SENI
LUKIS
Dalam
pengertian seni lukis karya seni
rupa, lukisan adalah yang paling popular karena dikenal hampir setiap
masyarakat. Karya lukisan sering dijadikan bahan pembahasan senirupa terutama
pada perkembangan seni modern. Sehingga ini dapat dirasakan seolah seni lukislah
yang dikategorikan cukup lengkap merekam peristiwa budaya di tempatnya masing-masing. Jika ditinjau dari materi yang
digunakan, material seni lukis lebih mudah didapat dan mudah dikerjakan daripada
karya seni lain seperti seni patung, grafis atau keramik. Maka jumlah seniman
lukis lebih banyak daripada seniman seni rupa lainnya. Namun demikian masih banyak
masyarakat yang tidak dapat memahami tentang arti lukisan, bahkan sering
dikacaukan pengertiannya dengan “gambar”.
Lukisan dalam pengertian yang sederhana adalah penggambaran obyek ke atas
bidang datar dengan melibatkan ekspresi, emosi, dan gagasan pencipta secara
penuh. Sebuah lukisan membutuhkan konsep tutur yang subyektif, yaitu harus
dapat menterjemahkan apa yang ada dalam obyek, tema atau gagasan secara
representatif. Di sini ekspresi pelukis seolah-olah menjadi pendorong utama,
sedangkan bentuk, corak dan pengertian warna merupakan hasil akibat ekspresi tadi.
Sebuah makna lukisan tidak harus dituntut
jelas dalam menguraikan cerita, karena dengan kebebasannya mengungkapkan
ekspresi, bisa jadi obyek lukisan yang jelas menjadi tidak jelas, seperti yang
terjadi pada lukisan abstrak. Dari sini akan nampak jelas,
bahwa teknik, pengalaman dan penghayatan pelukis akan menentukan kualitas karya lukis yang dihasilkannya. Dari
lukisannya akan terasa juga sikap individualistis dari hasil kreativitas
pelukisnya.
SEJARAH UMUM SENI LUKIS
Seni Rupa Purba
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar.
Peninggalan-peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang
lalu, nenek moyang manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua
untuk mencitrakan bagian-bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau
gambar bisa dibuat hanya dengan menggunakan materi yang sederhana seperti
arang, kapur, atau bahan lainnya.
Beberapa lukisan dinding gua sebagai
peninggalan masa prasejarah di Eropa merupakan bukti karya seni rupa tertua
dari perkembangan seni rupa Barat. Lukisan gua tersebut menggambarkan goresan-goresan yang umumnya
melukiskan binatang perburuan, lukisan arwah nenek moyang, tanda telapak tangan
dan kaki. Lukisan dinding gua tersebut dapat digolongkan ke dalam karya-karya
yang primitif. Dinamakan primitif karena dari segi cara pengungkapannya tampak
adanya spontanitas, bentuk-bentuk yang diungkapkannya cenderung
ekspresif, dan bukan peniruan dari realitas bentuk alam. Kecenderungan gaya
ekspresif tersebut didasari oleh dorongan spiritualitas dan kepentingan
magis. Para pelukisnya belum mempertimbangkan rasio mereka dalam berkarya
budaya, dan tidak pula berfilsafat untuk mendasari karya-karyanya. Mereka
berkarya secara intuitif dan emosional. Melalui pendekatan emosional inilah
tampaknya mewarnai citra estetik yang cenderung simbolistik karena ungkapan
perasaannya dilambangkan oleh simbol-simbol sebagai hasil pemikirannya yang
naif (bisa juga primordial).
Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang
dilakukan orang-orang gua adalah dengan menempelkan tangan di dinding gua, lalu
menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya
adalah jiplakan tangan berwarna-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa
dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar (dan selanjutnya
lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lain seperti
seni patung dan seni keramik.
Pada satu titik ada orang-orang tertentu dalam satu
kelompok masyarakat prasejarah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk
menggambar daripada mencari makanan. Mereka mulai mahir membuat gambar dan
mulai menemukan bahwa bentuk dan susunan rupa tertentu bila diatur sedemikian
rupa akan nampak lebih menarik untuk dilihat daripada biasanya. Mereka mulai
menemukan semacam cita rasa keindahan dalam kegiatannya dan terus melakukan hal
itu sehingga mereka menjadi semakin ahli. Mereka dalah seniman-seniman yang
pertama di muka bumi dan pada saat itulah kegiatan menggambar dan melukis mulai
condong menjadi kegiatan seni.
Beberapa ahli menilai bahwa karya lukis prasejarah adalah karya
kreatif manusia awal. Nilai ekspresinya yang terwujud dalam goresan visual tak
kalah dengan karya lukis akademis dari para seniman moderen. Bahkan muatan
magis religius terasa sangat kental dan tajam.
Bahasan seni rupa Barat awal yang juga menjadi peristiwa penting
sejarah budaya manusia adalah seni Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Bangsa Mesir
merupakan bangsa besar di dunia, telah menghasilkan sejumlah karya budaya yang
ideal-konvensional dan monumental. Orang-orang Mesir membuat karya pada umumnya
didukung oleh suatu spirit tertentu yang berhubungan dengan kepercayaan
religinya. Pembuatan patung, relief, atau benda-benda seni lainnya, jika
dianalisis akan dihubungkan dengan kehidupan setelah mati. Soedarso Sp
(2000:12) menyatakan bahwa para seniman pada masa itu adalah orang-orang yang
mengetahui akan resep-resep tertentu dan sekaligus merupakan pekerja-pekerja
yang baik. Gambaran tentang dunia diekspresikannya dengan caranya sendiri.
Salah satu contoh orang-orang Mesir Purba menggambarkan ruang dengan jalan
membuat garis-garis dasar bersusun-susun makin ke atas berarti makin jauh.
Seni Rupa Klasik
Perkembangan berikutnya di Yunani merupakan
perkembangan seni rupa yang telah mencapai puncaknya. Tidak salah
jika secara umum perkembangan seni rupa Yunani termasuk perkembangan seni rupa
klasik purba. Seni rupa klasik Yunani Purba ini bergaya naturalisme yang
diidealisir. Gaya peniruan terhadap bentuk alam yang selalu ditampilkan secara
sempurna berdasarkan pendekatan intelektual ini dihasilkan oleh suatu proses
kebudayaan yang berlandaskan kerangka filsafat humanisme. Sifat-sifat
naturalistis pada karya seni rupa Yunani adalah suatu upaya mendekati peniruan
terhadap bentuk alam, khususnya bentuk manusia yang realistik sebagai
perwujudan dari pemujaan pada nilai-nilai kesempurnaan manusia. Manusia sebagai
mahluk hidup dipandang memiliki kelebihan dari mahluk lain. Di antara budi daya
manusia yang menghasilkan produk budaya yang tinggi ialah rasio. Oleh karena
segala sesuatu pertimbangan kekaryaan didasari pendekatan rasional maka akan
menghasilkan karya seni yang cenderung kaku, dingin, dan menghindari
bentuk-bentuk ekspresif dan emosional. Hal ini sangat berbeda dengan kesenian
purba yang primitif dari zaman sebelumnya.
Kesenian Yunani yang mengutamakan imitasi alam dengan ditambah
sedikit idealisasi menghasilkan suatu jenis kesenian yang tidak emosional, dan
penuh perfeksi (Soedarso Sp, 2000:13). Sesuatu yang kreatif spontan tidak
mendapat tempat. Kreativitas seniman dibatasi oleh kerangka intelektual. Pada umumnya kesenian yang seperti ini dipergunakan oleh
penciptanya untuk melukiskan dewa-dewanya yang dianggap berbentuk sebagai
manusia yang sempurna, sehingga kesenian ini tidak lain adalah bentuk konvensi
saja. Meniru bentuk dewa seperti bentuk manusia yang ideal ini berarti
mewujudkan ide tentang keluhuran Dewa. Untuk ini sering dinamakan pula tendensi
antropomorfisme.
Pewaris kesenian Yunani (Klasik) ialah bangsa Romawi. Bangsa Romawi
dapat dikatakan sebagai bangsa yang besar yang mampu menyerap dan mengembangkan
kesenian (dan kebudayaan) klasik Yunani. Pengembangan tradisi klasik tetap
berakar pada tradisi Yunani. Karya seni rupa Romawi yang pada umumnya berbeda
dengan karya Yunani secara fungsional, namun tetap tampak kuat dalam
mempertahankan kaidah klasik yang sudah mapan yang telah dihasilkan sebelumnya
oleh bangsa Yunani. Dengan kata lain, Romawi sekalipun besar, hasil seninya
boleh dikatakan sekedar tiruan saja dari seni Yunani. Dari segi fungsinya,
kedua bangsa ini menghasilkan dua bentuk karya budaya yang berbeda. Yunani
lebih banyak menghasilkan karya yang befungsi sakral (religius) seperti
bangunan kuil, dan patung dewa-dewi. Bangsa Romawi banyak menghasilkan karya
seni profan. Romawi memperlihatkan kepada dunia sebagai bangsa yang benar-benar
bisa menikmati kehidupan dunia ini. tampak karya-karya yang diciptakan untuk
kenikmatan hidup di dunia, misalnya Thermae (tempat pemandian air panas,
hangat, dan dingin), Theater (ampi-theater), Basilika (pengadilan), Forum
(alun-alun), aneka monumen, pintu gerbang, dan sebagainya. Walaupun demikian
karya bangsa Romawi tetap masih mempertahankan ciri klasiknya sebagai warisan
bangsa Yunani.
Di zaman ini lukisan dibuat untuk meniru semirip mungkin
bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu
pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih
baik daripada kata-kata dalam banyak hal.
Seni Rupa Abad Pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman
pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dianggap sebagai sihir yang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian
kepada Tuhan. Akibatnya seni lukispun tidak lagi bisa sejalan dengan realitas. Kebanyakan
lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan realisme. Sehingga sulit
sekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan “bagus”.
Abad pertengahan dinamakan pula abad kegelapan dalam konotasi
perkembangan kebudayaan. Hal ini berarti bahwa dalam abad ini telah terjadi
suatu babak yang tidak cerah yang mengakibatkan keterbelengguan dunia
seni-budaya. Yang tampak muncul dalam abad ini misalnya seni Byzantium yang
dipengaruhi dunia Timur. Byzantium menampilkan seni rupa yang bertemakan
religi, serta yang didasari oleh idealisasi yang konvensional. Setelah kerajaan
Romawi Barat mengalami keruntuhan, kesenian yang seperti ini menjalar juga ke
Barat serta berlangsung dalam waktu yang lama, memenuhi dua zaman, ialah zaman Romaneska
(abad V - XII A.D.) dan Gotik (abad XIII) (Soedarso Sp, 2000:13).
Zaman ini dinamakan pula abad kegelapan (the dark age).
Dalam abad ini para seniman tidak memiliki kebebasan dalam berkarya, mereka
dibatasi oleh kepentingan gereja dan ajaran Kristiani. Banyak karya yang
tujuannya hanya untuk kebutuhan agama dan alat propaganda semata sehingga mendorong
perkembangan abstrakisme (pemisahan unsur bentuk yang “benar” dari benda).
Seni Rupa Abad Renaissance
Berawal dari kota Florence, setelah kekalahan dari Turki
banyak sekali ilmuwan dan budayawan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari Byzantium
menuju daerah Semenanjung Italia. Dukungan dari keluarga deMedici yang
menguasai kota Florence terhadap ilmu pengetahuan modern dan seni membuat
sinergi keduanya menghasilkan banyak sumbangan terhadap kebudayaan baru Eropa.
Seni rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman klasik.
Sains di kota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru untuk merebut
kembali kekuasaan yang dirampas oleh Turki. Pada akhirnya pengaruh seni di kota
Florence menyebar ke seluruh Eropa hingga Eropa Timur.
Pada akhir abad kegelapan, Giotto
(1266-1337) tampil berkarya dengan pendekatan yang berbeda dengan tokoh
sebelumnya. Ia berkarya dengan menggunakan pandangan yang melepaskan diri dari
tradisi ajaran Kristiani. Dengan ketajaman pengamatannya, Giotto mencoba untuk
menggambarkan subject-matter dengan apa adanya. Ada semacam kekuatan
manusiawi dalam melahirkan karya seni dalam diri Giotto. Sebagai seorang
pencipta seni, ada kesan yang kuat, bahwa dirinya seakan-akan telah melahirkan
kembali seni Yunani yang sudah berabad-abad terpendam itu. Setelah Giotto,
bermunculan beberapa pendukung dan pengikutnya yang juga memperjuangkan jalan
yang telah dirintis Giotto sebelumnya. Tokoh-tokoh inilah yang juga telah
melintasi beberapa abad, akhirnya sampai pada akhir zaman Renaissance itu. Renaissance
dengan kecenderungan mengungkapkan gaya seni naturalisme dengan kekuatan utama
dalam menggunakan kaidah-kaidah seni klasik.
Pengertian dan Ciri Karya Seni Rupa Renaissance
Kata Renaissance (bahasa Perancis: Renaissance) dipungut dari kata
Itali Rinascita (abad ke-16). Kata lainnya yang memiliki arti sama rebirth
(bahasa Inggris) yang artinya kelahiran kembali. Kata Itali, Rinascita,
dipakai oleh Vassari (ahli sejarah) dalam bukunya Lives of The Painters (1550)
untuk memberikan pengertian kelahiran kembali bentuk dan
ide purba dalam karya seni Giotto. Para ahli kebudayaan modern menggunakan
istilah ini sebagai gejala kebudayaan dari abad ke-15 dan 16 di Itali.
Ciri utama dari
karya seni Renaissance ini ialah gaya seni naturalisme. Seni naturalisme Renaissance
merupakan kelahiran kembali nilai-nilai seni klasik, yang mencapai puncaknya
sekitar tahun 1500-1527. Pusat gerakan Renaissance adalah kota Florence
berdasarkan pendapat ahli sejarah kesenian umum. Gerakan ini dikelompokkan ke
dalam tiga periode perkembangan (Yudoseputro, 1987):
a. Renaissance
Awal (sekitar tahun 1410-1500)
b. Renaissance
Tinggi (sekitar tahun 1500-1527)
c. Renaissance Akhir (sekitar tahun 1527-1570)
Pembagian tiga periode Renaissance itu didasari oleh adanya tiga
kecenderungan karakteristik gaya (segi teknis dan estetis). Renaissance awal
memperlihatkan adanya gaya perintisan naturalisme yang belum sempurna. Renaissance
tinggi tampak menampilkan karya yang lebih idealistik dengan tingkat pencapaian
teknik yang mapan. Pada Renaissance akhir perkembangan mengalami penurunan
kualitas ideal klasik, sebab idenya hanya berkisar pada peniruan gaya
naturalisme lama.
Seniman periode kesatu : Mantegna dari Padua, Piero Della Fransesca dari Urbino, dan
Giovanni Bellini dari Venesia. Seniman periode kedua: Leonardo da Vinci dan
Michelangelo dari Florence, diikuti oleh Raphael dan Bramante
(arsitek yang mendisain St. Peter – pusat kesenian Roma). Di Venesia dan Parma
(disebut juga gaya Venesia) bekerja seniman Giovanni Bellini, Titian,
Giorgione, dan Corregio. Seniman periode ketiga: golongan Manneriot
(Manirisme).
Seniman yang disebut pula oleh Janson (1989:207) sebagai ―the
great master‖nya dari abad ini adalah Leonardo, Bramante, Michelangelo,
Raphael, dan Titian.
