan (misalnya bagian-bagian dari kepala) dan pada Kubisme awal, warna pun mempengaruhinya. Kita bisa lihat pada Kubisme awal dan Kubisme analitik, lebih banyak lukisan yang monokromatik. Atau dengan kata lain aspek warna tidak begitu ditonjolkan seperti pada patung primitif. Untuk memperjelas jalinan pemikiran sumber kelahiran Kubisme, dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:
Bagan 1:                                                   
CEZANNE PATUNG PRIMITIF AFRIKA & PATUNG IBERIA
KUBISME GEOMETRISASI BENTUK
AWAL:
PEMBENTUKAN ANALITIK SINTETIK
penyederhanaan bentuk simultanitas, multi perspektivis susunan bidang warna,
Picasso: Demoiselles ideal seni primitif: ideoplastis tumpang-menumpang,
Braque: Grand Nu transparansi
abstraksi menuju abstrak
FUTURISME, DADAISME, SUREALISME
Bagan 2:
AKHIR ABAD KE-19
Ciri-ciri : Kesejahteraan akibat :
1. Perkembangan industri, ilmu, dan teknologi
2. Perluasan industri: nilai seni terdesak
diangkatnya:
ART NOUVEAU
(bid. Arsitektur,1800-1890)
F.L. Wright
IMPRESIONISME
NEO-IMPRESIONISME: divisionisme
POST-IMPRESIONISME
tiga tokoh pelopor
VINCENT VAN GOGH PAUL CEZANNE PAUL GAUGUIN
1853-1891 1839-1906 1848-1903
Pada umumnya menentang Impresionisme
yang sudah terlalu rasional (teoritis)
DISTORSI BENTUK
mengandalkan kepada ukisan harus teratur mencari budaya yang utuh, ungkapan perasaan (ekspresi) harmonis, keseimbangan murni, sederhana
DISORGANIZED
APPEARANCE GEOMETRISASI DEKORATIF
EKSPRESIONISME KUBISME
Seniman Kubisme
Catatan Perjalanan Picasso:
Menelusuri rangkaian perkembangan Kubisme di Eropa tidak akan lepas dari pembahasan kita terhadap perjalanan sang maestro seni rupa yaitu Pablo Picasso. Sebagai seorang seniman yang cakap dalam mengungkapkan citra estetik kerupaan., dia tetap konsisten mengabdi dalam dunia seni rupa selama lebih 60 tahun. Selama itu pula singgasana dunia seni rupa, khususnya seni lukis, berjaya di dunia. Picasso ialah seorang berbakat seni yang diwarisi ayahnya. Dia juga ditempa dalam dunia pendidikan seni lukis pertama kali oleh ayahnya (yang waktu itu sebagai seorang ahli gambar di Barcelona).
Picasso, dengan nama lengkapnya, Pablo Ruiz Picasso memasuki dunia pendidikan khususseni lukis pada tahun 1895 di Barcelona. Pada waktu pendidikan itu dia menunjukkan dirinya sebagai seorang berprestasi dan berbakat. Kemudian menyelesaikan kuliah di Akademi Madrid dengan singkat dari tahun 1897 hingga 1898. Pada tahun 1900 dia mengunjungi Paris untuk pertama kalinya dan menetap selama tiga tahun.
Antara tahun 1917 dan 1924 Picasso merancang kostum dan dekor untuk pergelaran ballet Diaghilev. Kemudian menjadi tertarik pada surealisme sekitar tahun 1925, meski tidak pernah menjadi anggota resmi gerakan tersebut. Ketika Perang Dunia II berakhir, Picasso berpindah ke bagian selatan Perancis.
Selama bertahun-tahun di Spanyol lukisan Picasso mengikutio tradisi seni lukis akademis. Akan tetapi pada sekitar tahun 1900 ia mendapat pengaruh Lautrec dan gerakan yang melanda Eropa masa itu, Art Nouveau. Karya ilustrasi dan lukisannya memperlihatkan kesadaran sosial dalam memilih subyek-subyek karyanya. Barangkali hal tersebut sebagian terpengaruh oleh realisme sosial Isidoro Nonell, dengan salah satu contoh karyanya dari tipe ini The Absinthe Drinkers. Di Paris, Picasso tidak begitu saja mengubah gaya yang sudah dikuasainya semenjak di Barcelona, bahkan selama beberapa tahun memisahkan diri dari kaum avant-garde Paris. Karya-karyanya memperlihatkan kedekatan semangat dengan kelompok Simbolis-sintetis yang diketuai Gauguin pada akhir abad sebelumnya. Muatan sastra diutamakan dalam karyanya dengan gaya yang sangat linier, cenderung mengarah pada kemewahan yang dibuat-buat. Pada karya yang berjudul La Vie (1903), Picasso lebih membangkitkan perasaan daripada mempertajam pemaknaannya. Lukisan allegoris yang menggugah namum tersamar ini mengingatkan pada karya Gauguin. Lukisan-lukisannya dari tahun 1901 hingga 1904 didominasi nada warna biru sehingga masa tersebut dikenal sebagai Periode Biru. Penguasaan garis yang dicapainya pada masa itu terlihat sangat baik seperti pada karya etsanya Les Pauvres (1905).
Pada tahun 1905 Picasso mulai melukis dengan kekuatan baru, gambarnya tidajk dibuat-buat lagi, dan suasana hatinya tidak lagi melankolis. Tema sirkus menjadi subyek favoritnya, dan merah jambu (pink) menggantikan biru sebagai warna dominan, misalnya terlihat pada karya lukisan Family of Saltimbanques.
Selama musim dingin tahun 1906 hinggga 1907 ia tertarik pada bentuk-bentuk patung primitif Negro, Iberia, dan bentuk lain yang memancing perubahan mendasar. Hal ini tampak pada karya Les Demoiselles dAvignon yang dilukis selama musim dingin itu, dan merupakan karya terbesarnya pada saat itu. Meski telah dilihat banyak orang, dan umumnya kurang dapat dipahami, karya ini tak pernah dipamerkan hingga tahun 1927. Hal tersebut menunjukkan karrya ini sebagai tonggak penting dalam karir berkeseniannya. Ketertarikan pada patung primitif membawanya pada penyederhanaan bentuk secara radikal, dengan lebih mengutamakan gagasan daripada citra visual subyeknya. Sosok-sosok disederhanakan menjadi bentuk datar, latarnya kaku, beberapa bertopeng wajah besar, dan penampilan ruang sesungguhnya diabaikan. Beberapa muatan sastra yang banyak ditemui pada sketsa-sketsa awalnya menjadi tidak bermanfaat dalam penyelesaian karyanya, perhatian lebih ditekankan pada kualitas kebentukannya. Picasso menyatakan bahwa patung Iberia ialah sumber penciptaan utama sosok-sosok Demoiselles. Karya-karya berikutnya seperti Dancer with Veils (1907) memperlihatkan secara lebih jelas ketertarikannya pada patung primitif Afrika.
Karya-karya tersebut memang menjadi dasar perkembangan Picasso selanjutnya dalam Kubisme. Dari tahun 1909 hingga pecahnya Perang Dunia II, dia dengan Braque bekerjasama erat mengembangkan pendekatan baru secara radikal dalam melukis.
Pada karya-karya Kubisme awalnya, seperti lanskap yang dilukis di Horta de Ebro pada tahun 1909, Picasso sangat dipengaruhi Cezanne, dia masih mengambil obyek alam sebagai titik tolaknya, namun dianalisis dan direkonstruksi dalam bentuk dasar sederhanayang disesuaikan dengan bidang lukisan. Warnanya diperlembut hingga hampir berkesan monokromatis, sehingga meninggalkan tekanan pada struktur lukisannya.
Selama dua tahun berikutnya komposisi Picasso meningkat rumit dan sukar dipahami, citranya dipecah menjadi bentuk yang lebih kecil, dan hubungan antar bentuk dengan latar belakang menjadi serba membingungkan. Setelah hampir mencapai abstraksi dalam karya – karyanya, seperti The Accordionist ( 1911 ), Picasso – seperti Braque – mulai membuat lukisan yang tidak begitu ambigu lagi. Surat – surat, rincian ilusionistis, dan terutama teknik kolase sebagaimana pada still-life with Chair Caning ( 1912-22 ) merupakan segenap cara mencapai tujuan itu. Pada saat yang sama ia membuat bentuk subyek yang berasal dari bentuk – bentuk piktorial yang lebih baik daripada lukisan awalnya. Pendekatan ini akhirnya dinamakan Kubisme Sintetis.
Selama Perang Dunia I Picasso bekerja sendiri menyempurnakan idiom kubisme dan memperkenalkan kualitas yang lebih meningkat. Ia menggunakan sejumlah pola ( khususnya titik-titik ), warna yang lebih terang dan bentuk berlengkung bebas. Seperti kertas pelapis yang berhias, yang umumnya dibuat dengan komposisi sederhana . Pada saat yang sama ia kembali membuat karya bergaya naturalistis, di antaranya Portrait of Ambroise Vollard (1915), gambar pensil yang menunjukkan apresiasi baru terhadap karya Ingres. Kemudian mungkin didorong saat menetap di Roma pada tahun 1917 - ia mulai melukis figur monumental (serba besar) yang tenang , berkarakter klasik, seperti pada Sleeping Peasants (1919) atau Mother and Child (1921), dan subyek klasik dengan mahluk ajaib centaur dan faun. Lantas sosok menjadi subyek utamanya.
Pada pertengahan tahun 1920-an lukisan Picasso mendekati surealisme dalam aspek spiritnya. Kanvas – kanvasnya bernada gelisah, karakter bentuk – bentuk menjadi metamorfosis dan didiskorsi untuk menekankan sifat emosional yang mengabaikan sisi kewajaran , contohnya adalah The Three Dancers (1925). Gaya ini terus berubah selama bertahun – tahun, sebagai contoh munculnya garis geometris palsu pada The Painter and Model dan konstruksi terbuka seperti rangka tubuh serta bentuk-bentuk biomorfis bebas dalam Projects for a Monument. Pada dasarnya pndekatan Picasso terhadap lukisannya sedikit berubah semenjak itu, meski kekayaan imajinasinya yang luar biasa membawa pada sedikit pengulangan . Katanya, " B― berapa kebiasaan yang kupakai dalam seni janganlah dipandang sebagai sebuah evolusi, melainkan sebagai variasi."
Setelah membuat seri sosok wanita pada tahun 1932 yang bercirikan lengkungan bergelombang yang sensual, Picasso untuk sementara berhenti melukis, dan berkarya grafis dan membuat puisi-puisi surealistis antara tahun 1935 hingga 1937. Salah satu karya terpenting Picasso pada tahun 1930-an adalah karya etsa besar Minotauromachy. Pada karya tersebut dan beberapa lukisan kecil serta etsa lainnya ia mengembangkan simbol-simbol yang lalu dipakai pada Guernica.