Jika dianalisis
beberapa karya seni rupa Renaissance, tampak gerakan ini memiliki tujuan :
a. menghidupkan kembali sebagai ideal
seniman;
b. kebebasan
pribadi, tetapi tetap karyanya sebagai reproduksi akurat dari bentuk luar dunia
(alam).
Untuk mencapai tujuan kedua, yaitu meniru bentuk luar dunia secara akurat,
dibutuhkan berbagai teknik melukis atau berkarya seni rupa. Pada masa ini
ditemukan beberapa teknik penting untuk menghasilkan gaya kebentukan
Naturalisme. Penemuan teknik tersebut ialah:
a. Penemuan perspektif matematis untuk melukiskan bentuk dan ruang
yang tiga dimensional ke dalam bidang datar (dua dimensional). Misalnya dalam
melukiskan pemandangan alam, benda yang memiliki kepejalan, serta atmosfir
diperlukan teknik perspektif yang rasional ini, yang jauh tampak jauh, dan yang
dekat terkesan dekat pula. Benda yang pejal dan masif berkesan pejal dan masif
pula.
b. Untuk
mempermudah melukis dengan teknik perspektif itu diperlukan media cat yang
baik. Tampaknya penggunaan cat minyak pengganti tempera merupakan temuan yang
mendukung pencapaian gelap terang dan kesan atmosfir suatu pandangan. Teknik
cat minyak ini lebih memungkinkan pencapaian kesan adanya cahaya dan bayangan,
serta nada warna. Pelukis Leonardo da Vinci terkenal dengan gayanya yang cukup
baik dalam melukiskan kesan atmosfir (sfumato).
Tema seni Renaissance bersumber dari seni budaya Klasik Yunani dan
Romawi purba. Namun dilihat dari keseluruhan karyanya bersifat pribadi
(humanistis), misalnya pada karya seni lukis, seni patung, dan arsitektur. Tema
yang lain misalnya tema lanskap (pemandangan alam), potret dan tema- tema
sekular.
Seniman Renaissance adalah seniman yang teguh pendirian dalam
mengembangkan dan melestarikan seni klasik Yunani dan Romawi. Namun pada fase Renaissance
akhir (1527-1570), terlihat adanya kejenuhan dalam berkarya lukis dengan kaidah
naturalisme. Ada kecenderungan seniman mengulang-ulang karya yang sudah ada,
tanpa memperkayanya dengan imajinasi mereka. Hal inilah yang membuat gaya ini
sebagai manirisme karena para pelukis hanya dengan meniru dan meniru
tipe lukisan yang sudah ada (misalnya latar landscape pada lukisan potret), tanpa membuat reka-rupa latar yang lain.
Keahlian dalam hal teknis/cara-cara (manner) berkarya seni yang
naturalistis sudah sangat baik.
Jika kita kaji seni Renaissance, sebenarnya sudah merintis
pemunculan individu dalam berkarya seni, dan melepaskan seni dari agama secara
bertahap. Hal ini ditegaskan oleh Soedarso Sp dalam buku Sejarah Perkembangan
Seni Rupa Modern (2000:14).
Namun beberapa abad sesudah itulah para seniman betul-betul
merupakan individu-individu yang bebas karena sesudah masa Renaissance mereka
sekedar berganti tuan, dari menghambakan diri kepada gereja beralih kepada
raja. Tentu saja pergantian tuan ini menimbulkan juga pergantian tema lukisan,
dari menggambarkan cerita-cerita religius berubah jadi tema- tema kesukaan
raja, khususnya raja-raja yang absolut. Misalnya adegan dari mitologi yang
menggairahkan, yang cocok untuk menghias dinding-dinding istana. Tradisi seni
klasik berlangsung berabad-abad tanpa perubahan orientasi dan tanpa perubahan
idealisme yang berarti. Tidak ada pula ide- ide ataupun konsep-konsep baru
dalam seni, yang ada hanyalah perbedaan- perbedaan obyek lukisan saja, yang ini
melukiskan bidadari mandi, yang itu bidadari duduk, dan sebagainya.
Art Noveau
Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi
didalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan
ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya keahlian
tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah
digantikan kahalusan buatan mesin.
Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk –bentuk yang tidak mungkin
dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, biaya pembuatannya akan menjadi
sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa dan kriya diarahkan kepada
kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi dari keindahan garis-garis
tumbuhan di alam.
Sejarah Seni Lukis di Indonesia
Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya
Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke
aliran Romantisisme membuat banyak pelukis Indonesia mengembangkan aliran lukis
ini. Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang
cukup berungtung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis
Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga
berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis
istana di beberapa negara di Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui
perkembangan yang sama seperti zaman renalisans Eropa, sehingga
perkembangannyapun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia
membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema Romantisisme menjadi
cenderung ke arah “kerakyatan”. Objek yang berhubungan dengan keindahan alam
Indoneaia dianggap sebagai tema yang menghianati bangsa, sebab dianggap
menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang
populer pada masa itu. Selain itu alat lukis seperti cat dan kanvas yang
semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang
lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto kebudayaaan yang betujuan untuk melawan
pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih
membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era
ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan
alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan Raden Saleh
sampai awal abad-21 ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan
konsepsi. Kemampuan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran
keberhasilan sudah diporak-porandakan
oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer,
dengan munculnya seni konsep (conceptual art) Installation Art
dan Performance Art, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan
tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam
“kolaborasi” sebagai mode 1996/1997.
Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi
galeri-galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat,
tetapi merupakan bisnis alternatif investasi.
ALIRAN SENI LUKIS
Dalam perkembangannya seni lukis mengalami perkembangan yang saling meneruskan
atau saling menentang aliran-aliran sebelumnya.
- Neo-Klasik
Pecahnya revolusi perancis pada tahun 1789 merupakan
titik akhir dari kekuasaan feodalisme di Perancis yang pengaruhnya terasa juga
ke bagian-bagian dunia lainnya. Revolusi ini tidak hanya perubahan tata politik
dan tata sosial tetapi juga menyangkut kehidupan seni. Para seniman menjadi
bebas dalam memperturutkan panggilan hati masing-masing dimana mereka berkarya
bukan karena adanya pesanan, melainkan semata-mata ingin melukis saja.
Maka dengan demikian mulailah riwayat seni lukis modern
dalam sejarah yang ditandai individualisasi dan isolasi diri. Jacques Louis
David adalah pelukis pertama dalam babakan modern. Pada tahun 1784 , David
melukiskan “Sumpah Horatii”. Lukisan ini menggambarkan Horatius, bapak yang
berdiri di tengah ruangan sedang mengangkat sumpah tiga anak laki-lakinya yang
bergerombol di kiri, sementara anak perempuannya menangis di sebelah kanan.
Lukisan ini tidak digunakan untuk kenikmatan, melainkan
untuk mendidik, menanamkan kesadaran anggota masyarakat atas tanggung jawabnya terhadap negara. J.L.
David merupakan pelopor aliran Neo-Klasik, dimana Neo-Klasik bersifat rasional,
objektif, penuh dengan disiplin dan beraturan serta bersifat klasik.
Ciri-ciri lukisan Neo-Klasik :
1. Lukisan terikat pada norma-norma intelektual
akademis
2. Bentuk selalu seimbang dan harmonis
3. Batasan-batasan warna bersifat bersih dan
statis
4. Raut muka tenang dan berkesan agung
5. Berisi cerita lingkungan istana
6. Cenderung dilebih-lebihkan
J.L. David
- Romantisisme
Aliran Romantisisme memberontak terhadap aliran Neoklasisisme yang menentang perasaan seseorang. Lukisan
dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan disetiap
objeknya. Ciri-ciri aliran ini adalah lukisan mengandung cerita yang emosional,
penuh gerak dan dinamis serta menyentuh perasaan.
Pendirian akademi pada masa Neoklasisisme bertujuan untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi klasik dan sekaligus sebagai pusat kegiatan seni istana. Gaya seni akademi ini selanjutnya diteruskan oleh seni Romantisisme, sehingga sangat wajar jika kedua gaya seni ini (Neoklasisisme dan Romantissme) dinamakan seni akademisme. Hal ini akan menjadi ciri perkembangan seni Perancis di abad ke-18 dan ke-19.
Romantisisme berasal dari kata Perancis, ―roman‖ (cerita), dan
memang dalam gaya Romantisisme juga mencerminkan adanya pengaruh sastra roman
Perancis. Terutama dalam melukiskan cerita-cerita tragedi yang dasyat, kejadian
dramatis yang mencekam.
Romantisisme merupakan gerakan yang meneruskan Neoklasisisme tetapi
sekaligus mereaksi dan menentang klasisisme. Pelopor gerakan Romantisisme
adalah Theodore Gericault (1791-1824) dengan salah satu karyanya yang
terkenal ―Rakit Medusa‖ (1818). Sebagai kelanjutan, Romantisisme tetap
merupakan gerakan seni yang lari dari kenyataan hidup, menggarap dunia yang
ideal dan misterius dengan menggunakan teknik-teknik akademisme yang rasional.
Perbedaan dasar
antara Neoklasisisme dan Romantisisme adalah:
a. Orientasi seni Neoklasisisme pada seni klasik yang serba
rasional, sedangkan Romantisisme pada dunia misteri yang baru yang terungkap
dari cerita-cerita roman yang emosional dan imajinatif, cerita-cerita dari
China, Islam dan Afrika (eksotisme).
b. Tema seni dalam Neoklasisisme bersumber pada cerita-cerita
klasik yang mencerminkan kehidupan para bangsawan, sedangkan tema Romantisisme
pada cerita roman dengan kejadian-kejadian yang dramatis mengharukan.
c. Seni
Neoklasisisme tidak menonjolkan peranan unsur peibadi, sedangkan Romantisisme
justru menonjolkan perasaan pribadi (emosional).
Jika dikaji
secara mendalam, karya seni Romantisisme memiliki ciri-ciri khasnya sebagai
berikut:
a. Komposisi lukisan tidak statis, tetapi komposisi yang
mengungkapkan kesan dramatik, misalnya dengan komposisi diagonal.
b. Unsur warna
dan gelap terang ditonjolkan untuk mencapai kesan dramatiknya.
Pelukis yang terkenal dengan menampilkan ciri-ciri tersebut ialah Eugene Delacroix (1798-1863). Jiwa Romantisnya tampak pada kebiasaan hidup
berpetualang (bohemianisme), meskipun ia sukses dalam lingkungan salon. Ia
pemuja pelukis Rubens dan Michelangelo (dari periode Renaissance).
Karya-karya Delacroix yang terkenal di antaranya ―Pembunuhan besar-besaran di Scio‖
(1824), ―Perburuan Senja‖ dan ―Perampokan Rebecca‖.
Pengaruh Romantisisme pernah dialami oleh pelopor seni lukis baru
Indonesia yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman yang memperoleh
pengalaman seni Romantisisme di Eropa.
Neoklasisisme dan Romantisisme adalah dua gerakan dan sekaligus dua
aliran (gaya) yang bertentangan. Pertentangan tersebut pada dasarnya tidak
lepas dari misi dan visi terhadap seni. Jika dikaji secara mendalam, keduanya
masih tetap mempertahankan citra akademisme yang bersumber pada kaidah teknis
seni klasik. Keduanya berkarya dengan misteri, dan ikatan tradisi, hingga
muncul reaksi berikutnya dari kaum Realisme.
Theodore Gericault
- Realisme
Gerakan Realisme muncul karena menentang seni Neoklasisisme dan
Romantisisme. Jika Neoklasisisme menggunakan rasio/intelektualnya dalam
mengungkapkan ide dan Romantisisme menggunakan emosinya, maka Realisme
berkeinginan menggambarkan keadaan nyata hidup manusia. Seniman Realisme
berkeinginan menggambarkan obyek yang benar-benar real, tanpa ilusi, dan
bersumber dari kehidupan sehari-hari. Tokoh Realisme yang dianggap menentang dua
aliran sebelumnya -yaitu Fransisco de Goya (1746-1838), Honore
Daumier (1807-1879) dan Gustave Courbet (1819-1877).
Kejadian di sekitar kehidupan para seniman diungkapkan sebagai tema
karya seni. Gaya dan aliran Realisme mengungkapkan citra estetik dan realita
kehidupan dengan sikap batin yang lebih otonom. Mereka tidak lagi banyak
terikat oleh tradisi seni klasik. Maka tak heran jika banyak para ahli dan
kritikus seni yang menamakan realisme sebagai pelopor aliran seni moderen.
Bahkan perkembangan selanjutnya kaum realisme sudah menemukan keasyikannya
dalam menyerap realitas melalui interpenetrasinya terhadap alam terbuka. Beberapa
pelukis pergi langsung melukis ke luar studio, pergi ke desa dan hutan. Mereka
akrab dengan lingkungan alam yang asri. Pengamatan langsung terhadap alam akan
menimbulkan subyektivitas dalam menangkap gejala alam (persepsi alam). Setiap
pelukis menemukan -secara empirik- sesuatu yang baru, yaitu tentang gejala
cahaya dan ilmu warna. Dalam sejarah tertulis nama seniman Rousseau, Jules
Dupre, JE Millet dan Corot, yang menamakan dirinya kelompok Barbizon.
Kelompok ini yang menentang seni akademis (sekaligus juga menentang tradisi
klasik) karena atas pengalaman hidup mereka di desa Barbizon –dekat hutan
Fontainebleau, Paris—menemukan berbagai kebaruan yang bisa memuaskan perasaan
dan menyalurkan kebebasan berkarya.
Tema seni rupa (lukis) bersumber pada kejadian sehari-hari yang ada
di lingkungan hidup para seniman. Peperangan dan kekejaman dari rezim Napoleon
misalnya ditumpahkan pengalaman itu ke dalam karya seni lukis mereka. Di
samping itu tema potret juga terkenal dengan ungkapan yang sangat realistis. Realisme
Daumier tampak pada karya-karya karikaturnya dengan teknik lithografi.
Dalam penguasaan anatomi dan proporsi tampak pada karya-karya
gambarnya. Courbet memandang lukisannya sebagai seni yang kongkrit, yang
mengungkapkan sesuatu yang serba menurut kenyataan berdasarkan pencerapan
indera. Courbet lebih jelas mengungkap realitas kehidupan manusia seperti
tampak dalam karya-karya yang terkenal yaitu : Pemakaman di
Ornans, suatu tema lukisan kehidupan biasa yang tidak mungkin ada pada lukisan Neoklasisisme
dan Romantisisme.
Gaya seni Realisme sering dikacaukan dengan gaya Naturalisme. Kaum
Naturalisme berusaha mengungkapan segala sesuatu sesuai dengan wujud kenyataan
(nature). Manusia atau alam dengan fenomenanya diungkapkan sebagaimana mata
kita memandang dan menangkap. Untuk memberikan kesan mirip dan akurat, artinya
bahwa susunan, perbandingan, keseimbangan, tekstur (barik), warna dan
unsur-unsur visual lainnya, diusahakan setepat mungkin sesuai mata kita
memandang.
Sebaliknya dalam aliran (gaya) Realisme, cenderung melukiskan
kenyataan dari kehidupan manusia. Ada kecenderungan seniman untuk menyatakan
realitas berdasarkan persepsinya sendiri, baik dari segi internal maupun
eksternal, yang diterjemahkan dalam idiomnya yang otonom.
Ada dua sikap
fundamental yang dapat dibedakan dalam pernyataan seniman dari gaya Realisme,
yaitu:
a. Sikap
menyatakan realitas dalam representasi;
b. Sikap
menyatakan realitas melalui Metaphora dan Abstraksi (Yudoseputro,1987).