Guernica dilukis untuk pemerintahan Kaum Republikan Spanyol untuk memperingati penghancuran kotanya oleh bangsa Jerman. Karya ini ikut dipamerkan di Paviliun Spanyol pada Paris World Fair tahun 1937. Pada karya ini Picasso tidak melukiskan kejadiannya itu sendiri, namun menampilkan ketakutan dan kekejaman perang. Seperti dalam Minotaurochy, citra utamanya adalah banteng yang mewakili ―kekejaman dan kegelapan‖, kuda melambangkan ―rakyat menderita‖, dan wanita dengan lampu. Ukuran mural ini besar, citra ekspresif yang tinggi dinyatakan dengan garis yang mengalir bebas beserta kelembutan nuansa warna abu-abu yang terkendali. Karya ini merupakan satu di antara karya-karya Picasso terbaik.
Beberapa lukisan bertema kekerasan dan kekejaman dibuat setelah Guernica. Contohnya Man With All-day Sucker (1938) yang bentuknya kaku, didistori dan diperjelas garis hitam yang tegas. Picasso melanjutkan gaya ini selama perang Dunia II meski membatasinya dalam membuat lukisan, still-life dan menggunakan warna-warna yang suram.
Seusai perang, saat pindah ke Antibes, gaya Picasso menjadi berkarakter lebih ceria. Terpilih mendesain sebuah mural besar untuk museum di Antibes, ia memilih tema perang dan damai yang berbeda dengan Guernica serta dengan subyek perang seperti pada The Charnel House (1945) dan Massacre of Korea (1951). Pilihan tema ini dalam rangka memodernisasi mitologi tentang berbagai karakter ceria dan fantastis yang diperankan faun, kuda bersayap, dan mahluk-mahluk mitis lainnya.
Picasso pun bersungguh-sungguh mempelajari keramik di vallauris. Karyanya yang sangat imajinatif serta bentuk yang orisinal, terutama perubahan rupa dengan hiasan, memiliki pengaruh yang besar dalam seni tembikar. Karya patungnya juga secara luas berpengaruh. Ia berkarya di bidang ini sebentar-sebentar saja dalam sepanjang hidupnya, dan selalu mengaitkan karya patung dengan lukisannya serta memperluas gagasan secara sederhana ke dalam media trimatra. The Glass of Absinthe adalah contoh pengembangan kolase relief menjadi bentuk patung . patung-patung Picasso patut dicontoh dalam penggunaan bahan yang imajinatif dan kemampuannya dalam menciptakan citra baru yang meyakinkan dari bahan yang tak terduga , contohnya Bulls Head (1942-43) yang dibuat dari sadel dan stang sepeda. Dalam lukisan-lukisannya selama akhir 1950-an, Picasso tertarik secara khusus membuat variasi bebas yang bersifat individual dari adhikarya masa lampau seperti lukisan Velazquez Las Meninas dan Dejeuner sur lHerbe karya Manet, yang menunjukkan sekaligus penghargaan tertingginya terhadap tradisi panjang dimasa silam dan kekuatan menafsirkannya.
Catatan singkat Georges Braque dan kubismenya:
Seorang tokoh yang cukup penting, selain Picasso, yang juga turut mendukung kelahiran dan perkembangan seni kubisme ialah Georges Braque. Braque lahir di Argenteuil tahun 1882. Tahun 1890-1900 ia tinggal di Le Havre, kemudian bersekolah di Ecole des Beaux-Arts. Pada usia remaja, dia telah bekerja magang pada ayahnya sebagai seorang dekorator. Pergaulan dengan dunia senirupa,sebenarnya telah digelutinya sejak kecil. Dia sering menghabiskan waktu luangnya di tempat kerja ayahnya.
Ayahnya bekerja sebagai seorang dekorator yang mengerjakan lukisan pemandangan, untuk Salon des Artistes Francais. Secara tidak langsung sang ayah juga turut mendidik Braque dalam hal mengenalkannya berbagai media seni rupa, mulai cat, dan cara penggunaannya, peralatan melukis dan dekorasi , dan hal-hal lain yang berupa pengetahuan yang berhubungan dengan dunia sang ayah. Antara Picasso dan Braque memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda , dan lingkungan mereka sangat mendorong kedua tokoh senirupa ini tampil menjadi ‖pembesar― dalam kancah perhelatan senirupa dunia.
Braque banyak berteman dengan seniman besar lainnya pada waktu itu, misalnya Francais Ficabia, Marie Maurencin, sampai dia bertemu dengan tokoh-tokoh Impresionisme, seperti Renoir, Monet, cezanne, Van Gogh dan Seurat. Pertemuan dan pengenalan dengan kaum impresionist terjadi pada tahun 1902. Braque melukis banyak dipengaruhi oleh pelukis Impresionisme, terutama oleh Cezanne pada perkembangan akhir impresionisme. lukisan Braque memasuki pra-kubisme pada tahun 1907. Jika Picasso melukis Demoiselles sebagai kanvas pertama yang bernapaskan kubisme, maka braque menunjukkan karya lukisannya yang berjudul Grand Nu (1907-08). lukisan yang menggambarkan sosok wanita telanjang berbadan besar dan berkesan kokoh ini memperlihatkan adanya kecenderungan baru Braque dalam mengungkapkan idenya tentan wanita. lukisan ini berukuran lebih kecil dibandingkan Demoiselles, yaitu 145,5 x 101,5 cm. Goresan kuat dan blabar pada Grand Nu memberi kesan penyederhanaan bentuk alam yang kuat. Latar yang memiliki kekuatan bidang-bidang lebar bernuansa memberi efek gelap terang yang tidak mengesankan atmosfir nyata. tetapi padalukisannya memiliki ruang misteri yang berdimensi banyak dan solid. Keseluruhan obyek yang tampil berkesan penuh gerak.
Pendekatan Braque lebih puitis dalam mengekspresikan konsep intelektualnya. Warna dan bentuk diolah secara harmonis dalam kesatuan komposisi highly organized. Konsep intelektualitas dengan geometrisasinya mengarah kepada penyederhanaan bentuk yang menuju persepsi ruang jelajah mata yang kompleks. Kompleksitas bentuk dan ruang seakan dipadatkan dengan permainan garis dan bentuk. Braque banyak memulaskan sapuan kuas kasar untuk membuat nuansa warna dan kesan kepejalan suatu bidang geometris. Warna monokromatis yang redup banyak kita dapatkan pada beberapa karyanya, misalnya Landscape (1908). Komposisi Cezanne menjiwai lukisannya. Pada musim panas tahun 1908, Braque berkunjung ke L‘Estaque, suatu tempat yang juga disukai Cezanne, untuk berkarya pemandangan dan alam benda, yang kemudian dipamerkan di galeri Kahnweiler‘s, yang kemudian memperoleh sebutan kubisme. Pada karyanya ini memperlihatkan suatu jenis lukisan yang konseptual, disiplin dan geometris.
Konseptual berarti bahwa lukisannya diciptakan dengan kesadaran logika yang matang, dan dengan perencanaan. Hal ini terlihat pada penataan unsur bentuk teratur dan warna yang harmonis. Disiplin berarti sikap konsekuen dan konsisten dalam menyederhanakan setiap unsur bentuk dalam mendekati bentuk geometris. Braque senang bereksperimen dalam menggunakan berbagai material dan media untuk berkarya seni. Karya-karya Kubismenya yang menggunakan teknik kolase dengan bahan kertas (papier-colle) dan bahan lain, akan membawa ke tahap kubisme sintetik. Braque yang mencoba berbagai media dalam berkarya lukis, juga dia mulai memanfaatkan bahan metal untuk membuat konstruksi tiga dimensional (patung) dengan pendekatan kubistisnya, kita bisa lihat patungnya yang diberi judul Hymen (1939) dan La Tete de Cheval (1946-9), keduanya dari bahan perunggu (bronze). Patung duduk yang tingginya 76 cm (Hymen) dan 40 cm (La Tete) menunjukkan bahwa besar sekali pengaruh patung primitif negro terhadap karya patung Braque.
Yang perlu digarisbawahi di akhir perjalanan Braque adalah bahwa dia adalah sahabat Picasso yang bekerjasama mengembangkan Kubisme dengan kecenderungan subyektivitas individual yang agak berbeda. Braque lebih konsisten menapaki karir Kubismenya, bahkan eksplorasi dan eksploatasimedia dan tekniknya memperlihatkan konsekuensinya dalam ―bermain bentuk‖.
Tokoh Kubisme yang lain:
Juan Gris, George Braque, Fernand Leger, Metzinger
Kubisme sebagai suatu aliran dan gaya seni lukis mendapat sambutan hangat dari para pengikutnya, seperti Juan Gris. Gris yang lebih muda dari Picasso dan Braque tidak mengawali Kubisme dengan serius, sehingga dia agak terlambat. Kemunculan Gris baru bisa diamati mulai tahun 1912. Kubisme Grismengacu pada konsepsi Picasso dan Braque, namun berkesan lebih linier dan berpotensi abstrak. Namun bentuk dan ruang saling menembus dan tertutup.
Seni Gris mengkristalkan sesuatu yang lebih jelas dan terencana. Setiap obyek terbagi dua yaitu secara vertikal dan horisontal, dengan pandangan berbeda pada setiap segmennya. Penggunaan warna berbeda jelas dengan pendahulunya, Picasso dan Braque. Warna Gris lebih deskriptif dan naturalistik. Seorang ahli matematika Maurice Princent, mengatakan bahwa Gris menerapkan teori empat dimensi dalam kebentukan lukisannya. Hal ini menunjukkan bahwa lukisan Kubisme analitiknya bermuatan multi perspektif. Contohnya karya Banjo and Glasses (1912), LHomme au Café (1912), Glasses and Newspaper (1914). Pelukis lain yang beraliran Kubisme adalah Leger dan Metzinger, sedangkan tokoh pematung Kubisme di antaranya: Henry Laurens, Constantin Brancusi, Amedio Modigliani, Archipenko, dan Lipchiz.
Analisis Karya Seni Kubisme
Tentang Tema Karya Seni
Tema seni Kubisme cenderung mengungkapkan alam benda, manusia, dan lingkungannya. Tema-tema ini diolah oleh setiap seniman dengan perbedaan visi. Ada seniman yang mengungkapkannya melalui warna, bentuk, garis, dan komposisi keseluruhan.
Pengaruh lingkungan kehidupan sosial, sebelum dan sesudah perang dunia akan terasa pada obyek dan komposisi lukisan Kubisme. Obyek yang merepresentasikan kegelisahan dan penuh simbolis banyak diungkapkan para seniman sebelum perang. Suasana kekacauan kemasyarakatan, ketatanegaraan juga tidak lepas dari perhatian seniman. Ketidaksetujuan seniman terhadap kekejaman dan kekerasan perang muncul pula ke permukaan kanvas sebagai tema pilihannya. Sebagai salah satu contohnya Guernica.
Tema pemain musik dan alat musik banyak diungkapkan oleh para seniman dengan pendekatan kubistis. Obyek dipecah menjadi faset-faset geometris, namun kekhasan karakternya tetap dipelihara, sehingga tema tetap dapat dibaca oleh para pengamat. Penari, Pemain Balet, Pemain Sirkus juga dilukiskan oleh para seniman , terutama pada tahap awal Kubisme. Pada tahap Kubisme Sintetik tema yang diungkapkan sangat sulit diinterpretasi, karena obyek sudah tidak dikenali satu persatu. Yang pada awalnya obyek diuraikan (dianalisis), akhirnya menuju proses abstraksi yang lebih kental,, ditarik pada suatu sintesa, obyek sepertinya dikumpulkan pada suatu tempat, dan bertumpuk, saling menumpang dan terkadang bertransparansi. Kubisme Sintetik pada akhirnya mengarah pada abstrak formalis, seperti karya Braque dan Griss, dengan tema yang tidak mengacu pada obyek.
Tentang Estetika Kubisme
Estetika Kubisme berawal dari pendekatan Impresionisme yang memandang bahwa kebenaran alam tidak sama dengan kebenaran seni. Alam menjadi inspirasi dalam melahirkan konsep kebentukan yang geometris. Intelektual Kubisme menuntun intuisi dalam menggubah kenyataan alam. Alam atau obyek diungkapkan melalui bentuk-bentuk geometris, seperti balok, silinder, limas, kerucut,, dan lain-lain, dalam suatu kesatuan komposisi yang mempertimbangkan unsur-unsur estetik.
Penggunaan bidang, bentuk, dan garis dalam mengurai obyek/benda memiliki peranan yang sangat penting. Bahkan deformasi obyek atau benda alam didasari bentuk-bentuk geometris. Kubisme sangat konsisten dalam menggarap satu format lukisan dengan proses geometrisasi, baik obyek maupun latar belakang. Sehingga satu format lukisan tampak seperti tak memiliki obyek. Tumpukan bentuk atau obyek seakan menekan atmosfir dari berbagai sudut pandang. Tetapi itulah konsep space (ruang) yang diciptakan kaum Kubisme. Warna benar-benar dipertimbangkan secara rasional, dengan penekanan pada keselarasan, baik antar obyek maupun dengan latar. Perkembangan estetika Kubisme berlanjut dengan rekayasa teknik dalam berkarya seperti yang dikembangkan Picasso dan Braque, yaitu papier-colle.
Tentang Teknik Berkarya Seni
Teknik melukis dengan menempelkan benda-benda, atau serpihan dan lembaran kertas ini menciptakan estetika baru. Permainan susunan bentuk geometris dari berbagai benda ini didorong oleh ide kreatif para seniman. Pengolahan bentuk adalah aktivitas artistik utama kaum Kubisme. Teknik adalah alat dan cara melayani ide kebentukannya. Pengembangan bentuk dan teknik dalam berkarya memungkinkan munculnya lukisan bertekstur (seperti relief), assembladge, dan patung Kubisme dengan aneka media (misalnya logam).
Gerakan Kubisme pada dasarnya merupakan pengembangan ide garapan Impresionisme dalam mewujudkan kebenaran alam. Seurat (1859-1891) yang mencoba teknik divisionisme dalam konsep Impresionisme memperlihatkan tentang pendekatannya yang sangat rasional. Konsepsi Seurat sebenarnya sudah berbeda dengan Impresionisme jika ditinjau dari segi gaya ungkapan visual. Tetapi masih tetap merepresentasikan alam secara obyektif. Kebenaran alam yang ditampilkan Seurat dalam kebenaran seni masih menunjukkan kesamaan. Berbeda dengan Cezanne yang sudah mulai memandang alam bukan sebagai obyek yang ditirunya. Cezanne mengubah dan mendeformasi alam melalui proses geometrisasi dengan teknik garis blabar dan tegas, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk baru dari alam.
Patung Negro Afrika memberikan ilham kebentukan pada seniman modern Eropa (misalnya Pablo Picasso). Hal ini merupakan transposisi penalaran seni patung primitif dalam komposisi bentuk geometris.
Karya seni Kubisme didasari oleh pertimbangan rasional yaitu dengan menganalisis bentuk (sosok) alam menjadi struktur geometris (kubus, silinder,, limas, dsb.).
Dalam perkembangan aliran Kubisme, terdapat tiga tahap yaitu:
a. Tahap awal (bisa dinamakan tahap pembentukan) yang dipelopori Pablo Picasso (1909-1912).
b. Tahap analitik yang dipelopori Juan Griss (1909-1912).
c. Tahap sintetik yang dipelopori Leger (1913-1914).
Tahap awal ialah proses pembentukan gaya Kubisme yang ditandai adanya deformasi bentuk alam menjadi bentuk geometris, dan penerapan konsep kebentukan patung primitif pada bidang dua dimensional. Tanda-tanda lukisan Kubisme tahap awal dapat kita pelajari dari karya Picasso, Les Demoiselles dAvignon dan karya Braque, Grand Nu.
Tahap analitik adalah perkembangan lanjut Kubisme yang memperlihatkan tanda-tanda adanya analisis terhadap benda/sosok/bentuk alam menjadi susunan bentuk-bentuk geometris. Pada lukisan ini sudah tak tampak kesan cahaya dan perspektif. Karya Kubisme analitik dikembangkan dari teori simultanitas (multi perspektivis). Juan Griss dianggap mempelopori analisis bentuk. Contoh: lukisan berjudul Tea Time karya Metzinger, memperlihatkan lukisan cangkir yang separuh terlihat dari samping persis, dan separuh agak dari atas, mukanya sekali waktu terasa seperti terlihat dari samping dan di kali lain seperti dari depan dalam bentuk yang kompleks. Karya Picasso, Laki-laki dan Viol sebagai pernyataan ruang dan waktu. Karya Braque, Laki-laki dan Gitar sebagai dimensi empat dalam lukisan (perspektif tak digunakan).
Tahap sintetik adalah kecenderungan Kubisme yang memperlihatkan adanya usaha melepas bentuk menjadi bagian-bagian yang secara simultan diungkapkan dan tampil seprti terpotong-potong. Susunan obyek lukisdan seperti tumpang-menumpang dan transparan, sehingga membentuk obyek yang dilukiskannya. Contoh: Piring Buah dan Jendela Terbuka karya Juan Griss; Tiga Pemain Musik, Picasso; The City, Leger.
Ada beberapa buku yang menganalisis perkembangan Kubisme dalam tiga tahap yang dimulai tahap analitik, hermeutik, dan sintetik. Tahap hermeutik sebenarnya mengacu pada kecenderungan komposisi dan pemanfaatan ruang dalam bidang lukisan. Hermeutik menunjukkan bahwa bidang lukisan Kubisme menggambarkan kepadatan dan ketertutupan ruang. Bidang, bentuk, dan warna meliputi seluruh format lukisan, antara obyek dan latar berpadu, sehingga ada kesan bahwa ruang sangat rapat.
Pada Kubisme analitik dan sintetik juga terdapat aspek hermeutik dalam pemanfaatan ruang. Buku yang lain ada yang menambahkan tahap heroik. Tahap heroik ditujukan pada waktu tertentu, ada kecenderungan lukisan Kubisme yang memperlihatkan sifat-sifat heroik. Hal ini dipengaruhi suasana sosial-politik pada masa tersebut, misalnya peperangan.
Patut kita cermati bahwa pelukis Kubisme, yang dipelopori Picasso, sebagai seorang maestro seni lukis dunia terlahir dengan sepenuh jiwa dalam berkarya seni rupa. Kecintaannya terhadap dunia seni rupa membuahkan hasil yang gemilang,, yaitu kreativitas seni. Berkarya baginya tidak hanya berekspresi (mengungkapkan perasaan) tetapi juga berpikir - mempertimbangkan komposisi dan ide kebentukan – secara rasional (intelektual).
Dalam mengembangkan dunia kesenirupaannya, Picasso selalu menggali hal-hal baru, di antaranya dia mengambil ide kebentukan dari dunia primitif (patung Negro Afrika) . Yang primitif baginya, memberikan inspirasi bagi perwujudan sebuah karya seni.
Dengan memepelajari sejarah seni rupa Barat, khususnya tentang Kubisme Picasso, diharapkan tidak hanya sebagai pengetahuan, tetapi harus menjadi spirit baru dalam mendorong jiwa kita untuk selalu konsekuen dalam berkesenian dengan menggali akar budaya tradisi bangsa kita.
Pablo Picasso
  1. Futurisme
Seni lukis futurisme adalah bagaimana menangkap unsur gerak dan kecepatan dalam lukisan. Aliran futurisme juga mendukung perkembangan tipografi sebagai unsur ekspresi dalam desain. Latar belakang dimulainya pada tahun 1909.
Gerakan pada salah satu macam jenis lukis ini terinspirasi dari kehidupan yang berubah menjadi moderen berkat teknologi mesin yang menghasilkan unsur gerak dan kecepatan sebagai unsur yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia di abad ke-20.
Aliran Futurisme tergolong sebagai suatu aliran seni lukis modern yang termasuk langka. Ungkapan seni Futurisme didasari bukan oleh sekedar ketidakpuasan dari warisan seni yang ada, dan menciptakan idiom baru, tetapi merupakan ekspresi dan reaksi awal terhadap perkembangan teknologi dan industri.
Futurisme pertama kali dikumandangkan oleh seorang sastrawan Italia, Filippo Tommaso Marinetti (1876-1944) pada tahun 1909. Dalam manifestonya ia menyatakan , bahwa bangsa Italia telah memasuki babak modern laksana ―mobil berkecepatan tinggi‖. Dalam berekspresi seni, ia mengharapkan bahwa: ―seni dapat melupakan masa lampau dan menyongsong kecepatan dan energi mekanik. Pernyataannya berlanjut: bahwa keindahan baru menambah semaraknya dunia; keindahan gerak, lajunya mobil, yang dihiasi oleh pipa-pipa besar menyerupai ular dengan desir napasnya, gaung mesin mobil tampak seperti luncuran peluru senapan, lebih indah daripada Winged Victory of Samothrace (patung Helenistis yang terkenal pada zaman Lauore). Kami ingin memuliakan perang – Dunia itu suci-militerisme, patriotisme, aksi penghancuran anarki, keindahan ide yang mematikan dan merendahkan wanita. Kami ingin menghancurkan musium, perpustakaan dan semua jenis bidang akademik, dan membuat perang bermoral, feminimistis pada setiap kesempatandan berperilaku luhur. Kami harus menyuarakan kesenangan kerja, kesenangan aneka warna, suara-suara yang menyerukan revolusi dalam kapitalisme modern. Kami harus menyuarakan keaktifan,, bisa memberikan kekuatan dan tempat, ruang dengan sinar bulan, tempat orang-orang lapar yang memanfaatkan kebolehannya… mesin besar yang mencabik tanah dengan relnya seperti kuda-kuda baja dengan tub-nya, dan cahaya lembut pesawat, sayap-sayapnya melayang di angkasa seperti bendera dan tampak bertepuk menyerupai kerumunan yang antusias. Secara keseluruhan kami mendapatkan pengaruh dari Italia dan dimaksudkan untuk kejahatan , yang kita kenal sekarang sebagai aliran Futurisme, karena kami ingin membebaskan diri dari pengaruh profesor, ahli arkeologi dan studi‖ (Lynton dalam Stangos,ed, 1994:98).