Dalam kesenian modern, para seniman memilih sikap yang kedua sehinggga
ungkapan seninya lebih cenderung berasosiasi dengan seni nonrealistik atau
disebut seni abstrak. Pada tahun 1830-1840 ada beberapa pelukis yang tergabung
dalam ikatan yang disebut kelompok Barbizon, yang gigih menentang akademis.
Mereka ini di antaranya Theodore Rousseau, Jules Dupre, J.E. Millet dan Camille
Corot, yang menentang akademis dan meletakkan dasar perkembangan dari aliran
Impresionisme. Barbizon adalah nama desa dekan hutan Fontainebleau (dekat
Paris), tempat berkumpul para pelukis alam.
Karya Millet bertemakan sekitar kehidupan petani yang mengandung
nilai ekspresi dari kehidupan yang keras dan miskin. Pada tahun 1837 meneruskan
pelajaran melukis dan karyanya masuk salon. Beberapa karya lukissannya yang
terkenal yaitu Jalanan di Ladang Gandum, Oidipus, Tukang Tampi dan Penabur
Benih. Corot adalah pelukis Barbizon yang menjadi penghubung tradisi lama dan
baru. Tradisi formal yang konstruktif dalam lukisannya terasa sama dengan
lukisan Poussin. Sebaliknya dalam lukisan potret, Corot lebih memperlihatkan
ciri aliran Realisme. Karya lukisnya yang terkenal yaitu: Pemandangan di
Venezia, Wanita Bermutiara dan Dua Orang dalam Biduk.
Edward Manet adalah pelukis yang termasuk kelompok seniman yang
ditolak lukisannya oleh Salon. Dia mengadakan pameran dan penampilan karyanya
di Salon Des Refuses. Salon ini adalah tempat pameran yang diadakan oleh
Napoleon III untuk menggelar karya-karya seniman yang ditolak oleh Salon dari
kelompok akademi (skandal kaum borjuis). Manet sangat tertarik oleh karya Velazquez,
juga terpengaruh oleh karya Goya. Di samping itu juga ia memperlihatkan tradisi
Jepang (pada pameran Paris World Fair tahun 1862). sesudah tahun 1874
(pameran pertama Impresionisme), Manet makin dekat dengan golongan
Impresionisme. Karya lukisannya yang terkenal adalah Emile Zola, Wanita dengan
Kipas, Olympia, Boating dan Le Dejeuner.
Edward Manet
- Naturalisme
Naturalisme dalam seni rupa adalah usaha menampilkan
objek realitas dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman lebih
lanjut dari gerakan realisme pada abd 19 sebagai reaksi atas kemapanan
romantisisme. Salah satu gerakan penting dari naturalisme adalah pandangan
Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap
alam.
Naturalisme merupakan aliran yang mencintai dan
memuja alam dengan segenap isinya. Penganut aliran ini berusaha untuk
melukiskan keadaan alam, khususnya dari aspek yang menarik sehingga lukisan ini
selalu bertemakan keindahan alam dan isinya. Para pelukis naturalisme sering
dijuluki pelukis pemandangan. Tokohnya adalah
Soeboer Doellah, William Bliss Baker, Raden Saleh, Hokusai, Affandi, Fresco
Mural, Basuki
Abdullah, William Hogart dan Frans Hail
William Bliss Baker
- Impresionisme
Istilah Impresionisme dipakai mulai tahun 1874 diarahkan keoada
karya para pelukis Realisme Perancis. Istilah ini tercantum dalam judul lukisan
Monet, yang dalam katalognya diberi judul ―Impressionism, Rising Sun.
Nama ini oleh seorang kritikus seni, Louis Leroy dipakai sebagai nama ejekan
pameran (eksposisi) kaum Impresionisme. Pada akhir abad ke-19 istilah ini
dipandang sebagai gerakan seni lukis modern.
Lukisan
Impresionisme menampilan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lukisan adalah pernyataan berdasarkan kebenaran penglihatan
(kebenaran optik) dalam penggunaan warna dan cahaya. Atas dasar pengalaman,
warna tidak memiliki arti simbolis dan idealisasi seperti dalam Klasisisme dan
Romantisisme (juga nanti dalam Simbolisme). Karena itu Impresionisme
disebut juga sebagai aliran Realisme dalam Warna.
b. Pokok lukisan (subject-matter) tidak memegang peranan penting
dalam arti mengaburkan pokok lukisan dengan latar belakang. Ini yang disebut
devaluasi pokok lukisan.
c. Lukisan berdasarkan ilmu pengetahuan , yaitu pengetahuan tentang
cahaya. Cahaya yang tampak putih dapat dibiarkan diuraikan (dibiaskan) melalui
kaca prisma menjadi warna-warna pelangi (warna spektrum). Dalam Impresionisme
tidak dikenal warna hitam, dan sebagai gantinya adalah warna biru, ungu, atau
coklat.
d.
Kecenderungan bentuk yang mengaburkan dalam Impresionisme disebabkan oleh
karena cara memandang yang menyeluruh pada obyek. Akibatnya garis (kontur)
tidak tampak sebagai pembatas bentuk.
Tanda-tanda bahwa Impresionisme memiliki ciri-ciri seni modern
yaitu:
a. Karya seni yang tidak mengikatkan pada tradisi seni yang lampau
atau yang berlaku.
b. Karya seni yang didukung oleh kebebasan dan pengalaman pribadi
seniman, kebebasan berekspresi meskipun berdasarkan konsep Impresionisme.
c. Cita rasa seni yang tidak mengikatkan kepada bentuk yang ada di
alam.
d. Karya seni
yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para seniman Impresionisme yang pertama didukung dengan adanya
kegiatan pameran lukisan dari pelukis Perancis seperti :
Renaoir, Sisiley, Pissaro, Cezanne, Degas, Boudin dan Morisot. Di antara mereka
kemudian menjadi pelopor dari gerakan baru dalam seni lukis modern.
Beberapa seniman terkenal dari gaya Impresionisme ialah Monet
(1840-1926). Monet sebagai pelukis luar studio (outdoor painting) tidak
menonjolkan tokoh manusia dari latar belakang atau dengan jalan menggambarkan
latar belakang. Lukisan tidak memperlihatkan bentuk yang jelas yang kemudian
menjadi ciri dari gaya Impresionisme. Karya lukisnya antara lain : Dejeuner
sur L'herbe (Makan di Rerumputan), Femmes au jardin (Wanita-wanita
di Kebun) dan Kolam dengan Teratai.
Pelukis yang lain ialah Renoir (1841-1919). Renoir ialah pelukis
yang gemar melukis wanita, karena menurutnya wanita memiliki wujud yang
mengasyikkan. Ia melukis wanita dengan warna-warna menggairahkan, cemerlang,
yang menjadi ciri Impresionisme. Karena biasa melukis di luar studio, dia
melupakan komposisi formal dan selanjutnya ia tidak lagi banyak berkreasi dalam
melukis. Karya lukisnya antara lain : Bertelanjang di Bawah Matahari, Makan Siang di Pesta Perahu dan
Orang Mandi dengan Grifon.
Pelukis potret Impresionisme ialah Degas (1834-1917). Pelukis ini
yang menampilkan perwatakan tokoh-tokoh yang memperlihatkan ciri-ciri
Impresionisme. Karyanya sangat menonjol karena tema-tema penari Balet dengan
kekuatan nilai gambarnyaa yang spontan dengan media pastel. Karyanya yang
terkenal : Potret Seorang Gadis, Keluarga Balleli dan Tarian (Foyer de la
Danse).
Ada seorang pelukis cacat dari kelompok ini yaitu Henry de Toulouse
Loutrec (1804-1901). Pelukis yang riwayat hidupnya penuh kegetiran, terutama
disebabkan karena cacat fisiknya. Dia terkenal karena lukisannya, terutama
potret, memeperlihatkan garis-garis yang tegas dan ekspresif, meskipun banyak
pula melukis pertunjukan kabaret dengan gaya yang khas Impresionisme. Karya
lukisnya yang terkenal antara lain : Au Moulin Rouge dan Salon di Rue des Moulins.
Pengalaman
empirik pelukis Impresionisme tentang kesan warna melahirkan teknik melukis
dengan sapuan (totolan) kuas dengan warna murni yang berdekatan dalam bidang
lukisan. Ada pembagian sistematik dari nada-nada warna yang dipelajari .
Timbullah kesan baru pada lukisan Impresionisme yang disebut Neo
Impresionisme. Sesuai dengan tekniknya juga disebut Pointilisme.
Para pelukis yang termasuk dalam aliran ini antara lain:
a. Seurat
(1859-1891)
b. Paul Signac (1863-1935)
Signac belajar teknik divisionisme dari Seurat yang menemukan teori
warna berdasarkan campuran optis dari pigmen yang memberikan kesan membaur dari
mata memandang. Gerakan divisionisme sangat berperan pada aliran Fauvisme, dan
karya-karya seniman dari aliran itu masuk ke dalam Salon des Independants (1884).
Impresionisme pada umumnya tergolong gerakan yang antiklasik, sebab
Impresionisme juga sebenarnya tidaklah berbeda dengan Realisme. Bahkan para
ahli menyebutnya sebagai realisme warna atau realisme cahaya. Artinya
bahwa Impresionisme tetap disebut sebagai Realisme, hanya dengan pewarnaan yang
agak berbeda. Impresionisme menampilkan kekuatan warna sebagai pengganti sinar
matahari yang dipantulkan oleh obyek dedaunan, pohon dan yang ada di alam.
Tampak yang dilukiskan hanyalah kesan-kesan obyek saja, tanpa detail, tanpa outline
(kontur).
Monet
Seni
Rupa Pascaimpresionisme
Seperti telah
diuraikan di muka, seni Impresionisme memiliki ciri-ciri seni modern, yaitu :
1) Karya seni yang tidak mengikatkan pada tradisi seni yang lampau
atau yang berlaku;
2) Karya seni yang didukung oleh kebebasan berekspresi meskipun
berdasarkan konsep impresionistis;
3) Cita rasa seni
yang tidak mengikatkan kepada bentuk yang ada di alam;
4) Karya seni
yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan akhir seni rupa Impresionisme ditandai oleh
kecenderungan para seniman dalam mengekspresikan gagasannya secara individual.
Keregangan atau bahkan keingkaran terhadap tradisi seni masa lalu semakin
ditajamkan. Hal ini merupakan kelanjutan dari rasa kebebasan dan otonomi dalam
melahirkan berbagai ide seni dengan teknik dan konsep estetik yang mandiri.
Tradisi seni klasik yang terikat pada bentuk yang ada di alam diubah dengan
pengolahan bentuk alam. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
penciptaan seni tampak memberikan napas baru pada kekaryaan seni pascaimpresionisme.
Ciri-ciri seni modern ini akan nampak pada perkembangan seni
Impresionisme akhir (dan dinamakan pula Post Impresionisme atau
Pascaimpresionisme). Pada masa ini terkenal tiga tokoh seniman yang merintis
perkembangan baru dalam seni rupa modern di Eropa. Bahkan mereka ini yang
membuka pintu ke arah gerakan seni abad keduapuluh. Ketiga orang tokoh
tersebut adalah Paul Cezanne, Vincent van Gogh dan Paul
Gauguin, yang melihat kebenaran alam tidak sama dengan kebenaran seni.
Para seniman Post Impresionisme memperlihatkan tanda-tanda yang
berbeda dari para seniman Impresionisme yang lain. Mereka melihat kebenaran
yang ada di alam tidak sama dengan kebenaran seni. Seni bukanlah tiruan alam.
Berkarya seni bukanlah meniru alam secara visual-realistis, tetapi mengubah alam
menjadi karya seni.
Pada umumnya seniman Post Impresionisme merasa jenuh dengan cara
berpikir Impresionisme yang terlampau rasional tentang realitas warna. Maka
untuk mengungkapkan ketidakpuasannya itu mereka mencoba memberikan bobot seni
ini dengan tekanan yang berlainan. Cezanne menekankan pada bentuk;
van Gogh pada ekspresi, sedangkan Gauguin pada nilai-nilai
perlambangan. Ketiga tokoh seniman ini berangkat merintis jalan
sendiri-sendiri sekalipun berdasar pada aliran Impresionisme yang sama.
Paul Cezanne
Paul Cezanne (1839-1906) ialah seorang pelukis kelahiran Perancis Selatan (di
Aix-en-Provence) yang belajar melukis dari Courbet dan Manet. Pada tahun 1861
Cezanne belajar ke Paris yang terkenal sebagai pusat seni dunia. Ia tekun
mengkaji dan mempelajari teknik dan estetika seni lukis Eropa yang dijumpainya
di Museum Louvre. Teknik melukis Impresionistik dipelajarinya dari Camille
Pissarro. Pada tahun 1879 ia kembali lagi ke Aix-en-Provence tempat
kelahirannya. Kegiatan melukisnya dilakukan di tempat kelahirannya itu dengan
tenang. Kebiasaan melukis di tempat yang jauh dari kerumunan orang, dan dengan
semangat yang tinggi, ia mampu berkarya seni lukis yang gemilang.
Cezanne termasuk seniman yang mempelopori seni rupa modern Barat
(Eropa). Ia memandang dunia secara objektif. Ia ingin memandang dunia sebagai
obyek apa adanya, tanpa intervensi pikiran dan emosi. Ia memandang cara kerja
kaum Impresionis yang terlalu subjektif, yaitu melihat apa yang diterima
oleh matanya karena pemantulan sinar. Cezanne melihat gejala tanpa bentuk (amorf)
pada impresionisme. Untuk itu ia mencoba mendalami obyek tidak sekedar berhenti
di permukaan saja. Dia berkata, ―Saya tidak ingin memreprodusir alam, tapi
saya mencipta kembali alam.”
Hal ini berarti bahwa Cezanne ingin mengubah dan memperbaiki objek
sesuai dengan dasar ingin memperoleh bentuk yang kuat. Segala bentuk baginya
bersumber pada bentuk geometris (dapat dikembalikan pada bentuk ilmu ukur)
seperti kubus, selinder, limas, bola dan lain-lain). Untuk itu ia perlu membuat
deformasi dari bentuk objek. Pandangan-pandangan dalam seni lukis yang dapat
dipetik dari Cezanne tampak pada pernyataan-pernyataannya, "Aku ingin
bertindak seperti Poussin lagi, dengan model dari alam, dan "Aku ingin
menjadikan impresionisme sesuatu yang pejal dan tahan lama sebagai layaknya
seni-seni yang ada di Museum (Soedarso Sp, 2000:71-72). Jika Poussin
berkonstruksi kuat dalam lukisannya dengan menyusun unsur-unsur yang
terpilihnya dari alam, maka Cezanne memperbaiki alam dengan kekuatan bentuk
baru yang tahan lama. Karyanya yang terkenal adalah Rumah Orang Hukuman,
Pemandangan dari Gardanne, Mont Sainte-Victorie, The Great Bathers.
Vincent van Gogh
Vincent van Gogh (1853-1890) adalah seorang pelukis Post Impresionisme yang
berkemampuan menampilkan pernyataan objek yang paling hakiki menyatu dengan
perasaannya. Karya-karya van Gogh ialah pencerminan dari hidup yang penuh
penderitaan, emosi yang meluap dan kegagalan hidup. Bagi Van Gogh, realitas dan emosi dipersatukan.