Banyak persamaan kata-kata dalam manifesto Kepada seniman Itali muda, yang disusun langsung di bawah pimpinan Marinetti dengan tiga pelukis: Umberto Boccioni (1882-1916), Luigi Russolo (1885-1947) dan Carlo Carra (1881-1966). Teknik menggambar baru sebagai wujud manifesto Boccioni diterbitkan pada bulan April 1910 berbunyi : ―Semua benda bergerak, berjalan, dan berputar dengan cepat. Lukisan tak pernah ajeg, tapi selalu muncul dan tenggelam silih berganti. Melalui persepsi mata, bergeraknya benda selalu bertambah dan berlipat ganda susul-menyusul seperti getaran runag yang terlewati. Karena kuda yang berpacu bukan punya kaki empat tapi duapuluh dan geraknya segi tiga.
Jika ditelaah setiap manifesto kaum futuris merupakan ungkapan kebebasan berpikir dan berekspresi seni sebagai akibat modernisasi budaya di segala bidang, khususnya dampak perkembangan teknologi. Modernisasi di kawasan ini diartikan sebagai wujud teknologi dan permesinan, serta dianggap lebih indah dari kemenangan Samothrace. Ungkapan artistik melalui karya rupa yang dilakukan oleh Marinetti , secara keseluruhan menggambarkan dinamika kecepatan , gerak, sekaligus citra kehidupan moderen. Demikian pula dengan pemujaan atas ―kekerasan‖, penerabasan, peperangan, dan sifat merusak, serta teknologi menjadi bahan berungkap rupa utama. Futurisme amat berpengaruh pada dunia gagas di Eropa pada tahun 1930-an. Hal yang perlu dicatat, bahwa Gino Severini melakukan penggabungan selaras antara Futurisme dengan Kubisme pada beberapa karya rupa. Bersama kelompok avantgarde di Perancis, Severini dan Amodie Ozenfant, menolak hadirnya dinamisme sebagai sempalan Futurisme. Severini lebih cenderung menekankan citra permesinan, kedayagunaan, gagas diam, kerincian, dan keselarasan pada ungkapan rupa. Pada tahun 1917 Severini menyatakan bahwa mesin hakikatnya sama sebangun dengan membuat karya seni.
Konsep Seni Futurisme
Gerakan revolusi Futurisme diproklamirkan pada tahun 1909 oleh seorang penulis dan penyair Italia, Filippo Tommaso Marinetti. Futurisme adalah sebuah pergerakan seni murni Italia dan sebuah pergerakan kebudayaan pertama dalam abad ke-20 ini, yang diperkenalkan secara langsung kepada masyarakat luas. Bermula dari konsep dalam pergerakan sastra, kemudian merasuk ke dalam bidang kesenian seperti: seni lukis, seni patung, seni musik, desain dan arsitektur. Futurisme ini muncul dari situasi yang ditimbulkan akibat perang dunia ke-1, dengan tujuan meninggalkan kenangan pahit, nostalgia, pesimistis, kemudian melepaskan materi-materi , elemen-elemen dan nilai - nilai lama.
Nilai-nilai dari kaum Futuris, dimaksudkan untuk mengiringi dan mengimbangi pergeseran kebudayaan, kekuatan dinamis pasar yang luas, era permesinan, dan komunikasi global yang menurut argumentasi mereka tengah mengubah alam realitas dari kebudayaan dunia.
Maka khayalan-khayalan kaum Futuris memakai pola-pola geometris untuk mewakili arah gerak dan makna dari pergerakan itu sendiri. Para seniman Futurisme biasanya memanfaatkan hari-hari petang (sisa hari) untuk berkumpul menuliskan manifesto-manifesto, puisi dan musik. Sikap agresif dan perilaku yang individualistis dari kaum Futuris ini, lambat laun dimanfaatkan untuk menyebarkan faham Fasisme. Salah seorang Futuris mempublikasikannya dalam surat kabar Perancis, ―le Figaro‖ bertanggal 20 Pebruari 1909, dengan membuat percampuran atau perpaduan yang tidak mudah di dalam memenuhi kepentingan nasionalisme Italia, kemiliteran, dan kepercayaan baru terhadap mesin yang selanjutnya dijelmakan dalam produk mobil dan pesawat terbang.
Sebelum perang dunia ke-2, pergerakan para Futuris Italia yaitu yang mengantisipasi kemungkinan terjadinya kendala-kendala seni pada kehidupan sehari-hari, melalui penyerapan dan penggambaran kualitas mekanisasi dan kecepatan, seperti yang telah dibahas oleh Banham dalam bukunya ―Theory and Design in the First Machine Age‖. Pada era ini telah mengilhami pelukis Futuris, penyair dan arsitek di antaranya : Filippo Tommaso Marinetti, Giacomo Balla,, Gino severini, Fortunato Depero, Carra, dan Antonio Sant‘Elia untuk menciptakan sebuah karya yang mencerminkan dunia mereka. Itu semua meruupakan semangat baru yang mereka junjung tinggi dalam sebuah kelompok yang membawanya kepada politik Fasis. Ketika ketergantungan akan keterlibatan emosi dengan gaya hidup kemoderenan dan kebaruan di lingkungan masyarakat menyeruak. Benedotte Croce menerangkan di tahun 1924, bahwa : Muasal ideologi fasis dapat ditemukan di dalam Futurisme, dalam kebulatan tekad untuk turun ke jalan, untuk memaksakan pendapat mereka, untuk tidak takut akan kerusuhan, serta untuk meninggalkan semua yang berhubungan dengan tradisi.
Falsafah yang dipakai oleh kaum Futuris, hampir sebagian besar diambil dari latarbelakang sejarah kemunculan Moderenisme.
Konsep karya Futurisme didasari pemikiran bahwa energi alam harus ditampilkan di dalam karya seni sebagai sensasi dinamis yang dapat memecahkan suatu kesatuan realitas. Ia menjadi sesuatu yang baru dengan melalui penggunaan gerak dan cahaya. Ciri-cirinya adalah keterbatasan dijadikan gaya yang dinamis, penerapan kolase atau bentuk-bentuk Kubis dalam tipografi. Futurisme mendorong perubahan dalam bentuk tipografi puisi. Hal ini menantang ketradisian dari halaman cetak media massa, dan peramalan untuk merangkaikan informasi pada poster. Bentuk elemen dan kolase banyak digunakan dalam cara-cara dinamis guna menciptakan gambar-gambar.
Marinetti beserta Ardengo Soffici menelurkan karya puisi-puisi nyata dan sajak-sajak berpola, kemudian maknanya dicetuskan dan diungkapkan dengan penggunaan tipografi dan layout yang tidak konvensional, baik dalam tradisi layot vertikal maupun horizontal. Komponen-komponen formal dan ideologis pembentuk Futurisme dipakai dalam karya grafis Fortunato Depero, Lucia Venna dan Nicolay Diulgheroff, sepanjang dekade 1920-an hingga 1930-an, yang mengiringi segala kegiatan kaum Futuris. Aliran ini juga diungkapkan dalam periklanan. Pada tahun 1928 terdapat sebuah paviliun yang merepresentasikan poster Futuristik dalam pameran ―Esposizione del Decenale della Vittoria” (The Decennial National Expo of Victory) di Turin Italia. Esensi dari Futurisme adalah ekspresi urban (kota). Melalui faktor-faktor tertentu, antonio Sant‘Elia, seorang arsitek Italia terkemuka pada tahun 1914, bergabung dalam pergerakan kaum Futuris, mengembangkan paham tersebut sehingga berhasil memperoleh penghargaan akademis. Di dalam penggambarannya mengenai ―Kota baru‖ yang dipamerkan di Milan pada tahun 1914, dan dalam kertas kerjanya : ―Manifesto of Futurist Architecture‖, Sant‘Elia mengajukan alternatif gaya asrsitektur yang masif, padat, dengan garis-garis dinamis, lurus, eliptikal serta elemen dekoratifnya yang bukan merupakan pengulangan dekorasi masa lalu, yang mustahil diterapkan di masa itu. Tetapi ia berhasil dari penggunaan dan penyusunan materialnya yang dibiarkan mentah, tak diolah, bahkan diwarnai secara mengerikan. Pada akhirnya, elemen-elemennyapun harus dapat dipertukarkan. Bidang arsitekturnya juga mengekspresikan Dinamisme dari Futuristik. Sant‘Elia meninggal tahun 1916, tetapi karya manifestonya diakui oleh para anggota de Stijl pada tahun 1917.
Tema Seni Futurisme
Di samping itu, tema utama manifesto Futurisme adalah ―dinamisme universal‖. Manifestasi dari segala sesuatun yang bersifat material dihancurkan oleh permainan cahaya dan gerakan. Obyek-obyek yang dalam keadaan bergerak digambarkan secara berlebihan. Futurisme bertolak dari sensai optik, dengan pencarian inspirasi melalui lingkungan teknologis dan kehebatan eksistensi mesin-mesin. Dalam peradaban moderen, Futurisme menemukan dinamisme dari sensasi-sensasi gerakan, kecepatan dan kesamaaan waktu sebagai modernitas baru. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk sebagai wadah dalam mengekspresikan pengalaman perasaan yang digambarkan sebagai sensasi dinamis yang terpadu. Pernyataan dalam salah satu katalog pamerannya adalah :
“Pelukis harus mengekspresikan juga sesuatu yang tidak nampak namun ada dan berputar di belakang obyek diam; sesungguhnya sesuatu yang tidak nampak namun ada di sebelah kiri, di sebelah kanan dan di belakang, tidak hanya merupakan satu kotak kecil kehidupan yang dikemas secara artifisial seperti dalam sebuah panggung”.
Aspek gerakan menurut Futurisme terbagi atas dua bagian, yaitu :
1) Gerakan absolut: Garis-garis dinamis yang menunjukkan suatu obyek dapat dipecah-pecah menurut tendensi tertentu. Tendensi terhadap gerakan dapat diwujudkan dengan bentuk-bentuk abstrak yang dinamis.
2) Gerakan relatif :
Gerakan yang sebenarnya terjadi pada suatu obyek. Seekor kuda yang bergerak, bila digambarkan bukanlah kuda dalam keadaan istirahat tetapi kuda dalam keadaan bergerak , misalnya harus diberi dua puluh kaki.