Objek adalah alamiah dan batiniah. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu
Bunga-bunga Matahari, Pemandangan dengan Pohon Zaitun,
Jalan dengan Cypress dan Malam Penuh Bintang. Lukisan-lukisan Van Gogh
mencerminkan kekayaan pernyataan batin yang sangat objektif, sebagai suatu
pemuasan diri (self enjoyment). Gaya dan paham Van Gogh ini kemudian
dikatakan sebagai pendekatan dalam gaya Ekspresionisme. Paham dan gaya
Ekspresionisme ini berkembang pula di Perancis dan Jerman. Goresan
pendek-pendek van Gogh dikembangkan dari teknik melukis impresionistik dan
pointilisme Seurat, dengan warna-warna cemerlang. Garis-garis pendek ini
kemudian berubah membentuk gelombang yang melengkung dan melilit-lilit penuh
irama. Lekukan yang ritmis dan seakan-akan bermelodi itu berisi luapan emosi
yang bergejolak. Perasaan objektifnya tergambarkan penuh memenuhi bidang lukis
dengan kekuatan garis dan warna yang ekspresif.
Kekaryaan van Gogh pada dasarnya adalah perjuangan hidupnya yang
gigih dan penuh penderitaan. Di samping perjuangannya sendiri, ia juga didukung
oleh adiknya sendiri, Theo. Adiknya membantu kebutuhan melukisnya dan kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Hasil penjualan lukisan van Gogh pada waktu itu tidak
menguntungkan, karena di samping karyanya itu belum dikenal dan dipahami orang.
Selam hidupnya, karya yang terjual murah ialah Kebun Anggur Merah. Tapi
sekarang lukisan van Gogh sudah sangat tinggi, atau mungkin tergolong lukisan
yang tertinggi harganya, misalnya lukisan Bunga Matahari (US $ 39,9: April
1987). Memang van Gogh tidak dapat menikmati hasil jerih payahnya itu, tapi
adiknyalah yang dapat merasakan perjuangannya.
Paul Gauguin
Paul Gauguin (1848-1903) ialah seorang pelukis yang senang menggunakan
warna-warna cemerlang (bandingkan dengan Impresionisme), bentuk tokoh-tokoh
disederhanakan menjadi garis-garis esensial dan berusaha menghindari
pembentukan plastisitas dengan bayang-bayang. Kebiasaan ini membuat lukisannya
menjadi dekoratif. Jiwa eksotisnya selalu ingin mencari yang lain dari yang
lain sehingga ia meninggalkan kebudayaan Eropa dan pergi ke lautan teduh.
Gauguin selanjutnya berperan dalam aliran Simbolisme atau terkenal dengan
Nabisme untuk generasi berikutnya seperti pada pelukis Bonnard Vuillard dan
Dennis. Beberapa karya Gauguin yang terkenal yaitu Potret seorang wanita, dewi
Maria, Yesus Disalib, dll. Jiwa berpetualang Gauguin dilakukannya di tempat
yang jauh dari Eropa (Paris, Perancis). Ia pergi ke hutan di sebuah pulau di
Lautan Teduh. Dalam ketenangan alam Tahiti yang indah ia seakan-akan terbenam
dalam keasingan dan keasyikan tradisi yang baru. Lukisannya yang menampilkan
dunia primitif dan eksotik itu memberikan kepuasaan tersendiri. Lukisan yang
bertemakan lautan Teduh di antaranya Hina Te Fatau, dan Manau
Tupapau.
Vincent Van Gogh
- Fauvisme
Fauvisme merupakan aliran dan gaya seni yang berkembang di Perancis
pada akhir abad ke-19. Aliran seni rupa (lukis) ini merambah pula sampai ke
beberapa tempat di Eropa, dengan landasan kekaryaan berpegang pada konsep ekspresionisme
–yang telah dipelopori van Gogh.
Konsep Seni Fauvisme
Fauvisme berasal dari kata „les fauves‟ (bahasa Perancis), artinya binatang jalang, binatang buas atau ‗the
wild beasts‟. Istilah ini pertama kali
dikemukakan oleh kritikus Perancis Louis Vauxelles terhadap para pelukis yang
menggunakan warna-warna yang barbar (tegas dan berani) dan deformasi dari obyek
lukisan pada pameran salon d‟Automne tahun 1905.
Aliran Fauvisme berangkat dari usaha menyempurnakan aliran
Impresionisme, suatu peningkatan gaya Paul Gauguin yang dekoratif dan gaya
ekspresionisme dari van Gogh. Meskipun aliran Fauvisme tidak memperlihatkan
teknik yang sama dan konsisten, tetapi selalu mengandung ciri-ciri yang sama
yaitu kekuatan warna, garis blabar yang putus-putus dan penampilan yang serba
tidak teratur (disorganized appearance). Tanda-tanda aliran Fauvisme
tampak kembali pada permulaan karya Matisse (1892). Kebebasan dan
spontanitas dari tanggapan pribadi seniman dari aliran ini dapat disamakan
dengan aliran ekspresionisme.
Seniman Fauvisme
Para pelukis yang dapat digolongkan ke dalam aliran Fauvisme adalah Rouault,
Derain, Vlaminck, dan pelopor utamanya Matisse. Yang lain ialah Raoul
Dufy, Koes van Dougen, Henry Matisse (1869-1954). Menurut Henry Matisse, Fauvisme adalah gerakan reaksi
terhadap metodisme yang lamban dari neoImpresionisme Seurat dan Signac
(divisionisme). Karya-karyanya yang awal bernada Impresionistis, kemudian
pengaruh dari Cezanne dan Gauguin. Pengaruh Cezanne tampak dalam mengungkapkan
struktur yang kuat yang ditimbulkan oleh hubungan warna-warna tertentu. Sebagai
seorang colorist besar, Matisse banyak terpengaruh oleh pelukis Gauguin dalam
menggunakan warna-warna yang bebas dan warna-warna yang murni.
Georges Rouault (1871—1958). Kebebasan pelukis Rouault lebih merupakan keliaran yyang
membuat lukisannya lebih bersifat Ekspresionisme. Karya seninya tidak
memecahkan suatu peoblem, melainkan melontarkan problem dan isinya banyak
merupakan propaganda agama.
Aliran fauvisme sangat mengagungkan kebebasan
berekspresi, sehingga banyak objek lukisan yang dibuat kontras dengan aslinya
seperti pohon berwarna jingga atau lainnya. Lukisan-lukisan fauvis betul-betul
membebaskan diri dari batasan-batasan sebelumnya. Pelukis aliran ini cenderung
melukis apa yang mereka sukai tanpa memikirkan isi dan arti dari sebuah lukisan
yang dibuat.
Derain
- Ekspresionisme
Ekspresionisme yaitu aliran seni lukis yang lebih
mengutamakan kebebasan dalam bentuk dan warna untuk mencurahkan emosi atau
perasaan. Seorang seniman ekspresionisme cenderung untuk mendistorsi kenyataan dengan
efek-efek emosional.
Konsep Seni Ekspresionisme
Pada dasarnya aliran ekspresionime adalah pernyataan dari bentuk
ungkapan yang anti klasik dengan kaidah seni yang serba tenang dan halus. Juga
tidak ada hubungannya dengan seni Timur yang serba misterius. Cita-cita
ekspresionisme ialah pembebasan seniman dari kaidah seni akademik dan
mengandalkan kepada dorongan yang bersumber dari dalam pribadi, suatu
pemuasan diri (self-enjoyment). Aliran dan gaya ini telah dirintis
sebelumnya oleh van Gogh.
Ada kecenderungan dari Ekspresionisme untuk pembebasan diri (individualisasi)
dalam berekspresi. Pribadi sadar akan pengorbanan diri, introspeksi dan
menjauhkan diri.
Para pelopor aliran ini kebanyakan dari Jerman, sebagai protes
terhadap optimisme dan materialisme dari kaum Impresionisme. Yang paling
terkenal kelompok Ekspresionisme di abad ke-20 adalah di sekolah Jerman yang
dipelopori oleh Ernst Ludwig Kirchner, Erich Heckel, dan Karl Schmidt– Ruttluf
Pada tahun 1905 mereka membuat sebuah kelompok di Dresden yang
disebut Die Brucke (The Bridge). Di tahun 1906 mereka
bergabung dengan Emil Noldedan Mark Pechstein, tahun berikutnya (1910)
bergabung bersama Otto Muller. Prinsip dari kelompok ini ini adalah menolak
tradisi akademik, Realisme dan Impresionisme. Mereka mendapat inspirasi
dari keadaan Jerman pada saat itu dan seni-seni zamman Renaissance, Art
Nouveau, Seni Primitif dan PostImpresionisme Perancis (van Gogh, Cezanne, dan
Gauguin). Nama mereka melambangkan Jembatan Kebersamaan yang
menghubungkan mereka dengan masa yang akan datang. Kebanyakan dari mereka tidak
terlatih di bidang seni tetapi warna-warnanya keras dan bentuk-bentuk distorsi dalam karya mereka
berhasil mengekspresikan kekuatan perasaan dan imajinasi tentang kehidupan.
Kekontrasan warnna hitam-putih dalam karya-karya cukilan kayu mereka, sebuah
media yang dibangkitkan lagi dengan efektif. Di tahun 1912 mereka mengadakan
pameran lukisan bersama sebuah kelompok di Munich yang disebut der Blaue
Reiter (The Blue Rider).
Pelukis Jerman yang lain ialah Franz Marc, August Macky
dan Heinrich Campendonk, pelukis Swiss Paul Klee dan pelukis Rusia Wassiliy
Kandinsky. Die Brucke bubar dan menghentikan segala kegiatannya pada tahun
1913 dalam percekcokan dan pada masa perang dunia ke-1. Sebuah fase baru dari
Ekspresionisme Jerman yang disebut Die Neue Sachlichkeit (the
newobjectivity) tumbuh dari kekecewaan terhadap perang dunia ke-1, yang
ditemukan oleh Otto Dix dan George Grosz. Ciri-ciri tema
cenderung lebih memperlihatkan kondisi nyata masyarakat (sosial) yang berupa
sindiran atau kritik. Gaya ekspresionisme pada saat itu telah menjadi sebuah
gerakan internasional. Pengaruhnya terlihat pada karya-karya pelukis Austria, George
Rouault, di Lituania lahir seniman Chaim Soutine, di Bulgaria lahir
pelukis Jules Pascin dan di Amerika Mark Weber.
Para seniman Ekspresionisme Eropa banyak mempengaruhi perkembangan
para seniman ekspresionisme Jerman. Mereka di antaranya Vincent van Gogh (1853-1890),
James Sidney Ensor (1860-1949), Edvard Munch (1863-1944). Van
Gogh adalah seorang ekspresionis sejati yang menerapkan pendekatannya dalam
perjalanan sejarah seni rupa modern di Eropa secara konsekuen. Van Gogh lahir
di pada tanggal 30 Maret 1853, putra salah seorang pastor Protestan Belanda.
Pada masa kecil van Gogh dijuluki sebagai anak yang pemurung dan temperamennya
selalu tampak gelisah. Pada usia 27 tahun ia menjadi seorang pekerja di sebuah
galeri, pengajar kursus bahasa Perancis, dan seorang pengajar Injil sekaligus
sebagai seorang buruh tambang di Wasmes Belgia. Pengalamannya menjadi seorang
penginjil direfleksikan ke dalam lukisannya yang pertama : lukisan tentang
seorang petani dan penggali kentang. Dalam karya pertamanya terlihat sangat
kasar dan bersahaja, misalnya lukisan Potato Eaters 1885. Dalam
karya-karya awalnya diwarnai dengan suasana gelap dan suram, kadang-kadang
kasar mengungkapkan perasaannya tentang kemelaratan dan kemiskinan yang
dilihatnya di pertambangan batu-bara di Belgia. Di tahun 1886 van Gogh pergi ke
Paris dan tinggal bersama saudara lelakinya Theo van Gogh, di sebuah toko yang
menjual benda-benda seni, dan dia menjadi lebih akrab dengan perkembangan seni
baru pada saat itu. Dia juga terpengaruh oleh seni Impresionisme dan karya
grafis Jepang Hiroshige dan Hokusai. Hal ini tampak pada
eksperimen berkarya seni dua dimensi dengan menggunakan teknik tersebut. Pada
penampilan warna-warna lukisannya, ia terlihat dipengaruhi kuat oleh Pissaro
dan Seurat. Pada sekitar tahun 1888 van Gogh meninggalkan Paris ke sebelah
selatan Perancis. Di sana ia melukis pemandangan ladang pohon cemara, petani
dan karakteristik kehidupan desa tersebut. Selama hidup di Arsles ia mulai
menggunakan sapuan-sapuan kasar seperti putaran angin dengan warna kuning hijau
dan biru seperti terlihat dalam karya Bedroom at Arles (1888) dan Star
Night (1889).
Van Gogh pada akhir hidupnya tidaklah menunjukkan kesenangan dan
kegembiraan dalam menikmati jerih payah berkeseniannya, bahkan dia meninggal
karena bunuh diri, pada bulan Juli 1890. Lebih dari 700 surat yang ditulis van
Gogh dan dikirim kepada saudaranya Theo (diterbitkan tahun 1911, dan
diterjemahkan tahun 1958). Isinya berisi riwayat hidup van Gogh yang luar biasa
dan tidak biasa; tergambar dalam 750 lukisan dan 1600 gambar.
Di Perancis, seniman Chaim Soutine dan pelukis Jerman Oskar
Kokoschka, Ernst Ludwig Kirchner dan Emil Nolde memberikan rasa hormatnya kepada van
Gogh sebagai pelopor terkemuka ekspresionisme. Pada tahun 1973 dibukalah museum
Rjksmuseum Vincent van Gogh, berisi koleksi 1000 lukisan, sketsa dan
surat-surat van Gogh.
James Sidney Ensor seorang pelukis Belgia pertama yang meletakkan prinsip unik
kemanusiaan yang aneh dalam gaya ekspresionisme dan surealisme. Ensor lahir di
Oostende Belgia dan selama tiga tahun di Brussel Academy (1877-1880).
Dia tinggal menetap di Oostende sampai akhir hayatnya. Karya-karya terakhirnya
bertema pemandangan tradisional, alam benda, potret, dan gambar interior dalam
kedalaman warna yang kaya dan menaklukan warna yang menyala seakan bergetar.
Pertengahan tahun 1880 dia terpengaruh warna-warna cemerlang Impresionisme.
Keanehan imajinasi dari seorang master –Flemis dalam Hieronymus Bosch dan
Bruegel the Elder telah menempatkan diri sebagai orang Avant Garde dalam tema
dan gaya. Dia mengambil prinsip subject-matter dari kerumunan
orang-orang yang sedang berlibur di Oostende dengan ungkapannya yang spontan
dan penuh dengan kebencian. Ia menggambarkan seseorang dengan badut atau rangka
atau meletakkan wajah-wajah mereka dengan topeng-topeng karnaval. Hal tersebut
merepresentasikan tentang manusia-manusia yang bodoh, sis-sia, angkuh
dan menjijikkan. Keadaan itu dilukiskan dalam sebuah kanvas yang sangat besar
sekali : Christ‟s Entry
Brussels in 1889 (1888). Ensor dengan sengaja menggunakan warna-warna yang mengkilat
dan kasar. Karya-karyanya mempunyai pengaruh penting pada lukisan abad ke-20.
Subyek-subyek yang menyeramkan telah memberikan jalan bagi Dadaisme dan
Surealisme. Tekniknya terutama dalam sapuan-sapuannya dan warna-warnanya
mengarah secara langsung ke ekspresionisme. Dia meninggal di Oostende yang
sekarang menjadi sebuah museum yang menyajikan hasil-hasil karyanya.