Pada saat itu fotografer mengilustrasikan gerakan dengan memperlihatkan fase tiap gerakan sehingga membentuk suatu gambar sintesis yang menunjukkan fase-fase yang berjajar. Pengaruh teknik fotografer ini tidak boleh diabaikan. Sehingga dalam lukisan Futurisme memperlihatkan penggabungan diagram-diagram gerakan yang terdiri atas gerakan-gerakn absolut dan gerakan sebenarnya (relatif) dari suatu obyek di dalam lingkungannya, dengan rumusan Futuris : Lingkungan + Obyek. Sebagai contoh, untuk penggambaran seorang wanita di jendela, sang pelukis harus memasukkan unsur-unsur  : suara di jalanan , bisingnya kendaraan yang melintas, keramaian kehidupan yang dapat terlihat dari jendela itu dan asosiasi yang dibawa dalam pikiran si wanita; dengan kata lain : Lukisan adalah rumusan artistik yang arus merekam kompleksnya realitas‖. Untuk melukiskan kesamaan waktu dari suatu sensasi yang kompleks dengan cara sintesis dalam mengungkapkan dinamisme universal, kaum Futuris mengadopsi penemuan Kubisme. Kemudian mengkombinasikan ke dalam suatu bentuk utuh yang baru, yaitu lukisan Futurisme, yang memperlihatkan bentuk-bentuk realitas yang berbeda, yang dekat dan yang jauh, benda-benda yang terlihat dan terasakan, saling menembus, dan digambarkan dalam waktu yang sama. Dalam mengungkapkan gaya Futurisme, Carlo Carra tertarik pada bentuk-bentuk yang kaku; Umberto Boccioni menaruh perhatian pada kandungan intelektual ; sedangkan Gino Severini menaruh perhatian pada nilai-nilai dekoratif.
Tokoh-tokoh Seniman Futurisme
Fortunato Depero -- Seorang eksponen Futurisme, yang mengkonsentrasikan diri pada seni lukis dan puisi. Meskipun begitu, seperti umumnya para kolega-koleganya, ia pun melanglang ke dunia grafis, baik dalam majalah-majalah ataupun buku-buku yang diproduksi untuk mempromosikan Futurisme, atau dalam aktivitas komersilnya dalam mencari nafkah. Ia menjalani kehidupan, walaupun hanya sebentar tetapi sangat penting, bahwa pada periode saat hidup di New York (1929-1931), sebuah kota yang sangat dipuja oleh kaum Futuris, karena merepresentasikan kepada mereka intensitas dari kehidupan metropolitan yang mereka pikirkan dalam manifesto-manifestonya. Di New York, ia mengelola periklanan bagi banyak perusahaan. Ia melahirkan karya-karya yang memperjelas pengaruh Futurisme. Depero juga membuat ilustrasi bagi majalah Vogue dan The New Yorker dalam beragam publikasi. Selain periklanan, ia juga merancang perangkat teater untuk Diaghilevs Balllets Russes pada tahun 1916. Untuk mengenang kehadirannya, maka dibangun museum untuknya di Rovereto Italia.
Lucio Venna -- Lahir di Vinice, ia pindah ke Florence pada tahun 1912. Ia bekerja dengan ilustrator Emilio Notte, dan bertemu dengan pencetus Futurisme Filippo Marinetti dan Umberto Boccioni. Pada tahun 1917, ia dan Emilio Notte membuat buku :‖Fundamento Lineare Geometrico‖ (The Basic Linear Geometrics) di Italia Futurista. Pada tahun 1922, ia lebih banyak melukis untuk mempertinggi eksklusivitas dari grafis terapan dan mendirikan studio Venna-Innocenti yang bekerja sama dengan Innocenti Publishing House hingga tahun 1928. Karya-karya desainnya meliputi cover-cover ―Grand Sport‖ (1930-1932), periklanan untuk Debenham & Freebody, London, dan bekerja sama sebagai direktur artistik dari Scena Illustrata.
Nocolay Diuldheroff -- Lahir di Kyustendil, Bulgaria, ayahnya seorang tipografer. Ia belajar di Viennas School of Arts and Crafts (1920-1921), The New School of Art di Dresden (1922) dan menghabiskan beberapa bulan di Johannes Itten, Bauhaus. Ia pindah ke Turin pada tahun 1926 untuk mempelajari arsitektur, tetapi kemudian lebih tertarik bekerja sebagai desainer secara lebih intensif. Ia membuat lampu-lampu, keramik, dan kaca, selain juga bekerja dalam periklanan untuk Cinzano, Unica dan Campari. Ia mengambil bagian dalam paviliun yang mempromosikan Futurisme dalam Turin International Exhibition pada tahun 1929. Pada tahun yang sama penguasaan Futurisme-nya dalam grafis dipamerkan di Turin dalam jangka waktu yang lama, melalui Arturo Tucci Publishing Agent. Pada pertengahan tahun 1930 ia kemudian lebih menyibukkan diri ke dalam proyek-proyek arsitektur.
Filippo Tommaso Marinetti -- Seorang penyair yang lahir di Mesir tahun 1876, merupakan tokoh utama yang memunculkan Futurisme. Ia mengumandangkan: “Menyerang masa lampau, dan menjunjung tinggi kehidupan masa kini yang telah diubah secara nyata oleh ilmu pengetahuan dan teknologi moderen.‖
Carlo Carra (1881-1966) -- Pelukis studio yang pernah menyaksikan karya-karya Gauguin, Cezanne, Turner dan Constable. Dia merupakan pendukung tradisi Italia dan pernah belajar melukis pada Giotto. Pada tahun 1917 mengembangkan Pittura Metafisika.
Gino Severini (1883-1966) -- Seniman yang memiliki perhatian besar terhadap cahaya dan Kubisme, serta juga pernah belajar tentang teori warna dari Impresionisme Seurat.



Filippo Tommaso Marinetti


  1. Dadaisme

Aliran dadaisme merupakan pemberontak konsep dari konsep aliran sebelumya. Aliran ini mempunyai sikap memerdekakan diri dari hukum-hukum seni yang telah berlaku. Ciri aliran ini sinis, nihil dan berusaha melenyapkan ilusi. Aliran ini dilatarbelakangi oleh perang dunia pertama yang tak kunjung berhenti. Perang yang tak kunjung padam memberi kesan hilangnya nilai sosial dari nilai estetika di muka bumi, sehingga pandangan dadaisme tidak ada estetika dalam karya seni.
Dasar Perkembangan
Pada awal perkembangannya, Dada merupakan dasar sastra, dan medan kebentukan sebagai produksi yang nyata. Sebenarnya pernyataan merek asendiri menentang seni rupa dan puisi (syair). Dalam karyanya mereka mencoba menertawakan kenyataan yang ada, antara seniman dan sosial. Misalnya dalam kenyataan perang: manusia mengubur manusia. Kebenaran dinilai sebagai perbuatan yang berani dan perilaku dalam proses insdustrialisasi serta koruptor yang lahir karena kerakusan dan nafsu. Kritik sosial seperti ini sangat lugas diungkapkan oleh mereka.
Myers (1980) mengungkapkan bahwa karya dapat dikatakan sebagai ungkapan nyata dari perasaan nihilistik. Perhatikan misalnya karya Monalisa, atau Faountain nya Marchel Duchamp. Memang kritik visual kaum Dada seperti ini akan menggelisahkan dan sekaligus menggelikan masyarakat. Dalam kekaryaan itu mereka menolak seni baik seni rupa maupun musik, namun kegiatan yang dilakukan Dada mereka namakan sendiri sebagai suatu permainan. Dada baru diterima masyarakat sekitar tahun 1920, karena berbicara banyak tentang sesuatu yang masuk akal.
Kelahiran Dada
Pada tahun 1916, sekitar bulan Pebruari, ketika Perang Dunia I sedang berkecamuk, berkumpullah para penyair dan perupa di sebuah tempat yang bernama Cabaret Voltaire, Zurich. Mereka di antaranya : Tristan Tzara (penyair dari Rumania), Hugo Ball dan Richard Hulsenbeck (penulis dari Jerman), serta pematung dari Perancis, Hans Arp. Dengan sikap humoristik dan konvensional mereka mendirikan kelompok internasional yang diberi nama DADA. Nama ini menurut Soedarso Sp, diambil begitu saja dari sebuah kamus Jerman - Perancis yang kebetulan berarti bahasa anak-anak untuk menyebutkan kedamaian (Soedarso Sp, 1990:115). Sementara itu RA Murianto dalam bukunya Tinjauan Seni, mengartikan Dada yang berasal dari bahasa Perancis itu sebagai mainan anak-anak berbentuk kuda-kudaan (RA Murianto, 1984:78). Dari dunia pendapat tentang arti kata Dada itu, menunjukkan sikap nihilistik mereka. Bisa dikatakan pula bahwa mereka ini termasuk kelompok Golput. Esensi sikap nihilistik itu sebenarnya ingin menolak semua hukum -hukum seni dan keindahan yang ada dan yang sudah mapan. Sikap nihilistik itu juga sebagai bentuk pengejewantahan protes terhadap nilai-nilai sosial yang makin menjadi tidak menentu, karena akibat perang dunia. Dasar perkumpulan orang Dada bukanlah sesuatu program (yang direncanakan). Melainkan karena persamaan nasib dalam melihat pranata sosial yang kian runyam. Jika akan melacak orang yang pertama kali melambungkan istilah Dada sebagai suatu mazhab kesenian, akan sulit menemukannya. Tapi yang jelas, suatu kata tanpa arti menjadi fenomena penjelasan bagi suatu gerakan internasional (Rita Widagdo, 1982:27).
Sikap yang humoristik dan konvensional kaum Dada menyajikan sindiran terhadap realita sosial waktu itu. Dari nama Dada, yang berarti ―kuda mainan merupakan perwujudan dari sikap yang seakan menolak hukum seni, dan isinya sebagai protes terhadap nilai-nilai sosial yang semakin hancur.
Ciri Khas Dadaisme
Ciri khas karya seni Dadaisme ialah bagaimana penggunaan teknik dan cara menyatakan ekspresi yang serba nonkonvensional sehingga tampak aneh. Teori Dada ialah apabila dunia ini selama 300 tahun tidak bisa merencanakan perkembangannya, bagi seorang artis tidak mungkin pura-pura menemukan arti dalam kekacauan ini. Dada menolak setiap kode moral, sosial maupun estetik.
Pandangan estetik Dada ialah tidak ada estetika. Sikap kemuakan terhadap keadaan dunia, karena perang, karena kekacauan (pandangan Die Neue Sachlichkeit). Para seniman yang termasuk aliran ini antara lain : Max Ernst, Marchel Duchamp dan Schwitters.
Karya seni Dadaisme
Hans Arp membuat lukian dan relief yang mencerminkan suasana Zurich. Ketika itu dia mengkonsentrasikan dirinya pada bentuk-bentuk sederhana, abstrak, dan primitif. Karya pertama Arp ini belum menunjukkan kecenderungan munculnya Dada. Sikap Dada yang pertama kali muncul ketika Arp mengikutsertakan faktor kebetulan dalam proses berkarya (Britt, 1989:211).