Edvard Munch adalah seniman Norwegia yang karya-karyanya mengungkapkan suasana
murung penuh kesedihan dan penderitaan. Sikap-sikap tokoh yang dilukiskan
nampak berkesan layu, mungkin juga penggambaran ini sebagai cermin dari
pribadinya yang melankolis. Munch lahir di Loten Norwegia, 12 Desember 1863. Ia
mulai melukis dari umur 17 tahun di Christania (sekarang Oslo). Dia pernah
menerima penghargaan pada tahun 1885 saat dia sedang belajar singkat di Paris.
Pertama kali dia mendapat pengaruh dari Impresionisme dan Post Impresionisme,
kemudian memunculkan gaya pribadinya yang tumbuh dan berkembang menyangkut
penderitaan dan kesakitan. Untuk lebih jauhnya terlihat dalam lukisannya yang
berjudul The Scream (1892), The Sick Child (1881-1886) yang
semuanya memperlihatkan trauma masa kecilnya tentang kematian ibunya dan
saudara perempuannya yang meninggal akibat penyakit TBC. Suasana murung
meliputi seluruh lukisannya. Contohnya : The Bridge, melukiskan seorang
lemah yang sedang menutupi wajahnya. Garis-garis tegas dan berat bergelombang
dengan komposisi statis harmonis antara warna gelap dan terang tercapai melalui
nada-nada kuat. Di samping melukis juga membuat cukilan kayu.
Tahun 1908 kegelisahannya menjadi parah , yang akhirnya harus
dirawat di rumah sakit. Ia kembali ke Norwegia tahun 1909 dan meningal di Oslo
tanggal 23 Januari 1944. Karya-karyanya menjadi pusat perhatian utama bagi para
seniman Jerman dalam membentuk gerakan Ekspresionisme Jerman.
Dasar pemikiran dalam konsepsinya adalah bahwa dengan melalui
berkarya, dia berusaha mencari arti hidup, dalam ketakutan, dan harapan
manusia. Hal ini didasarkan atas sikap pribadinya yang melankolis (murung).
Seniman Ekspresionisme Jerman
Ernst Ludwig Kirchner (1880-1938), seorang pelukis Jerman yang merupakan salah seorang
pelopor Ekspresionisme. Ia mendapat pengaruh kuat dalam hal warna dan distorsi
bentuk dari gaya neoimpresionisme dan ekspresionisme Afrika, serta ukiran kayu
pada kapal laut. Sebagai pendiri kelompok Die Brucke di Dresden 1905, ia
mencoba menyaring bentuk-bentuk alam ke dalam bentuk-bentuk yang radikal dan
sederhana tetapi brutal. Seperti pada lukisan Selfpotrait with Model (1907).
Garis dan warna dalam lukisan itu tampak bertabrakan. Sebagai gambaran dari
emosi yang meluap dan garang. Setelah pindah ke Berlin, ia banyak melukis
dengan gaya - gaya yang lebih ekspresif khususnya tentang pemandangan dengan
wanita. Misalnya Five Women in the Street (1913), dengan distorsi yang
aneh memperolok-olokan kenyataan sosial di Berlin. Lukisannya di akhir tahun
1920 semakin bertambah abstrak. Nazi pada zaman itu menganggap
lukisannya telah mengalami kemerosotan dan sekitar 600 lukisannya disita.
Segera setelah itu ia memutuskan untuk bunuh diri.
Emil Nolde (1867-1956), adalah salah seorang seniman Ekspresionisme Jerman
yang terkemuka. Nama aslinya Emil Hansen. Dia banyak terpengaruh oleh van Gogh,
Edvard Munch dan James Ensor, yang mengajarkan tentang visi dan eksperimentasi
warna yang membawanya ke jajaran depan. Dalam sebuah perjalanannya ke
Papuanugini tahun 1913 dan 1914, dia dipengaruhi seni suku tersebut, terutama
dalam aspek deformasi bentuk dan pola permukaan yang sangat kasar dan
warna-warna yang sangat kontras. Dia juga tertarik pada konsep-konsep interior
dan pemandangan alam dengan sosok manusia. Dalam lukisan pemandangannya yang
berjudul March (1919), digambarkan sebuah suasana orang-orang yang tidak
menyenangkan (atau berkesan menyedihkan). Demikian juga dalam lukisannya yang
berjudul The Reveler (1919), lukisannya memperlihatkan wajah bertopeng kasar,
yang merupakan dasar ungkapan emosi yang sederhana. Dalam karyanya Life of
Maria Aegiftica (1912), dia berusaha mengungkapkan imajinasi kehidupan keagamaan
tentang pemandangan perjanjian lama. Dia juga mencela kemerosotan seniman yang
disebabkan Nazi yang melarang melukis (pada tahun 1941).
Franz Marc (1880-1916) adalah seorang anggota penting dari kelompok Der Blaue
Reiter. Marc yang lahir di Munich, adalah seorang seniman yang banyak
mengetahui tentang lukisan binatang-binatang --khususnya kuda dan rusa. Hal ini
sebagai ungkapan rasa cintanya terhadap alam. Karyanya yang berjudul Blue
Horse (1911) menggunakan jenis garis yang melengkung dengan warna-warna
yang tidak realistis. Sesudah tahun 1913, dia mengubah gayanya menuju abstrak.
Usianya berakhir dalam peristiwa perang dunia ke-1.
Wassily Kandinsky (1866-1944) adalah seorang seniman Rusia yang tinggal di Munich.
Kandinsky mengeksplorasi dan mengeksploatasi kemungkinan penyederhanaan bentuk
hingga membuat dia menjadi salah seorang inovator dari seni moderen. Sebagai
seorang seniman yang sekaligus seorang ilmuwan, dia memainkan peran penting
dallam perkembangan seni abstrak. Kandinsky yang dilahirkan di Moskow, 4
Desember 1866, belajar berkarya senirupa di Akademi Seni Murni Munich Jerman
(dari tahun 1896-1900). Pada awalnya dia menolak gaya naturalisme, tetapi pada
tahun 1909 setelah mengadakan perjalanan ke Paris, dia begitu tertarik pada
karya seni Fauvisme dan Post Impresionisme. Ketertarikannya pada dua aliran
tersebut akan tampak pada intensitas warna yang tinggi dan komposisinya menjadi
disorganized (cenderung ada ketidakteraturan). Karya awalnya mengambil
pola-pola datar, bidang warna yang luas. Sekkitar tahun 1913 dia mulai bekerja
dengan pendekatan kebentukan yang cenderung abstrak. Dalam melukiskan obyek
benar-benar megingkari referensi bentuk fisik alam. Terkadang inspirasinya
datang dari judul lagu (dalam musik). Tahun 1911, ketika bersama Franz Marc dan
rekan ekspresionis Jerman, Kandisnky membentuk Der Blaue Reiter. Dia
menghasilkan karya abstrak dan figuratif. Tahun 1912 dia melahirkan teori yang
berisi Concerning the Spiritual in Art, yang dicantumkan dalam
makalahnya tentang seni abstrak yang nonrepresentasional. Isi dari teori
tentang kesadaran spiritual dalam seni itu berbunyi : Suatu
hasil seni terdiri dari unsur, unsur dalam dan unsur luar. Unsur dalam ini
ialah emosi dallam jiwa seseorang seniman; dan emosi ini punya kemampuan untuk
membangunkan emosi yang serupa dalam penonton, unsur dalam ialah emosi yang
harus ada dalam suatu hasil seni . Apabila tidak, maka hasil seni itu tentulah
kepalsuan. Unsur dalam ini justru menentukan bentuk dan hasil seni tersebut ..
Selanjutnya dia mengatakan bahwa bentuk dan warna adalah bahasa yang dapat
mengekspresikan emosi, persis sepperti nada-nada musik yang dappat langsung
menyentuh hati. Akhirnya Kandinsky menutup bukunya dengan suatu kesimpulan,
bahwa ada tiga sumber inspirasi : 1)Impresi, ialah kesan langsung dari alam
yang ada di luar seniman, 2)improvisasi, ialah ekspresi yang spontan dan yang
tidak disadari dari sesuatu yang ada di dalam dan spiritual sifatnya, dan
3)komposisi ialah ekspresi dan perasaan di dalam yang terbentuk dengan lambat
dan secara sadar, sekalipun tetap menggunakan perasaan yang tidak rasional. Sesudah
perang dunia ke-2, dalam lukisan abstraknya terlihat kemunculan bentuk-bentuk
geometri yang bersifat formal, garis—garis tajam dan pola yang teratur.
Misalnya lukisan yang diberinya judul Composition VIII No.260 (1920)
merupakan komposisi unsur-unsur visual : garis, warna, dan bentuk yang tersusun
membentuk pola geometris. Dalam karya yang lain, Square (1914) dia
menyempurnakan gaya ini menjadi lebih elegan, dengan model yang kompleks,
sehingga menghasilkan lukisan yang seimbang. Dia adalah salah seorang yang
banyak juga mempengaruhi seniman lain pada masa itu. Sebagai seniman yang
menggali kemurnian abstrak dan bentuk-bentuk yang nonrepresentasional,
Kandinsky telah menyadarkan dan memberi jalan kepada seniman ekspresionisme
lainnya, dan mendominasi sekolah-sekolah seni . Dia wafat di Neully-sur-Seine,
di luar kota Paris pada 13 Desember 1944.
Paul Klee (1879-1940), adalah seorang seniman lukis, cat air dan grafis yang
merupakan salah seorang tokoh seni moderen. Dia dilahirkan di Munchenbuchsee,
dekat Bern Swiss pada tanggal 18 desember 1879 dan di tahun 1898 pindah ke
Munich. Di sana dia belajar seni di sekolah privat dan di Akademi Munich. Di
awal karya studinya adalah berupa sebuah pemandangan dengan media pensil yang
memperlihatkan adanya pengaruh dari Impresionisme. Hingga tahun 1912 dia juga
banyak menghasilkan karya etsa hitam putih yang menekankan pada fantasi dan
sindiran . Dalam perjalanannya ke Afrika Utara, Klee sangat terangsang untuk
menggunakan warna-warna dan merupakan tanda permulaan gagasannya yeng penuh
kematangan yang olehnya dinamakan Possesed by Color (dimiliki oleh
warna). Lukisan dan cat airnya selama 20 tahun menunjukkan penguasaan yang
lembut , warna-warna yang harmonis , yang biasa digunakan untuk menciptakan
permukaan yang rata, komposisi semi abstrak atau bahkan kesan yang menyerupai
mozaik, Pastoral (1927). Klee juga adalah seorang ahli gambar yang
banyak sekali karya-karyanya menampakkan kesatuan dari garis gambar sebagai
subyek matter yang menimbulkan mimpi atau gambaran mimpi. Di sini dia
menerangkan tekniknya sebagai ‗taking a line for a walk‟ (menggunakan garis untuk berjalan). Twittering Machine (1922)
adalah sebuah karya Klee yang memperlihatkan garis yang meliuk-liuk sebagai
satu komposisi yang integral. Dalam lukisannya Death and Fire (1940)
melukiskan perasaan hatinya yang berkesan murung dan banyak perenungan. Masa
itu pula sebenarnya Klee sedang merasakan penderitaan penyakit kulit dan otot.
Dia meninggal di Muralto Swiss, pada 29 Juni 1940. Karyanya mempengaruhi
seluruh seniman surealis dan aliran nonobyektif abad ke-20 dan hal ini
merupakan sumber yang baik untuk gaya ekspresionisme abstrak yang sedang
bergerak.
George Grosz (1895-1959), adalah seorang pelukis dan ilustrator Jerman-Amerika
yang dilahirkan di Berlin. Dia belajar seni di Royal Academy Dresden
Jerman dan Academy Colarossi Paris, Perancis. Pada saat perang dunia
ke-1, dia menjadi tentara , dan pengalamannya ini dituangkan ke dalam karya
gambar sindiran yang ganas dan karikaturis. Koleksi dari gambar-gambar ini
menceritakan tentang kondisi di Jerman pada akhir perang dunia ke-1 seperti
terlihat dalam Ecce Homo (Behold the Man, 1923), Republican
Autumatons (1920) yang menggambarkan seorang laki-laki moderen dengan
sebuah mesin. Sejumlah pengalamannya sebagai seniman, dia mengeluarkan buku
autobiografinya berjudul A Little Yes and a Big No (1946). Terakhir
sebelum meninggal , dia memilih bekerja sebagai pengajar di National Institut
of Arts and Letters (1954-1959).
Dix (1891-1969), adalah seorang seniman grafis yang memimpin realisme
sosial di Jerman sesudah perang dunia ke-1. Suasana menakutkan tergambar dalam
sebuah seri dari 50 etsa berjudul War (1924). Sebagai pemimpin Neue
Sachlichkeith (obyektivitas baru), dia sangat membenci sekali ketidakadilan
sosial di Jerman yang terjadi setelah perang. Karyanya lebih berisi
sindiran-sindiran yang diungkapkan melalui kontur yang kuat dan tegang , dengan
warna yang kusam sebagai sebuah kreasi yang menentang gaya realisme.
Affandi
- Kubisme
Seni lukis kubisme adalah
sebuah
gaya melukis dengan menekankan pada bentuk simetri dan keluar dari aturan yang
ada pada realisme dan naturalisme. Aliran ini cenderung melakukan usaha abstraksi
terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi
tertentu.
Kepeloporan seni modern yang telah ditegakkan oleh ketiga tokoh
seniman Post Impresionisme memberikan dampak yang kuat terhadap para
pengikutnya. Paul Cezanne banyak mengubah alam menjadi obyek yang baru, dengan
mendeformasinya menjadi bentuk-bentuk geometris. Pada karyanya The Bathers,
kita bisa menyaksikan bagaimana Cezanne berupaya untuk mengubah bentuk
wanita-wanita dalam sosok (figur) yang tidak anatomis. Ada upaya mengembalikan
bentuk alam itu kepada bentuk dasar geometris, walaupun tidak sepenuhnya. Dasar
metode pelukisan obyek seperti itu (gaya Cezanne) akan mengilhami proses
kebentukan seni Kubisme yang dikembangkan oleh Picasso dan Braque.
Seperti dikemukakan di atas, bahwa sumber kelahiran Kubisme
disebabkan oleh adanya gejala pada karakteristik lukisan para seniman yang
berusaha untuk mengubah bentuk alam menjadi bentuk seni dengan pendekatan
deformasi dan geometrisasi. Nama Kubisme pada gaya / aliran seni rupa ini
diungkapkan oleh para kritikus seni, yang khususnya ditujukan kepada pelukis
Pablo Picasso dan George Braque yang mulai tumbuh sekitar tahun 1907 (Thomas,
Denis, 1981:48). Untuk pertama kalinya istilah Kubisme dicetuskan sebagai
gerakan seni (yang dipublikasikan kepada penikmat umum) yaitu pada pameran Salon
des Independents tahun 1911.
Istilah Kubisme bukan berarti bahwa lukisan itu terdiri dari
bentuk-bentuk kubus (Inggris: Cubes), tetapi merupakan ―… a certain approach
to the problem of painting a three-dimensionall world on a two-dimensional
surface‖ (Sylvester, 1993:225). Teori dalam lukisan Kubisme menitikberatkan
kepada pendekatan melukis bentuk dan benda yang berdimensi tiga pada bidang
lukisan yang datar. Maka pelukis Kubisme berusaha mengembalikan bentuk
benda-benda kepada bentuk dasarnya, yaitu bentuk geometris. Picasso tumbuh dan
berkembang sebagai pelukis Kubisme, selain dipengaruhi aspek kebentukan karya
Cezanne, tetapi juga dipengaruhi bentuk-bentuk patung Negro Afrika dan patung
antik Iberia di Louvre. Ketertarikannya pada karya seni primitif, bukan karena
kemewahan bentuknya, tetapi justru karena lekukan bentuknya yang sederhana.
Pada awalnya Picasso sangat jelas memperlihatkan pengaruh Cezanne
dan patung primitif. Untuk hal ini kita bisa melihat karya yang mengejutkan
yaitu Les Demoiselles d‟Avignon.
Pada beberapa lukisannya, pengaruh Cezanne terasa sekali terutama
pada pencapaian kesan ruang dan volume. Sebab azimat Cezanne cukup kuat
dipegang oleh pengikutnya, yang dipublikasikan sekitar tahun 1907, yang
berbunyi, ―Deal with nature by means of the cylinders, the sphere, the
cubes.”(Sylvester, 1993:256).
Patung primitif Negro Afrika dan patung Iberia diserap pelukis
Kubisme dalam hal pelukisan beberapa unsur kebentukan (misalnya bagian-bagian
dari kepala) dan pada Kubisme awal, warna pun mempengaruhinya. Kita bisa lihat
pada Kubisme awal dan Kubisme analitik, lebih banyak lukisan yang
monokromatik. Atau dengan kata lain aspek warna tidak begitu ditonjolkan
seperti pada patung primitif. Untuk memperjelas jalinan pemikiran sumber
kelahiran Kubisme, dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:
Bagan 1:
CEZANNE PATUNG
PRIMITIF AFRIKA & PATUNG IBERIA
KUBISME GEOMETRISASI
BENTUK
AWAL:
PEMBENTUKAN
ANALITIK SINTETIK
penyederhanaan
bentuk simultanitas, multi perspektivis susunan bidang warna,
Picasso: Demoiselles
ideal seni primitif: ideoplastis tumpang-menumpang,
Braque: Grand
Nu transparansi
abstraksi menuju abstrak
FUTURISME, DADAISME,
SUREALISME
Bagan 2:
AKHIR ABAD
KE-19
Ciri-ciri :
Kesejahteraan akibat :
1. Perkembangan
industri, ilmu, dan teknologi
2. Perluasan
industri: nilai seni terdesak
diangkatnya:
ART NOUVEAU
(bid.
Arsitektur,1800-1890)
F.L. Wright
IMPRESIONISME
NEO-IMPRESIONISME:
divisionisme
POST-IMPRESIONISME
tiga tokoh
pelopor
VINCENT VAN
GOGH PAUL CEZANNE PAUL GAUGUIN
1853-1891
1839-1906 1848-1903
Pada umumnya
menentang Impresionisme
yang sudah
terlalu rasional (teoritis)
DISTORSI BENTUK
mengandalkan
kepada ukisan harus teratur mencari budaya yang utuh, ungkapan perasaan
(ekspresi) harmonis, keseimbangan murni, sederhana
DISORGANIZED
APPEARANCE
GEOMETRISASI DEKORATIF
EKSPRESIONISME
KUBISME
Seniman
Kubisme
Catatan
Perjalanan Picasso:
Menelusuri rangkaian perkembangan Kubisme di Eropa tidak akan lepas
dari pembahasan kita terhadap perjalanan sang maestro seni rupa yaitu Pablo
Picasso. Sebagai seorang seniman yang cakap dalam mengungkapkan citra estetik
kerupaan., dia tetap konsisten mengabdi dalam dunia seni rupa selama lebih 60
tahun. Selama itu pula singgasana dunia seni rupa, khususnya seni lukis,
berjaya di dunia. Picasso ialah seorang berbakat seni yang diwarisi ayahnya.
Dia juga ditempa dalam dunia pendidikan seni lukis pertama kali oleh ayahnya
(yang waktu itu sebagai seorang ahli gambar di Barcelona).
Picasso, dengan nama lengkapnya, Pablo Ruiz Picasso memasuki dunia
pendidikan khususseni lukis pada tahun 1895 di Barcelona. Pada waktu pendidikan
itu dia menunjukkan dirinya sebagai seorang berprestasi dan berbakat. Kemudian
menyelesaikan kuliah di Akademi Madrid dengan singkat dari tahun 1897 hingga
1898. Pada tahun 1900 dia mengunjungi Paris untuk pertama kalinya dan menetap
selama tiga tahun.
Antara tahun 1917 dan 1924 Picasso merancang kostum dan dekor untuk
pergelaran ballet Diaghilev. Kemudian menjadi tertarik pada surealisme sekitar
tahun 1925, meski tidak pernah menjadi anggota resmi gerakan tersebut. Ketika
Perang Dunia II berakhir, Picasso berpindah ke bagian selatan Perancis.
Selama bertahun-tahun di Spanyol lukisan Picasso mengikutio tradisi
seni lukis akademis. Akan tetapi pada sekitar tahun 1900 ia mendapat pengaruh
Lautrec dan gerakan yang melanda Eropa masa itu, Art Nouveau. Karya
ilustrasi dan lukisannya memperlihatkan kesadaran sosial dalam memilih
subyek-subyek karyanya. Barangkali hal tersebut sebagian terpengaruh oleh
realisme sosial Isidoro Nonell, dengan salah satu contoh karyanya dari tipe ini
The Absinthe Drinkers. Di Paris, Picasso tidak begitu saja mengubah gaya
yang sudah dikuasainya semenjak di Barcelona, bahkan selama beberapa tahun
memisahkan diri dari kaum avant-garde Paris. Karya-karyanya
memperlihatkan kedekatan semangat dengan kelompok Simbolis-sintetis yang
diketuai Gauguin pada akhir abad sebelumnya. Muatan sastra diutamakan dalam
karyanya dengan gaya yang sangat linier, cenderung mengarah pada kemewahan yang
dibuat-buat. Pada karya yang berjudul La Vie (1903), Picasso lebih
membangkitkan perasaan daripada mempertajam pemaknaannya. Lukisan allegoris
yang menggugah namum tersamar ini mengingatkan pada karya Gauguin.
Lukisan-lukisannya dari tahun 1901 hingga 1904 didominasi nada warna biru
sehingga masa tersebut dikenal sebagai Periode Biru. Penguasaan garis
yang dicapainya pada masa itu terlihat sangat baik seperti pada karya etsanya Les
Pauvres (1905).
Pada tahun 1905 Picasso mulai melukis dengan kekuatan baru,
gambarnya tidajk dibuat-buat lagi, dan suasana hatinya tidak lagi melankolis.
Tema sirkus menjadi subyek favoritnya, dan merah jambu (pink) menggantikan biru
sebagai warna dominan, misalnya terlihat pada karya lukisan Family of
Saltimbanques.
Selama musim dingin tahun 1906 hinggga 1907 ia tertarik pada
bentuk-bentuk patung primitif Negro, Iberia, dan bentuk lain yang memancing
perubahan mendasar. Hal ini tampak pada karya Les Demoiselles d‟Avignon yang dilukis selama musim dingin itu, dan merupakan karya
terbesarnya pada saat itu. Meski telah dilihat banyak orang, dan umumnya kurang
dapat dipahami, karya ini tak pernah dipamerkan hingga tahun 1927. Hal tersebut
menunjukkan karrya ini sebagai tonggak penting dalam karir berkeseniannya.
Ketertarikan pada patung primitif membawanya pada penyederhanaan bentuk secara
radikal, dengan lebih mengutamakan gagasan daripada citra visual subyeknya.
Sosok-sosok disederhanakan menjadi bentuk datar, latarnya kaku, beberapa
bertopeng wajah besar, dan penampilan ruang sesungguhnya diabaikan. Beberapa
muatan sastra yang banyak ditemui pada sketsa-sketsa awalnya menjadi tidak
bermanfaat dalam penyelesaian karyanya, perhatian lebih ditekankan pada
kualitas kebentukannya. Picasso menyatakan bahwa patung Iberia ialah sumber
penciptaan utama sosok-sosok Demoiselles. Karya-karya berikutnya seperti
Dancer with Veils (1907) memperlihatkan secara lebih jelas
ketertarikannya pada patung primitif Afrika.
Karya-karya tersebut memang menjadi dasar perkembangan Picasso
selanjutnya dalam Kubisme. Dari tahun 1909 hingga pecahnya Perang Dunia II, dia
dengan Braque bekerjasama erat mengembangkan pendekatan baru secara radikal
dalam melukis.
Pada karya-karya Kubisme awalnya, seperti lanskap yang dilukis di
Horta de Ebro pada tahun 1909, Picasso sangat dipengaruhi Cezanne, dia masih
mengambil obyek alam sebagai titik tolaknya, namun dianalisis dan
direkonstruksi dalam bentuk dasar sederhanayang disesuaikan dengan bidang
lukisan. Warnanya diperlembut hingga hampir berkesan monokromatis, sehingga
meninggalkan tekanan pada struktur lukisannya.
Selama dua tahun berikutnya komposisi Picasso meningkat rumit dan
sukar dipahami, citranya dipecah menjadi bentuk yang lebih kecil, dan hubungan
antar bentuk dengan latar belakang menjadi serba membingungkan. Setelah hampir
mencapai abstraksi dalam karya – karyanya, seperti The Accordionist (
1911 ), Picasso – seperti Braque – mulai membuat lukisan yang tidak begitu
ambigu lagi. Surat – surat, rincian ilusionistis, dan terutama teknik kolase
sebagaimana pada still-life with Chair Caning ( 1912-22 ) merupakan
segenap cara mencapai tujuan itu. Pada saat yang sama ia membuat bentuk subyek
yang berasal dari bentuk – bentuk piktorial yang lebih baik daripada lukisan
awalnya. Pendekatan ini akhirnya dinamakan Kubisme Sintetis.
Selama Perang Dunia I Picasso bekerja sendiri menyempurnakan idiom
kubisme dan memperkenalkan kualitas yang lebih meningkat. Ia menggunakan
sejumlah pola ( khususnya titik-titik ), warna yang lebih terang dan bentuk
berlengkung bebas. Seperti kertas pelapis yang berhias, yang umumnya dibuat
dengan komposisi sederhana . Pada saat yang sama ia kembali membuat karya
bergaya naturalistis, di antaranya Portrait of Ambroise Vollard (1915),
gambar pensil yang menunjukkan apresiasi baru terhadap karya Ingres. Kemudian
mungkin didorong saat menetap di Roma pada tahun 1917 - ia mulai melukis figur
monumental (serba besar) yang tenang , berkarakter klasik, seperti pada Sleeping
Peasants (1919) atau Mother and Child (1921), dan subyek klasik
dengan mahluk ajaib centaur dan faun. Lantas sosok menjadi subyek utamanya.
Pada pertengahan tahun 1920-an lukisan Picasso mendekati surealisme
dalam aspek spiritnya. Kanvas – kanvasnya bernada gelisah, karakter bentuk –
bentuk menjadi metamorfosis dan didiskorsi untuk menekankan sifat emosional
yang mengabaikan sisi kewajaran , contohnya adalah The Three Dancers (1925).
Gaya ini terus berubah selama bertahun – tahun, sebagai contoh munculnya garis
geometris palsu pada The Painter and Model dan konstruksi terbuka
seperti rangka tubuh serta bentuk-bentuk biomorfis bebas dalam Projects for
a Monument. Pada dasarnya pndekatan Picasso terhadap lukisannya sedikit berubah
semenjak itu, meski kekayaan imajinasinya yang luar biasa membawa pada sedikit
pengulangan . Katanya, " B― berapa kebiasaan yang kupakai dalam seni
janganlah dipandang sebagai sebuah evolusi, melainkan sebagai variasi."
Setelah membuat seri sosok wanita pada tahun 1932 yang bercirikan
lengkungan bergelombang yang sensual, Picasso untuk sementara berhenti melukis,
dan berkarya grafis dan membuat puisi-puisi surealistis antara tahun 1935
hingga 1937. Salah satu karya terpenting Picasso pada tahun 1930-an adalah
karya etsa besar Minotauromachy. Pada karya tersebut dan beberapa
lukisan kecil serta etsa lainnya ia mengembangkan simbol-simbol yang lalu
dipakai pada Guernica.
Guernica dilukis untuk pemerintahan Kaum Republikan Spanyol untuk
memperingati penghancuran kotanya oleh bangsa Jerman. Karya ini ikut dipamerkan
di Paviliun Spanyol pada Paris World Fair tahun 1937. Pada karya ini
Picasso tidak melukiskan kejadiannya itu sendiri, namun menampilkan ketakutan
dan kekejaman perang. Seperti dalam Minotaurochy, citra utamanya adalah
banteng yang mewakili ―kekejaman dan kegelapan‖, kuda melambangkan ―rakyat
menderita‖, dan wanita dengan lampu. Ukuran mural ini besar, citra ekspresif
yang tinggi dinyatakan dengan garis yang mengalir bebas beserta kelembutan nuansa
warna abu-abu yang terkendali. Karya ini merupakan satu di antara karya-karya
Picasso terbaik.
Beberapa lukisan bertema kekerasan dan kekejaman dibuat setelah Guernica.
Contohnya Man With All-day Sucker (1938) yang bentuknya kaku, didistori
dan diperjelas garis hitam yang tegas. Picasso melanjutkan gaya ini selama
perang Dunia II meski membatasinya dalam membuat lukisan, still-life dan
menggunakan warna-warna yang suram.
Seusai perang, saat pindah ke Antibes, gaya Picasso menjadi
berkarakter lebih ceria. Terpilih mendesain sebuah mural besar untuk museum di
Antibes, ia memilih tema perang dan damai yang berbeda dengan Guernica serta
dengan subyek perang seperti pada The Charnel House (1945) dan Massacre
of Korea (1951). Pilihan tema ini dalam rangka memodernisasi mitologi
tentang berbagai karakter ceria dan fantastis yang diperankan faun, kuda
bersayap, dan mahluk-mahluk mitis lainnya.
Picasso pun bersungguh-sungguh mempelajari keramik di vallauris.
Karyanya yang sangat imajinatif serta bentuk yang orisinal, terutama perubahan
rupa dengan hiasan, memiliki pengaruh yang besar dalam seni tembikar. Karya
patungnya juga secara luas berpengaruh. Ia berkarya di bidang ini
sebentar-sebentar saja dalam sepanjang hidupnya, dan selalu mengaitkan karya
patung dengan lukisannya serta memperluas gagasan secara sederhana ke dalam
media trimatra. The Glass of Absinthe adalah contoh pengembangan kolase
relief menjadi bentuk patung . patung-patung Picasso patut dicontoh dalam
penggunaan bahan yang imajinatif dan kemampuannya dalam menciptakan citra baru
yang meyakinkan dari bahan yang tak terduga , contohnya Bull‟s Head (1942-43) yang dibuat dari sadel dan stang sepeda. Dalam
lukisan-lukisannya selama akhir 1950-an, Picasso tertarik secara khusus membuat
variasi bebas yang bersifat individual dari adhikarya masa lampau seperti
lukisan Velazquez Las Meninas dan Dejeuner sur l‟Herbe karya Manet, yang menunjukkan sekaligus penghargaan tertingginya
terhadap tradisi panjang dimasa silam dan kekuatan menafsirkannya.
Catatan singkat Georges Braque dan kubismenya:
Seorang tokoh yang cukup penting, selain Picasso, yang juga turut
mendukung kelahiran dan perkembangan seni kubisme ialah Georges Braque.