Melalui eksperimen yang ditekuni selama bertahun-tahun dan di sana-sini ditingkahi dengan eksperimen yang tak terduga, akhirnya Arp menemukan kebebasan sejati. Salah satu contohnya ketika sebuah gambar yang gagal, disobek. Lalu dibiarkan berserakan di lantai. Tiba-tiba Arp terkejut sekaligus gembira atas sobekan-sobekan gambar itu. Dia pun berteriak ―Eureka‖. Dia menemukan gambaran suatu ekspresi yang telah lama dicarinya. Sobekan—sobekan kertas itu lalu direkatkan dengan penuh ketelitian sebagaimana jatuhnya. Sejak itu Arp berulangkali menggunakan elemen-elemen yang didapatnya secara kebetulan. Contoh lainnya yang sangat menarik dalam rangka eksperimen Arp adalah ketika dia menjatuhkan tali temali ke lantai dengan ketinggian yang variatif. Dia melakukan itu untuk merangsang ide dari tali—tali yang jatuh sehingga membentuuk garis-garis yang ekspresif. Beberapa seniman Dada menggunakan cara ―kebetulan‖ itu hanya dengan sisa-sisa bahan apapun yang ditemui, yang tidak disusun secara sengaja di bawah matra komposisi atau ide gambar yang komprehensif seperti pada kubisme. Begitu perang dunia usai, gerakan Dada di Zurich berhenti dan lenyap. Arp kembali ke sungai Rhein dan membentuk kelompok Dada bersama Max Ernst dan Johan Baargeld pada tahun 1909. Di Paris pada tahun yang sama seniman—seniman seperti Tzara, Jaques Vade, Andre Beton, Jean Crotti mengibarkan gerakan Dada. Selanjutnya sejak Armory Show 1913, ide-ide Dada berkibar di New York.
Pada bagian lain, fenomena yang terjadi di Zurich, Paris, Jerman dan Amerrika sedang dilanda krisis jati diri sehingga sangat menunjang munculnya pikiran-pikiran khas yang salah satunya dimanfaatkan dan dimanifestasikan sebagai Dadaisme.
Untuk dapat melacak lebih jauh perihal karya seniman Dada maka tidaklah berlebihan kita mengetengahkan motor penggerak Dada yaitu Marchel Duchamp. Dia belajar di Akademi Julian sebagai pelukis muda yang berkiblat pada Kubisme, kemudian dia mengarah pada beberapa masalah Futurisme. Pada tahun 1912 dia mengirim lukisan ukiran 145 x 85 cm ke Armony Show di New York. Berkat lukisan yang berjudul ―nude decending a straicase itu, namanya menjadi terkenal.
Kalau menyimak lukisan Duchamp tersebut, dia hemat menggunakan warna. Terkesan menahan diri. Dia bergerak di antara warna oker, coklat dan hijau. Warna-warna tersebut menegaskan bentuk figur, di mana ada figur yang berdiri sambil menghadap ke depan, samping dan belakang. Dari melihat figur tersebut kita seakan tersadarkan bahwa sebenarnya figur itu hanya satu, tetapi seakan bertumpuk tanpa ―space‖.
Setahun kemudian, tahun 1913, di tempat yang sama (Armony Show), Duchamp membuat karya yang kemudian dianggap sebagai pelopor bagi karya yang kelak membedakan secara tegas aliran yang dianut oleh Duchamp. Pada karya Dada ini, ia merangkai roda depan sebuah sepeda tua yang dipasangkan pada bangku dapur. Dia menancapkan pokok roda sepeda tua tersebut pada lubang di tengah bangku (dingklik) tanpa tambahan sekrup apa pun. Untuk karya yang diberi judul Bicycle Whell (1913) ini, dia tidak memilih bahan-bahan instan untuk kemudian diubah dengan alasan-alasan estetik seperti terjadi pada kubisme. Duchamp tidak memakai bagian-bagian sepeda karena senang dengan bentuk-bentuk teknis. Tetapi sebaliknya, dia juga tidak ingin mengasingkan benda pakai tersebut bila suatu benda terlepas dari kaitannya dengan lingkungan sehari-hari. Hal itu terlihat dengan jelas ketika Duchamp melepaskan segala penambahan apa pun. Misalnya ketika ia membeli suatu alas pengering botol (1914) yang kemudian dibaptis sebagai karya seni. Pengering botol itu dipamerkan tanpa alas/dasar. Karena menurutnya, alas dasar itu seolah-olah memisahkan obyek dari lingkungan sekelilingnya. Dalam konteks ini, Duchamp ingin menekankan pada kehadiran obyek an sich, sebagai pengganti karya seni karena obyek nyata itu diletakkan sebelah menyebelah dengan karya seni. Dengan demikian benda di dalam lingkungan yang asing boleh dikatakan mendapat perhatian yang lain, maka cara memecahkan masalahnya pun dengan pendekatan yang lain pula.
Tahun berikutnya, 1915, Duchamp pindah ke New York untuk mengembangkan karirnya. Tahun 1917, Duchamp dengan memakai nama R. Mutt mengirimkan sebuah orinoir pada sebuah pameran yang diberi judul Fountain.
Karya-karya seniman Dada memang cukup sinis. Mereka memaparkan karya seninya mengacu pada konsep yang diyakininya bahwa di dunia ini tidak ada citarasa estetika. Karena dasarnya estetika itu dihasilkan oleh pikiran. Sedangkan kenyataannya di dunia ini sudah mengarah kepada fenomena kekacauan akibat perang dan pertikaian antar umat manusia yang setiap saat bisa kita saksikan di jagad raya ini. Dampak itu semua, menurut mereka, menyebabkan hilangnya keindahan.
Karya-karya kaum Dada memang sinis. Beberapa contoh di bawah ini memperlihatkan hal tersebut :
Sebuah reproduksi lukisan Monalisa yang dibubuhi kumis. Atau anggitan Raoul Hausmann (1919-1920) yang berjudul Mechanical Head. Karya itu merupakan  visualisasi sebuah gambaran kepala manusia dari kayu yang di atasnya dipakukan bermacam-macam barang lain seperti mesin jam, meteran, kotak cerutu, dll.
Selain membuat Monalisa yang dibubuhi kumis, Duchamp juga membuat karya spektakuler untuk ukuran saat itu, yaitu membuat karya ready mades. Di antaranya roda sepeda lengkap dengan porosnya ditusukkan pada sebuah dingklik atau bangku (1913), kemudian dia menginstalasi pengering botol (1914), rak botol (1917). Bahkan yang gila lagi dia mengambil urinoir yang diletakkan di atas patung dan diberinya judul ―fountain‖ (1917). Melalui medium seperti itu, Duchamp secera revolusioner ingin mendemonstrasikan bahwa seni dapat dibuat dari benda-benda keseharian yang paling biasa. Dia melakukan proses kreatif semacam itu untuk membuat sindiran tentang praktek berbudaya dan berkesenian masyarakat golongan menengah yang ternyata adalah masyarakat yang ikut membidangi perang dunia I. Duchamp memanfaatkan sebuah benda jadi, urinal (tempat kencing) yang dipasang terbalik dan ditandatangani dengan nama samaran R. Mutt. Karya tersebut diberi judul Fountain, lalu dikirim untuk sebuah kontes seni bagi masyarakat para artis Independent di New York. Dan sayangnya karya tersebut ditolak oleh pihak penyelenggara. Namun demikian karya tersebut secara ironis justru menjadi tonggak sejarah seni yang significant serta banyak ditulis dalam berbagai buku sejarah seni.
Dalam konteks ini ternyatta bukan keindahan fisik karya itu yang menjadi dasar penilaian. Melainkan cara khas Duchamp yang tidak konvensional yang dianggap punya nilai lebih. Sementara itu Hans Arpp, tokoh yang sekaligus pendiri Dada menciptakan Automatic Drawing dan Tristan Tzara menggabungkan kata-kata tertulis di kartu-kartu menjadi komposisi kata sehingga terciptalah puisi dengan kalimat-kalimat yang dihasilkan dari potongan kata tersebut.
Pengikut Dadaisme di Jerman antara lain: G. Groszdan Franci Picabia yang lukisannya diberi judul Rose des Pentos. Di samping itu dasar gores dengan lukisan berjudul Empereur de La Chine.
                       


Marchel Duchamp
  1.   Surealisme
Latar Belakang
Kebudayaan Yunani banyak berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan dunia. Khususnya dalam bidang kesenirupaan, kaidah-kaidah seni Naturalisme Klasik Yunani mempengaruhi berbagai paham ungkapan seni. Bahkan menjadi pedoman yang dipertahankan berabad-abad oleh para seniman di belahan benua Eropa dan sekitarnya.
Metode berkarya seni dengan menggunakan pendekatan visual-realistis dan imitatif terhadap menghadapi obyek-obyek alam mewarnai nuansa pertentangan setiap tahap perkembangan senirupa. Jika ditelusuri, tentang siapakah yang melahirkan konsep imitasi alam ini tentu tidak akan terlepas ingatan kita pada Plato. Dia adalah tokoh filusuf Yunani yang melontarkan idenya tentang seni adalah tiruan alam.
Pandangan tentang imitasi alam ini lambat laun berubah. Seniman kemudian memandang alam semesta sebagai realitas yang dapat membangkitkan ide penciptaan karya seni rupa yang tak habis-habisnya digali. Ada sebagian seniman yang bersikap terhadap alam sebagaimana adanya, seperti yang terungkap oleh indra penglihatan. Oleh karenanya dia mengambil sikap meniru alam, nyaris tanpa menganalisis.
Pada abad ke-16 pelukis Hyronimus Bosh dari Belanda mengguncang pandangan banyak orang melalui karya-karyanya yang absurd. Lukisan Bosch yang berjudul The garden of Delight misalnya menggemparkan arena seni rupa klasik. Kemudian seniman lain, Pieter Bruegel juga melakukan hal yang serupa, dengan sejumlah lukisannya yang ber-ide sinting, aneh dan sangat mengganggu banyak orang pada waktu itu
 Seperti diketahui bahwa Dadaisme tidak bisa dilepaskan dari Surealisme. Artinya bahwa para seniman Surealisme berkaitan dengan ide-ide serta merupakan wujud berkelanjutan dari ekspresi kaum dada. Di Jerman, Dadaisme diterima secara positif sebagai suatu gerakan baru. Di Perancis, di lain pihak mereka mengikuti sentuhan garis Romantik. Pemikiran Dada di antaranya : akal pikiran, perasaan, tradisional, kehidupan di dunia. Sedangkan Surealisme menggerakkan beberapa pemikiranyang positif dari seniman dan kesusastraan. Apa yang mereka ketahui mengenai logika dan rasional serta spontanitas yang surealistis yang nontradisional. Pandangan Freud dalam hal ini berkembang secara psikologis ke dalam mekanisasi cara kerja seniman.
Manifestasi Estetik dan Perkembangan Surealisme
Manifestasi aliran Surealisme tidak terlihat sampa tahun 1924. Kegiatan yang mengikuti prosedur yang nyata dan konsisten memberikan semangat kekaryaan. Andre Breton, seniman yang sangat giat melukis, dan Philipe Soupault menulis Les Champs Magne Tiques yang berupa satu buku yang berisi gambaran surealistis dan misteri yang indah dari dunia mimpi sebagai konsep baru terhadap masyarakat.