Braque lahir di Argenteuil tahun 1882. Tahun 1890-1900 ia tinggal di Le Havre,
kemudian bersekolah di Ecole des Beaux-Arts. Pada usia remaja, dia telah
bekerja magang pada ayahnya sebagai seorang dekorator. Pergaulan dengan dunia
senirupa,sebenarnya telah digelutinya sejak kecil. Dia sering menghabiskan
waktu luangnya di tempat kerja ayahnya.
Ayahnya bekerja sebagai seorang dekorator yang mengerjakan lukisan
pemandangan, untuk Salon des Artistes Francais. Secara tidak langsung sang ayah
juga turut mendidik Braque dalam hal mengenalkannya berbagai media seni rupa,
mulai cat, dan cara penggunaannya, peralatan melukis dan dekorasi , dan hal-hal
lain yang berupa pengetahuan yang berhubungan dengan dunia sang ayah. Antara
Picasso dan Braque memiliki latar belakang keluarga yang tidak jauh berbeda ,
dan lingkungan mereka sangat mendorong kedua tokoh senirupa ini tampil menjadi
‖pembesar― dalam kancah perhelatan senirupa dunia.
Braque banyak berteman dengan seniman besar lainnya pada waktu itu,
misalnya Francais Ficabia, Marie Maurencin, sampai dia bertemu dengan
tokoh-tokoh Impresionisme, seperti Renoir, Monet, cezanne, Van Gogh dan Seurat.
Pertemuan dan pengenalan dengan kaum impresionist terjadi pada tahun 1902.
Braque melukis banyak dipengaruhi oleh pelukis Impresionisme, terutama oleh
Cezanne pada perkembangan akhir impresionisme. lukisan Braque memasuki
pra-kubisme pada tahun 1907. Jika Picasso melukis
Demoiselles sebagai kanvas pertama yang bernapaskan kubisme, maka braque
menunjukkan karya lukisannya yang berjudul Grand Nu (1907-08). lukisan yang
menggambarkan sosok wanita telanjang berbadan besar dan berkesan kokoh ini
memperlihatkan adanya kecenderungan baru Braque dalam mengungkapkan idenya
tentan wanita. lukisan ini berukuran lebih kecil dibandingkan Demoiselles,
yaitu 145,5 x 101,5 cm. Goresan kuat dan blabar pada Grand Nu memberi kesan
penyederhanaan bentuk alam yang kuat. Latar yang memiliki kekuatan
bidang-bidang lebar bernuansa memberi efek gelap terang yang tidak mengesankan
atmosfir nyata. tetapi padalukisannya memiliki ruang misteri yang berdimensi
banyak dan solid. Keseluruhan obyek yang tampil berkesan penuh gerak.
Pendekatan Braque lebih puitis dalam mengekspresikan konsep
intelektualnya. Warna dan bentuk diolah secara harmonis dalam kesatuan
komposisi highly organized. Konsep intelektualitas dengan
geometrisasinya mengarah kepada penyederhanaan bentuk yang menuju persepsi
ruang jelajah mata yang kompleks. Kompleksitas bentuk dan ruang seakan
dipadatkan dengan permainan garis dan bentuk. Braque banyak memulaskan sapuan
kuas kasar untuk membuat nuansa warna dan kesan kepejalan suatu bidang
geometris. Warna monokromatis yang redup banyak kita dapatkan pada beberapa
karyanya, misalnya Landscape (1908). Komposisi Cezanne menjiwai lukisannya.
Pada musim panas tahun 1908, Braque berkunjung ke L‘Estaque, suatu tempat yang
juga disukai Cezanne, untuk berkarya pemandangan dan alam benda, yang kemudian
dipamerkan di galeri Kahnweiler‘s, yang kemudian memperoleh sebutan kubisme.
Pada karyanya ini memperlihatkan suatu jenis lukisan yang konseptual, disiplin
dan geometris.
Konseptual berarti bahwa lukisannya diciptakan dengan kesadaran
logika yang matang, dan dengan perencanaan. Hal ini terlihat pada penataan
unsur bentuk teratur dan warna yang harmonis. Disiplin berarti sikap konsekuen
dan konsisten dalam menyederhanakan setiap unsur bentuk dalam mendekati bentuk
geometris. Braque senang bereksperimen dalam menggunakan berbagai material dan
media untuk berkarya seni. Karya-karya Kubismenya yang menggunakan teknik
kolase dengan bahan kertas (papier-colle) dan bahan lain, akan membawa
ke tahap kubisme sintetik. Braque yang mencoba berbagai media dalam berkarya
lukis, juga dia mulai memanfaatkan bahan metal untuk membuat konstruksi tiga
dimensional (patung) dengan pendekatan kubistisnya, kita bisa lihat patungnya
yang diberi judul Hymen (1939) dan La Tete de Cheval (1946-9),
keduanya dari bahan perunggu (bronze). Patung duduk yang tingginya 76 cm
(Hymen) dan 40 cm (La Tete) menunjukkan bahwa besar sekali pengaruh patung
primitif negro terhadap karya patung Braque.
Yang perlu digarisbawahi di akhir perjalanan Braque adalah bahwa
dia adalah sahabat Picasso yang bekerjasama mengembangkan Kubisme dengan
kecenderungan subyektivitas individual yang agak berbeda. Braque lebih
konsisten menapaki karir Kubismenya, bahkan eksplorasi dan eksploatasimedia dan
tekniknya memperlihatkan konsekuensinya dalam ―bermain bentuk‖.
Tokoh Kubisme yang lain:
Juan Gris, George Braque, Fernand Leger, Metzinger
Kubisme sebagai suatu aliran dan gaya seni lukis mendapat sambutan
hangat dari para pengikutnya, seperti Juan Gris. Gris yang lebih muda dari
Picasso dan Braque tidak mengawali Kubisme dengan serius, sehingga dia agak
terlambat. Kemunculan Gris baru bisa diamati mulai tahun 1912. Kubisme
Grismengacu pada konsepsi Picasso dan Braque, namun berkesan lebih linier dan
berpotensi abstrak. Namun bentuk dan ruang saling menembus dan tertutup.
Seni Gris mengkristalkan sesuatu yang lebih jelas dan terencana.
Setiap obyek terbagi dua yaitu secara vertikal dan horisontal, dengan pandangan
berbeda pada setiap segmennya. Penggunaan warna berbeda jelas dengan
pendahulunya, Picasso dan Braque. Warna Gris lebih deskriptif dan naturalistik.
Seorang ahli matematika Maurice Princent, mengatakan bahwa Gris menerapkan
teori empat dimensi dalam kebentukan lukisannya. Hal ini menunjukkan bahwa
lukisan Kubisme analitiknya bermuatan multi perspektif. Contohnya karya Banjo
and Glasses (1912), L‟Homme au Café (1912), Glasses
and Newspaper (1914). Pelukis lain yang beraliran Kubisme adalah Leger dan
Metzinger, sedangkan tokoh pematung Kubisme di antaranya: Henry Laurens,
Constantin Brancusi, Amedio Modigliani, Archipenko, dan Lipchiz.
Analisis Karya Seni Kubisme
Tentang Tema Karya Seni
Tema seni Kubisme cenderung mengungkapkan alam benda, manusia, dan
lingkungannya. Tema-tema ini diolah oleh setiap seniman dengan perbedaan visi.
Ada seniman yang mengungkapkannya melalui warna, bentuk, garis, dan komposisi
keseluruhan.
Pengaruh lingkungan kehidupan sosial, sebelum dan sesudah perang
dunia akan terasa pada obyek dan komposisi lukisan Kubisme. Obyek yang
merepresentasikan kegelisahan dan penuh simbolis banyak diungkapkan para
seniman sebelum perang. Suasana kekacauan kemasyarakatan, ketatanegaraan juga
tidak lepas dari perhatian seniman. Ketidaksetujuan seniman terhadap kekejaman
dan kekerasan perang muncul pula ke permukaan kanvas sebagai tema pilihannya.
Sebagai salah satu contohnya Guernica.
Tema pemain musik dan alat musik banyak diungkapkan oleh para
seniman dengan pendekatan kubistis. Obyek dipecah menjadi faset-faset
geometris, namun kekhasan karakternya tetap dipelihara, sehingga tema tetap
dapat dibaca oleh para pengamat. Penari, Pemain Balet, Pemain Sirkus juga
dilukiskan oleh para seniman , terutama pada tahap awal Kubisme. Pada tahap
Kubisme Sintetik tema yang diungkapkan sangat sulit diinterpretasi, karena
obyek sudah tidak dikenali satu persatu. Yang pada awalnya obyek diuraikan
(dianalisis), akhirnya menuju proses abstraksi yang lebih kental,, ditarik pada
suatu sintesa, obyek sepertinya dikumpulkan pada suatu tempat, dan bertumpuk,
saling menumpang dan terkadang bertransparansi. Kubisme Sintetik pada akhirnya mengarah
pada abstrak formalis, seperti karya Braque dan Griss, dengan tema yang tidak
mengacu pada obyek.
Tentang Estetika Kubisme
Estetika Kubisme berawal dari pendekatan Impresionisme yang
memandang bahwa kebenaran alam tidak sama dengan kebenaran seni. Alam menjadi
inspirasi dalam melahirkan konsep kebentukan yang geometris. Intelektual
Kubisme menuntun intuisi dalam menggubah kenyataan alam. Alam atau obyek
diungkapkan melalui bentuk-bentuk geometris, seperti balok, silinder, limas,
kerucut,, dan lain-lain, dalam suatu kesatuan komposisi yang mempertimbangkan
unsur-unsur estetik.
Penggunaan bidang, bentuk, dan garis dalam mengurai obyek/benda
memiliki peranan yang sangat penting. Bahkan deformasi obyek atau benda alam
didasari bentuk-bentuk geometris. Kubisme sangat konsisten dalam menggarap satu
format lukisan dengan proses geometrisasi, baik obyek maupun latar belakang.
Sehingga satu format lukisan tampak seperti tak memiliki obyek. Tumpukan bentuk
atau obyek seakan menekan atmosfir dari berbagai sudut pandang. Tetapi itulah
konsep space (ruang) yang diciptakan kaum Kubisme. Warna benar-benar
dipertimbangkan secara rasional, dengan penekanan pada keselarasan, baik antar
obyek maupun dengan latar. Perkembangan estetika Kubisme berlanjut dengan
rekayasa teknik dalam berkarya seperti yang dikembangkan Picasso dan Braque,
yaitu papier-colle.
Tentang Teknik Berkarya Seni
Teknik melukis dengan menempelkan benda-benda, atau serpihan dan
lembaran kertas ini menciptakan estetika baru. Permainan susunan bentuk
geometris dari berbagai benda ini didorong oleh ide kreatif para seniman.
Pengolahan bentuk adalah aktivitas artistik utama kaum Kubisme. Teknik adalah
alat dan cara melayani ide kebentukannya. Pengembangan bentuk dan teknik dalam
berkarya memungkinkan munculnya lukisan bertekstur (seperti relief),
assembladge, dan patung Kubisme dengan aneka media (misalnya logam).
Gerakan Kubisme pada dasarnya merupakan pengembangan ide garapan
Impresionisme dalam mewujudkan kebenaran alam. Seurat (1859-1891) yang mencoba
teknik divisionisme dalam konsep Impresionisme memperlihatkan tentang
pendekatannya yang sangat rasional. Konsepsi Seurat sebenarnya sudah berbeda
dengan Impresionisme jika ditinjau dari segi gaya ungkapan visual. Tetapi masih
tetap merepresentasikan alam secara obyektif. Kebenaran alam yang ditampilkan
Seurat dalam kebenaran seni masih menunjukkan kesamaan. Berbeda dengan Cezanne
yang sudah mulai memandang alam bukan sebagai obyek yang ditirunya. Cezanne
mengubah dan mendeformasi alam melalui proses geometrisasi dengan teknik garis
blabar dan tegas, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk baru dari alam.
Patung Negro Afrika memberikan ilham kebentukan pada seniman modern
Eropa (misalnya Pablo Picasso). Hal ini merupakan transposisi penalaran seni
patung primitif dalam komposisi bentuk geometris.
Karya seni Kubisme didasari oleh pertimbangan rasional yaitu dengan
menganalisis bentuk (sosok) alam menjadi struktur geometris (kubus, silinder,,
limas, dsb.).
Dalam
perkembangan aliran Kubisme, terdapat tiga tahap yaitu:
a. Tahap awal (bisa dinamakan tahap pembentukan) yang dipelopori
Pablo Picasso (1909-1912).
b. Tahap analitik yang dipelopori Juan Griss (1909-1912).
c. Tahap
sintetik yang dipelopori Leger (1913-1914).
Tahap awal ialah proses pembentukan gaya Kubisme yang ditandai
adanya deformasi bentuk alam menjadi bentuk geometris, dan penerapan konsep
kebentukan patung primitif pada bidang dua dimensional. Tanda-tanda lukisan
Kubisme tahap awal dapat kita pelajari dari karya Picasso, Les Demoiselles d‟Avignon dan karya Braque, Grand Nu.
Tahap analitik adalah perkembangan lanjut Kubisme yang
memperlihatkan tanda-tanda adanya analisis terhadap benda/sosok/bentuk alam
menjadi susunan bentuk-bentuk geometris. Pada lukisan ini sudah tak tampak
kesan cahaya dan perspektif. Karya Kubisme analitik dikembangkan dari teori
simultanitas (multi perspektivis). Juan Griss dianggap mempelopori analisis
bentuk. Contoh: lukisan berjudul Tea Time karya Metzinger,
memperlihatkan lukisan cangkir yang separuh terlihat dari samping persis, dan
separuh agak dari atas, mukanya sekali waktu terasa seperti terlihat dari
samping dan di kali lain seperti dari depan dalam bentuk yang kompleks. Karya
Picasso, Laki-laki dan Viol sebagai pernyataan ruang dan waktu. Karya Braque,
Laki-laki dan Gitar sebagai dimensi empat dalam lukisan (perspektif tak
digunakan).
Tahap sintetik adalah kecenderungan Kubisme yang memperlihatkan
adanya usaha melepas bentuk menjadi bagian-bagian yang secara simultan diungkapkan
dan tampil seprti terpotong-potong. Susunan obyek lukisdan seperti
tumpang-menumpang dan transparan, sehingga membentuk obyek yang dilukiskannya.
Contoh: Piring Buah dan Jendela Terbuka karya Juan Griss; Tiga Pemain Musik,
Picasso; The City, Leger.
Ada beberapa buku yang menganalisis perkembangan Kubisme dalam tiga
tahap yang dimulai tahap analitik, hermeutik, dan sintetik. Tahap hermeutik
sebenarnya mengacu pada kecenderungan komposisi dan pemanfaatan ruang dalam
bidang lukisan. Hermeutik menunjukkan bahwa bidang lukisan Kubisme
menggambarkan kepadatan dan ketertutupan ruang. Bidang, bentuk, dan warna
meliputi seluruh format lukisan, antara obyek dan latar berpadu, sehingga ada kesan
bahwa ruang sangat rapat.
Pada Kubisme analitik dan sintetik juga terdapat aspek hermeutik
dalam pemanfaatan ruang. Buku yang lain ada yang menambahkan tahap heroik.
Tahap heroik ditujukan pada waktu tertentu, ada kecenderungan lukisan Kubisme
yang memperlihatkan sifat-sifat heroik. Hal ini dipengaruhi suasana sosial-politik
pada masa tersebut, misalnya peperangan.