Aliran Surealisme menolak pikiran dan ide baru. Tahun 1924 Breton berdefinisi tentang Surealisme. Meskipun Breton seorang ahli Neorologi yang menemukan rumus untuk pembersihan program Surealisme, tetapi ia mempunyai ide dan gagasan yang dapat memecahkan masalah yang berat yang berintelegensi dan berkomunikasi, yang belum tentu bisa dilakukan oleh semua orang.
Kegiatan antara tahun 1911-1920 merupakan rentang waktu kekaryaan Dadaisme dan Surealisme. Di antara rentang waktu itu, Chirico mendorong Surealisme untuk mengelabui realitas. Chagall antara 1911-1918 menghasilkan pemikiran Surealisme. Baginya, Surealisme adalah pendidikan dan penelitian dalam upaya mencari jati diri. Pekerjaannya di Paris, selama beberapa tahun sebelum perang menunjukkan penggabungan antara yang nyata dengan yang tidak nyata (bentuk eksperimental yang imajiner). Misalnya dalam karya I and My Village menyatakan karakteristik bentuk eksperimental tersebut. Pada karya itu ditemukan imajinasi dalam benak, sambil berjalan, dengan latar belakang laki-laki dan wanita.
Apoillinaire menunjukkan gambar sejenis itu ketika dia menggunakan istilah supranatural, yang berubah dengan cepat ke bentuk surealistis, sering terjadi bentuk-bentuk terkombinasi, irasional, seperti permainan biola, atau bentuk-bentuk irasional yang tidak terkombinasi. Dengan orang yang letaknya terbalik, menempatkan Chagall pada kategori prasurealis. Chagall berubah pandangan secara ekspresionistis melalui bentuk-bentuk kubistis yang bervariasi.
Seniman lain yang juga berjasa dalam mengembangkan surealisme ialah Henry Rousseau. Karya Rousseau seperti pada Neu Sachlichkeit, dirasakan adanya tekanan psikologis akibat kemurnian yang kuat dengan detail-detailnya yang telah berubah, seperti pada ―Wedding‖. Karya lainnya yang romantis dengan kualitas yang lebih baik yaitu ―Orang Gipsy yang tertidur.
Dari segi kebentukan abstrak, Joan Miro merupakan pelukis yang sangat menarik. Karyanya, meskipun tanpa obyek yang khusus, menunjukkan intensitas yang pasti dan tulisan cakar ayamnya yang penuh imajinasi dan gambar-gambar humoristis yang memberi kesan kehidupan yang tidak nyata. Kecerdasan dan keluwesannya sangat harmonis dengan metode penggarapan yang akademis. Di bawah pengaruh Hans Arp, dia telah menghasilkan beberapa bentuk abstrak seperti pada Komposisi (1933), di mana unsur humor dipadukan secara murni, yang dirasakan adanya dorongan psikologis, warna-warna dekoratif, dan gerakan yang membuat lukisan ini menimbulkan kesan berirama. Kesan dari subjek ini mungkin sebuah pertempuran manusia dengan banteng, yang lebih membangkitkan imajinasi lebih lanjut. Lirik dan spontanitas bentuknya mempengaruhi bentuk dan warna pada karya Miro ini sangat kontras dengan aransemen Dali dan Tanguy. Semangat dan sifat kehumoran yang wajar dari Yves Tanguy mungkin berbeda dengan Miro, tetapi sistem teknis Tanguy lebih kongkrit daripada Chirico. Dia banyak mengambil perspektif yang mendalam dari karya pelukis Italia, khususnya pada latar belakang gambar tersebut, untuk menghasilkan pemandangan luas yang sejalan dengan perkembangannya, dunia sekarang. Unsur humor dan keanehan yang digambarkan Tanguy merupakan wujud obsesi yang bebas yang tidak ditemukan pada karya Dali. Contoh karyannya: ―Papa, Mama Est Blessee‖ memperlihatkan serangkaian bentuk yang mirip amuba yang bertujuan untuk menyampaikan pesan yang menggelikan, ―Papa, mama terluka.
Salvador Dali
Salvador Dali dikenal sebagai pelukis Surealisme yang mencurahkan idenya melalui sebuah logika yang fantatis. Menurutnya lukisan dibuat dalam keadaan jiwa yang kacau, mengingat kurangnya hubungan yang komunikatif dari lukisan surealis ini maka kita harus mengatakan ide-ide ini melalui ungkapan kata. Dali melukis tanpa perencanaan sebelumnya, tetapi dia menemukan ide itu secara visual pada saat keadaannya sedang mabuk (di bawah sadar). Kenyataan visualnya bisa berwujud ekstrem baik dalam teknik, maupun karakter komposisinya.
Dali dan kelompoknya, dalam lukisannya dianggap sebagai perwujudan paranoia. Tanpa diragukan lagi karyanya memiliki kesamaan dengan obsesi-obsesi yang kuat yang tidak selalu dapat menafsirkan impian-impian mereka tentang proses pemikiran orang penderita Paranoia. Namun wujudnya lebih komunikatif, tampak pada karyanya ―The Persistence of Memory‖ (ingatan yang terus-menerus) dengan sebuah arloji yang lemah (lembek) melambangkan kerelatifan waktu, dan kemampuan seni untuk melenturkan waktu dengan kemauannya. Serangga memberi kesan kebusukan dan sebuah monster yang sedang tertidur, merupakan sebuah lukisan yang avokatif dan bermakna tinggi. Tapi dari keadaan atau kenyataan ini mesti dipadukan dengan syarat tertentu, karena bagi sebagian masyarakat simbol dari pemikiran seorang seniman tanpa sebuah judul yang dikenal, tetap akan tak dikenal seperti karya-karya lainnya. Dari semua imajinasi yang ditimbulkan Dali, lukisan ini yang paling sulit ditafsirkan. Pada lukisan Dali pada umumnya menampilan keunikan detail dan ketertarikan akan maksud yang dikandungnya.
Dalam hubungan dengan proses psikologi, pelukis bekerja dengan imajinasinya dari lubuk hatinya, yang berperan sebagai medianya sendiri, karena dia tidak menyadari apa yang sedang dilakukan pada saat itu, dengan gambar-gambar yang dilukis, di amencoba untuk mengkomunikasikan ide-idenya kepada pengunjung dan mengusulkan ide-ide selanjutnya kepada mereka. Dalam hal ini pengunjung berperan sebagai media dan pelukis sebagai dokternya.
Konsep Estetik Surealisme
Mengamati perkembangan dan konsepsi para seniman Surealime yang dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan pengertian dan konsep umum aliran ini. Surealitas menjadi surealisme ketika dunia menginjak abad ke-20. Hal itu dicetuskan di Italia pada masa Perang Dunia I oleh Carlo Carra dan Giorgio de Chirico, melalui karya-karya metafisis yang aneh, sepi, dan melankolis. Selanjutnya manifesto kaum surealisme dikibarkan pada tahun 1924, yang diikuti dengan pameran pertama lukisan Surealisme pada tahun 1925 dengan senimannya antara lain: Jean Arp, Max Ernst, Paul Klee, Chirico, Andre Masson, Joan Miro, Marc Chagall, Salvador Dali, Yves Tangui, Rene Margritte, Roberto Matta.
Apabila manusia memandang alam sebagai suatu realitas, maka kemudian diketahui adanya sesuatu yang tingkatannya di atas realitas (alam nyata) dan disebut sebagai surealisme. Sur-artinya di atas dan realitas berarti kenyataan. Seni rupa surealitas atau akhirnya menjadi aliran yang disebut surealisme adalah seni rupa yang dalam hal tema menggambarkan hal ihwal yang serba ganjil yang tidak masuk akal atau mustahil. Segala sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan selama hidup di alam nyata. Surealisme sesungguhnya pada awalnya bukan aliran seni lukis, namun seni sastra. Sebutan ini dikemukakan oleh penyair Perancis Guillaume Appololinaire dan dipakai untuk menjuduli naskah dramanya pada tahun 1917. Namun Surealisme akhirnya lebih populer sebagai aliran seni lukis. Aliran ini berlandaskan ilmu jiwa (psikologi) yang dipelopori golongan psiko-analisa Sigmun Freud. Kajian psiko-analisa menggali segala sesuatu yang berada di belakang kesadaran (bawah sadar) dalam proses kerja seniman. Pelopor dari aliran ini juga sering disebut golongan seni lukis metafisis seperti tampak pada karya Chirico dan Carra.
Dua Kecenderungan Ungkapan Gaya Surealisme
Karya seni aliran ini menggambarkan sesuatu yang aneh, asing susunannya atau objek yang terdapat di dalamnya. Dalam perkembangannya, terdapat dua kecenderungan yaitu surealisme ekspresif dan surealisme murni.
a) Surealisme ekspresif - seniman melewati semacam kondisi tidak sadar yang melahirkan simbol-simbol (Masson-Miro).
b) Surealisme murni - seniman menggunakan teknik-teknik akademis untuk menciptakan ilusi yang absurd (Salvador Dali).
Jika ditinjau dari ciri-ciri lukisan Surealisme, dapat disimpulkan sebagai berikut
a) Penggambaran nostalgia yang dilukiskan secara fantastis dan naif.
b) Ungkapan antara kenyataan dan impian.
c) Sindiran atas pemujaan pada kenyataan hidup dengan cara-cara yang menakutkan (horor) dan penuh tawa (humor).
Secara mudah dapat kita nilai bahwa keindahan seni surealisme terdapat dalam perihal imaji (gambaran) yang sungguh tak terbayangkan.


 


Salvador Dali
  1.   Abstraksionisme
Abstraksionisme adalah sebuah lukisan yang mengesampingkan bentuk-bentuk umum lukisan, lebih berorientasi pada simbol-simbol serta perpaduan warna yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek dan diperkuat untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya.
 Kata abstrak mengandung pengertian ringkasan, inti, tidak berwujud, mujarad, niskala. Dalam kaitan dengan cipta seni, kata abstrak menunjuk kepada wujud yang tidak realis atau natural (non objective, non representational). Bentuk abstrak adalah bentuk yang tidak menampilkan rupa yang kita kenali sebagai rupa benda atau objek yang kita lihat dalam kenyataan sehari-hari. Bentuk abstrak adalah bentuk imajinasi seniman. Bentuk abstrak dapat terjadi dari olahan seniman dalam mencari esensi bentuk objeknya "abstraction; the essential from an object a process in which the artist focusses on an exaggerats the forms of objects for aesthetics and expressive purpose"? demikian dikatakan Rathus.



Malivich




PENUTUP

Perkembangan seni rupa di Barat (khususnya Eropa dan Amerika) tidak lepas dari benang merah yang membentang dari kebudayaan Yunani hingga abad ke-20. Sejak tradisi klasik menggema dan menggelora di seluruh pelosok dunia hingga abad modernitas di segala cabang kebudayaan, merupakan rangkaian yang saling terkait satu sama lain.
Tradisi seni klasik yang gemilang kemudian diredam seni Kristiani yang meredupkan kreativitas manusia menjadi penyebab tumbuhnya gerakan pencerahan dan pendobrakan yang cukup hebat. Gerakan kelahiran kembali nilai klasik oleh tokoh Renaissance menjadi bukti bahwa abad kegelapan menjadi belenggu seniman dalam berkarya cipta. Pandangan terhadap nilai-nilai klasik yang mapan diperjuangkan untuk terus dipertahankan oleh para seniman, hingga muncul gerakan Realisme yang mencoba mencibirkan nilai klasik dan menegaskan sikap anti klasiknya. Hal ini dapat kita lihat dari cara dan metode berkarya yang mengingkari kaidah klasik. Seni klasik yang juga masih membelenggu kebebasan ternyata dianggap sebagai ketidakpuasan seniman dalam berkarya. Sebab ternyata pada gerakan dan aliran Realisme tersebut seakan melahirkan konsep seni baru yang lebih otonom. Sejak para tokoh seniman Realisme merefleksikan alam dan lingkungan sosial dengan ―mata dan hatinya melalui karya seni lukis, maka generasi penerusnya juga mulai membuka diri terhadap kenyataan kehidupan yang ada. Kenyataan (realita) yang ada di sekitar kehidupan para seniman, termasuk berbagai pengalamannya (empirik) dalam berkarya. Dari pengalamannya inilah para seniman menemukan hal-hal baru, sebagai pendekatan baru, sebagai teori baru, dan boleh dikatakan sebagai ilmu pengetahuan baru. Para seniman kemudian berkarya dengan menggunakan pendekatan empirik dan ilmu pengetahuan baru. Tidak lagi menggunakan prinsip dan kaidah klasik sebagai ilmu pengetahuan lama, tetapi justru kaum realis menemukan ilmu yang empirik. Ilmu tersebut tidak hanya ditangkap melalui mata tetapi ditafsirkan dengan perasaan yang kemudian diwujudkan melalui visualisasi karya. Tanda-tanda modern sudah nampak, sebab salah satu cirinya adalah mulai adanya usaha melepaskan diri dari tradisi lama (klasik). Berkarya tidak lagi meniru alam atau berdasarkan apa yang dilihat secara fotografis atau realistik-visual, tetapi apa yang dirasakan dan apa yang ditangkap oleh masing-masing pribadi seniman. Tentu saja hal ini menimbulkan individualisasi dalam kekaryaannya. Setiap seniman memiliki karakter ungkapan yang berbeda satu-sama lain. Dan hal inilah yang membuka peluang terhadap munculnya beragam aliran dan gaya seni lukis. Apalagi semenjak seniman mulai berpetualang ke berbagai pelosok negeri sambil melukis berbagai kenyataan. Dari petualangannya itu mereka menemukan ilmu dan menerapkannya ke dalam karya seni rupa. Mereka menemukan kebebasan dalam berkarya. Kebebasan yang hakiki adalah kebebasan mengungkapkan perasaan, ide dan gagasan yang lebih otonom. Maka kebebasan dalam seni adalah kewajaran yang menunjang lahirnya kreativitas. Setelah lahirnya impresionisme dan diakhiri dengan post Impresionisme, maka kecenderungan individualisasi dalam seni semakin tampak menajam. Tiga serangkai seniman post Impresionisme Cezanne, van Gogh dan Gauguin membuka pintu gerbang ke arah modernisasi kesenirupaan. Dengan perbedaan pandangan, idealisme, konsepsi, teori dan prinsip, para seniman melahirkan beragam gaya dan aliran yang terkadang merupakan gerakan. Gerakan atau gaya yang satu menentang gaya yang lain. Setiap reaksi, penentangan atau pengembangan dari suatu paham/aliran atau gerakan tak lepas dari perjuangan dalam prinsip kebebasan, dan konsepsi berkarya, baik dari segi estetika, tematik maupun teknik, dengan tidak lepas dari pengaruh latar belakang budaya, sosial dan politik.
Jika disimpulkan, bahwa semua gaya, aliran atau gerakan seni yang telah dipaparkan sebelumnya, kurang lebih memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Seni moderen memiliki konsep berdasarkan teori atau ide tertentu yang berasal dari kondisi seni itu sendiri atau kondisi alamiah dari seni yang diprakondisikan kembali.
2) Seni moderen dan konsepnya tidak lepas dari pengaruh perkembangan sosial budaya, politik, ilmu pengetahuan. Terkadang karya yang diciptakan merupakan refleksi dari keadaan lingkungan tersebut.
3) Setiap gerakan bebas diciptakan, apakah oleh seniman sendiri ataukah hanya oleh kritikus seni dalam membentuk dasar-dasar pemikiran serta konsep mereka dalam gerakan seni tertentu, atau dalam membentuk konsep mereka.
4) Ada gerakan seni modern yang semata hanya ―konsep‖ saja dan atau karya-karya seni yang disadari/dipahami sebagai suatu ‗term‘, misalnya ekspresionisme-abstrak.
5) Seniman moderen selalu gigih mengadakan eksplorasi dan eksploatasi dalam segi teknik, tematik dan estetik dengan pendekatan eksperimentasi berkarya.
6) Dua kecenderungan pendekatan berkarya seni : pendekatan emosional dan rasional. Pendekatan rasional menekankan pada segi kebentukan (formal), sedangkan pendekatan emosional lebih menekankan pada segi ekspresi (content/isi). Segi bentuk dan isi dalam penampilan karya seni moderen mencerminkan konsep seninya. Seniman yang menggunakan pendekatan rasional lebih banyak bermain dengan konsep bentuk, sedangkan pendekatan emosional lebih menekankan pada kedalaman segi isi, emosi dan ekspresi.
7) Segi kebentukan dan material seni yang semula dipertimbangkan, diolah, dianalisis, direduksi, dan dikembangkan, semakin menuju ke abad keduapuluh akan tampak lebih teredam oleh permainan isi dan konsep. Konsep seni yang melatarbelakangi kemuncualan penciptaan karya seni mendasari sebuah penampilannya. Konsep yang dimanifestasikan melalui bahasa tulisan ataupun lisan menjadi unsur pendukung yang memiliki peranan penting dalam pemaknaan karya visualnya.
8) Pada perkembangan seni menuju abad ke-21, unsur bahasa menjalin konsep suatu karya seni dan hal itu bukan lagi sesuatu yang asing. Ada kecenderungan material seni dan kebentukannya seakan-akan tidak begitu dipentingkan lagi. Jalinan pikiran seniman berpadu dengan visualisasi karya dan empati publik. Publik seni yang merespon karya seni dan seniman diajak terlibat dengan seni. Hal ini merupakan reinkarnasi seni lama (Prasejarah : bagaimana proses penciptaan lukisan gua).
9) Unsur psikis dan alam gaib yang magis tak usung menjadi ruang dan imaji yang berpadu dengan proses penciptaan seni. Sebenarnya keterlibatan unsur ini pada seni Indonesia lama (sebut saja tradisional) bukan merupakan unsur yang baru. Bahkan akar-akar seni tradisi yang masih murni sudah barang tentu tercipta karena motivasi dan rangsangan kebutuhan magis, spiritual dan religius. Pad abad kini (memasuki abad ke-21) seakan dibawa dari dunia Barat. Tetapi sebetulnya dunia Barat yang kembali ke alam Timur atas dasar penghayatannya terhadap nilai-nilai tradisi.
Bagi kita, di Indonesia, kini, terombang-ambing dalam arena zaman globalisasi. Seniman dan para ahli seni dalam perkembangan seni Indonesia harus mulai menelusuri jati dirinya yang berkepribadian Nasional. Hal ini bisa dilakukan dengan mulai membuat definisi-definisi, term-term, konsep-konsep, bahkan ilmu-ilmu dalam bidang kesenian (seni rupa khususnya bagi kita), yang dapat membangkitkan semangat baru dengan citra Indonesia. Jika citra Indonesia yang dibangkitkan, tentu saja mesti digali tradisi-tradisi yang ada di seluruh wilayah kita. Menggali dan memunculkan seni tradisi ke permukaan Internasional. Kita mesti membuat pijakan yang baru, khususnya dalam khasanah perjalanan seni Indonesia, umumnya untuk mewarnai nuansa seni di kawasan Asia-Pasifik. Dengan keyakinan bahwa kita bukan Barat, dan kita sebagai bangsa yang tumbuh dalam tubuh bangsa Timur, harus mulai dengan apa yang kita punyai. Sinopsis dan kronologis sejarah seni rupa Barat bukan suatu pola yang harus diikuti, sebab kita bukan pengekor.



DAFTAR PUSTAKA



Anarson HH. (1985), Modern Art: Painting, Sculpture, Architecture. New York: Harry N. Abram, Inc. Publishers
Arifin, Djauhar (1985). Sejarah Seni Rupa. Bandung: CV Rosda
Christensen, Erwin O. (1977). The History of Western Art. New York: The New American Library
Feldman, E.B. (1967). Art as Image and Idea. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Fleming, William. (1965). Art and Ideas. New York: Holt Rinehart & Winston
Ganda Prawira, Nanang (1997). Dari Fauvisme hingga Seni Konseptual. Bandung: Seni Rupa IKIP
Ganda Prawira, Nanang (1996). Pengantar Studi Estetika. Bandung: Seni Rupa IKIP
Hamilton, George Heard. 19th and 20th Century Art: Painting, Sculpture, Architecture. New York: Harry N. Abrams
Janson, HW. (1988). History of art for Young People. London: Thames and Hudson
Jencks, Charles. (1987). Post-Modernism, The New Classicism in Art and Architecture. London
Krauss, Rosalind. (1984). Post-Modernism: Within and Beyond the Frame. dalam Denise Hooker (ed), Art of the Western World
Lucie, Edward, & Smith. (1975). Movements in Art since 1945. London: Thames and Hudson
Newmeyer, Sarah. (1959). Enjoying Modern Art. New York: A Mentor Book
Raynal, Maurice. (1956) Modern Painting, ------ : Skira
Read, Herbert. (1968). A Concise History of Modern Painting. Washington: Frederick A. Praeger
Sakri, Adjat. (1989). Seni Rupa Abad Sembilan Belas. Bandung: Penerbit ITB Stangos, Nikos, Ed. (1994). Concept of Modern Art. New York: Thames and Hudson
Soedarso Sp., (1976). Tinjauan Seni. Yogyakarta: STSRI-ASRI
Soedarso Sp. (2000). Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern. Yogyakarta: CV Studio Delapan Puluh Enterprise dan Badan Penerbit ISI
Supangkat, Jim (1979). Gerakan Seni Rupa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Sylvester, David. Ed. (1993). Modern Book from Fauvism to Abstractpressionism. London: Groiler



















                                                    

0 komentar:

Posting Komentar