Patut kita cermati bahwa pelukis Kubisme, yang dipelopori Picasso,
sebagai seorang maestro seni lukis dunia terlahir dengan sepenuh jiwa dalam
berkarya seni rupa. Kecintaannya terhadap dunia seni rupa membuahkan hasil yang
gemilang,, yaitu kreativitas seni. Berkarya baginya tidak hanya berekspresi
(mengungkapkan perasaan) tetapi juga berpikir - mempertimbangkan komposisi dan
ide kebentukan – secara rasional (intelektual).
Dalam mengembangkan dunia kesenirupaannya, Picasso selalu menggali
hal-hal baru, di antaranya dia mengambil ide kebentukan dari dunia primitif
(patung Negro Afrika) . Yang primitif baginya, memberikan inspirasi bagi
perwujudan sebuah karya seni.
Dengan memepelajari sejarah seni rupa Barat, khususnya tentang
Kubisme Picasso, diharapkan tidak hanya sebagai pengetahuan, tetapi harus
menjadi spirit baru dalam mendorong jiwa kita untuk selalu konsekuen dalam
berkesenian dengan menggali akar budaya tradisi bangsa kita.
Pablo Picasso
- Futurisme
Seni lukis futurisme adalah
bagaimana menangkap unsur gerak dan kecepatan dalam lukisan. Aliran futurisme
juga mendukung perkembangan tipografi sebagai unsur ekspresi dalam desain.
Latar belakang dimulainya pada tahun 1909.
Gerakan pada
salah satu macam jenis lukis ini terinspirasi dari kehidupan yang berubah
menjadi moderen berkat teknologi mesin yang menghasilkan unsur gerak dan
kecepatan sebagai unsur yang sangat
berpengaruh bagi kehidupan manusia di abad ke-20.
Aliran Futurisme tergolong sebagai suatu aliran seni lukis modern
yang termasuk langka. Ungkapan seni Futurisme didasari bukan oleh sekedar
ketidakpuasan dari warisan seni yang ada, dan menciptakan idiom baru, tetapi
merupakan ekspresi dan reaksi awal terhadap perkembangan teknologi dan industri.
Futurisme pertama kali dikumandangkan oleh seorang sastrawan
Italia, Filippo Tommaso Marinetti (1876-1944) pada tahun 1909. Dalam
manifestonya ia menyatakan , bahwa bangsa Italia telah memasuki babak modern
laksana ―mobil berkecepatan tinggi‖. Dalam berekspresi seni, ia
mengharapkan bahwa: ―seni dapat melupakan masa lampau dan menyongsong kecepatan
dan energi mekanik. Pernyataannya berlanjut: bahwa keindahan baru menambah
semaraknya dunia; keindahan gerak, lajunya mobil, yang dihiasi oleh pipa-pipa
besar menyerupai ular dengan desir napasnya,
gaung mesin mobil tampak seperti luncuran peluru senapan, lebih indah daripada
Winged Victory of Samothrace (patung Helenistis yang terkenal pada zaman
Lauore). Kami ingin memuliakan perang – Dunia itu suci-militerisme,
patriotisme, aksi penghancuran anarki, keindahan ide yang mematikan dan
merendahkan wanita. Kami ingin menghancurkan musium, perpustakaan dan semua
jenis bidang akademik, dan membuat perang bermoral, feminimistis pada setiap
kesempatandan berperilaku luhur. Kami harus menyuarakan kesenangan kerja,
kesenangan aneka warna, suara-suara yang menyerukan revolusi dalam kapitalisme
modern. Kami harus menyuarakan keaktifan,, bisa memberikan kekuatan dan tempat,
ruang dengan sinar bulan, tempat orang-orang lapar yang memanfaatkan
kebolehannya… mesin besar yang mencabik tanah dengan relnya seperti kuda-kuda
baja dengan tub-nya, dan cahaya lembut pesawat, sayap-sayapnya melayang di
angkasa seperti bendera dan tampak bertepuk menyerupai kerumunan yang antusias.
Secara keseluruhan kami mendapatkan pengaruh dari Italia dan dimaksudkan untuk
kejahatan , yang kita kenal sekarang sebagai aliran Futurisme, karena kami
ingin membebaskan diri dari pengaruh profesor, ahli arkeologi dan studi‖
(Lynton dalam Stangos,ed, 1994:98).
Banyak persamaan kata-kata dalam manifesto Kepada seniman Itali
muda, yang disusun langsung di bawah pimpinan Marinetti dengan tiga pelukis:
Umberto Boccioni (1882-1916), Luigi Russolo (1885-1947) dan Carlo Carra
(1881-1966). Teknik menggambar baru sebagai wujud manifesto Boccioni
diterbitkan pada bulan April 1910 berbunyi : ―Semua benda bergerak, berjalan, dan berputar dengan cepat.
Lukisan tak pernah ajeg, tapi selalu muncul dan tenggelam silih berganti.
Melalui persepsi mata, bergeraknya benda selalu bertambah dan berlipat ganda
susul-menyusul seperti getaran runag yang terlewati. Karena kuda yang berpacu
bukan punya kaki empat tapi duapuluh dan geraknya segi tiga.
Jika ditelaah setiap manifesto kaum futuris
merupakan ungkapan kebebasan berpikir dan berekspresi seni sebagai akibat
modernisasi budaya di segala bidang, khususnya dampak perkembangan teknologi. Modernisasi di
kawasan ini diartikan sebagai wujud teknologi dan permesinan, serta dianggap
lebih indah dari kemenangan Samothrace. Ungkapan artistik melalui karya rupa
yang dilakukan oleh Marinetti , secara keseluruhan menggambarkan dinamika
kecepatan , gerak, sekaligus citra kehidupan moderen. Demikian pula dengan
pemujaan atas ―kekerasan‖, penerabasan, peperangan, dan sifat merusak, serta
teknologi menjadi bahan berungkap rupa utama. Futurisme amat berpengaruh pada
dunia gagas di Eropa pada tahun 1930-an. Hal yang perlu dicatat, bahwa Gino
Severini melakukan penggabungan selaras antara Futurisme dengan Kubisme
pada beberapa karya rupa. Bersama kelompok avantgarde di Perancis, Severini
dan Amodie Ozenfant, menolak hadirnya dinamisme sebagai
sempalan Futurisme. Severini lebih cenderung menekankan citra permesinan,
kedayagunaan, gagas diam, kerincian, dan keselarasan pada ungkapan rupa. Pada
tahun 1917 Severini menyatakan bahwa mesin hakikatnya sama sebangun dengan
membuat karya seni.
Konsep Seni Futurisme
Gerakan revolusi Futurisme diproklamirkan pada tahun 1909 oleh
seorang penulis dan penyair Italia, Filippo Tommaso Marinetti. Futurisme
adalah sebuah pergerakan seni murni Italia dan sebuah pergerakan kebudayaan
pertama dalam abad ke-20 ini, yang diperkenalkan secara langsung kepada
masyarakat luas. Bermula dari konsep dalam pergerakan sastra, kemudian merasuk
ke dalam bidang kesenian seperti: seni lukis, seni patung, seni musik, desain
dan arsitektur. Futurisme ini muncul dari situasi yang ditimbulkan akibat
perang dunia ke-1, dengan tujuan meninggalkan kenangan pahit, nostalgia,
pesimistis, kemudian melepaskan materi-materi , elemen-elemen dan nilai - nilai
lama.
Nilai-nilai dari kaum Futuris, dimaksudkan untuk mengiringi dan mengimbangi
pergeseran kebudayaan, kekuatan dinamis pasar yang luas, era permesinan, dan
komunikasi global yang menurut argumentasi mereka tengah mengubah alam realitas
dari kebudayaan dunia.
Maka khayalan-khayalan kaum Futuris memakai pola-pola geometris
untuk mewakili arah gerak dan makna dari pergerakan itu sendiri. Para seniman
Futurisme biasanya memanfaatkan hari-hari petang (sisa hari) untuk berkumpul
menuliskan manifesto-manifesto, puisi dan musik. Sikap agresif dan perilaku
yang individualistis dari kaum Futuris ini, lambat laun dimanfaatkan untuk
menyebarkan faham Fasisme. Salah seorang Futuris mempublikasikannya
dalam surat kabar Perancis, ―le Figaro‖ bertanggal 20 Pebruari 1909,
dengan membuat percampuran atau perpaduan yang tidak mudah di dalam memenuhi
kepentingan nasionalisme Italia, kemiliteran, dan kepercayaan baru terhadap
mesin yang selanjutnya dijelmakan dalam produk mobil dan pesawat terbang.
Sebelum perang dunia ke-2, pergerakan para Futuris Italia yaitu
yang mengantisipasi kemungkinan terjadinya kendala-kendala seni pada kehidupan
sehari-hari, melalui penyerapan dan penggambaran kualitas mekanisasi dan
kecepatan, seperti yang telah dibahas oleh Banham dalam bukunya ―Theory and
Design in the First Machine Age‖. Pada era ini telah mengilhami pelukis
Futuris, penyair dan arsitek di antaranya : Filippo Tommaso Marinetti, Giacomo
Balla,, Gino severini, Fortunato Depero, Carra, dan Antonio Sant‘Elia untuk
menciptakan sebuah karya yang mencerminkan dunia mereka. Itu semua meruupakan
semangat baru yang mereka junjung tinggi dalam sebuah kelompok yang membawanya
kepada politik Fasis. Ketika ketergantungan akan keterlibatan emosi dengan gaya
hidup kemoderenan dan kebaruan di lingkungan masyarakat menyeruak. Benedotte
Croce menerangkan di tahun 1924, bahwa : Muasal ideologi fasis dapat ditemukan
di dalam Futurisme, dalam kebulatan tekad untuk turun ke jalan, untuk
memaksakan pendapat mereka, untuk tidak takut akan kerusuhan, serta untuk
meninggalkan semua yang berhubungan dengan tradisi.
Falsafah yang dipakai oleh kaum Futuris, hampir sebagian besar
diambil dari latarbelakang sejarah kemunculan Moderenisme.
Konsep karya Futurisme didasari pemikiran bahwa energi alam harus
ditampilkan di dalam karya seni sebagai sensasi dinamis yang dapat memecahkan
suatu kesatuan realitas. Ia menjadi sesuatu yang baru dengan melalui penggunaan
gerak dan cahaya. Ciri-cirinya adalah keterbatasan dijadikan gaya yang dinamis,
penerapan kolase atau bentuk-bentuk Kubis dalam tipografi. Futurisme mendorong
perubahan dalam bentuk tipografi puisi. Hal ini menantang ketradisian dari
halaman cetak media massa, dan peramalan untuk merangkaikan informasi pada
poster. Bentuk elemen dan kolase banyak digunakan dalam cara-cara dinamis guna
menciptakan gambar-gambar.
Marinetti beserta Ardengo Soffici menelurkan karya puisi-puisi
nyata dan sajak-sajak berpola, kemudian maknanya dicetuskan dan diungkapkan
dengan penggunaan tipografi dan layout yang tidak konvensional, baik dalam
tradisi layot vertikal maupun horizontal. Komponen-komponen formal dan
ideologis pembentuk Futurisme dipakai dalam karya grafis Fortunato Depero,
Lucia Venna dan Nicolay Diulgheroff, sepanjang dekade 1920-an hingga 1930-an,
yang mengiringi segala kegiatan kaum Futuris. Aliran ini juga diungkapkan dalam
periklanan. Pada tahun 1928 terdapat sebuah paviliun yang merepresentasikan
poster Futuristik dalam pameran ―Esposizione del Decenale della Vittoria”
(The Decennial National Expo of Victory) di Turin Italia. Esensi dari
Futurisme adalah ekspresi urban (kota). Melalui faktor-faktor tertentu, antonio
Sant‘Elia, seorang arsitek Italia terkemuka pada tahun 1914, bergabung dalam
pergerakan kaum Futuris, mengembangkan paham tersebut sehingga berhasil
memperoleh penghargaan akademis. Di dalam penggambarannya mengenai ―Kota
baru‖ yang dipamerkan di Milan pada tahun 1914, dan dalam kertas kerjanya :
―Manifesto of Futurist Architecture‖, Sant‘Elia mengajukan alternatif
gaya asrsitektur yang masif, padat, dengan garis-garis dinamis, lurus,
eliptikal serta elemen dekoratifnya yang bukan merupakan pengulangan dekorasi
masa lalu, yang mustahil diterapkan di masa itu. Tetapi ia berhasil dari
penggunaan dan penyusunan materialnya yang dibiarkan mentah, tak diolah, bahkan
diwarnai secara mengerikan. Pada akhirnya, elemen-elemennyapun harus dapat
dipertukarkan. Bidang arsitekturnya juga mengekspresikan Dinamisme dari
Futuristik. Sant‘Elia meninggal tahun 1916, tetapi karya manifestonya diakui
oleh para anggota de Stijl pada tahun 1917.
Tema Seni Futurisme
Di samping itu, tema utama manifesto Futurisme adalah ―dinamisme
universal‖. Manifestasi dari segala sesuatun yang bersifat material
dihancurkan oleh permainan cahaya dan gerakan. Obyek-obyek yang dalam keadaan
bergerak digambarkan secara berlebihan. Futurisme bertolak dari sensai optik,
dengan pencarian inspirasi melalui lingkungan teknologis dan kehebatan
eksistensi mesin-mesin. Dalam peradaban moderen, Futurisme menemukan dinamisme
dari sensasi-sensasi gerakan, kecepatan dan kesamaaan waktu sebagai modernitas
baru. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk sebagai wadah dalam
mengekspresikan pengalaman perasaan yang digambarkan sebagai sensasi dinamis
yang terpadu. Pernyataan dalam salah satu katalog pamerannya adalah :
“Pelukis harus mengekspresikan juga sesuatu yang tidak nampak namun
ada dan berputar di belakang obyek diam; sesungguhnya sesuatu yang tidak nampak
namun ada di sebelah kiri, di sebelah kanan dan di belakang, tidak hanya merupakan
satu kotak kecil kehidupan yang dikemas secara artifisial seperti dalam sebuah
panggung”.
Aspek gerakan
menurut Futurisme terbagi atas dua bagian, yaitu :
1) Gerakan absolut: Garis-garis dinamis yang menunjukkan
suatu obyek dapat dipecah-pecah menurut tendensi tertentu. Tendensi terhadap
gerakan dapat diwujudkan dengan bentuk-bentuk abstrak yang dinamis.
2) Gerakan relatif :
Gerakan yang
sebenarnya terjadi pada suatu obyek. Seekor kuda yang bergerak, bila
digambarkan bukanlah kuda dalam keadaan istirahat tetapi kuda dalam keadaan
bergerak , misalnya harus diberi dua puluh kaki.
Pada saat itu fotografer mengilustrasikan gerakan dengan
memperlihatkan fase tiap gerakan sehingga membentuk suatu gambar sintesis yang
menunjukkan fase-fase yang berjajar. Pengaruh teknik fotografer ini tidak boleh
diabaikan. Sehingga dalam lukisan Futurisme memperlihatkan penggabungan
diagram-diagram gerakan yang terdiri atas gerakan-gerakn absolut dan gerakan
sebenarnya (relatif) dari suatu obyek di dalam lingkungannya, dengan rumusan
Futuris : Lingkungan + Obyek. Sebagai contoh, untuk penggambaran seorang
wanita di jendela, sang pelukis harus memasukkan unsur-unsur : suara di jalanan , bisingnya kendaraan yang
melintas, keramaian kehidupan yang dapat terlihat dari jendela itu dan asosiasi
yang dibawa dalam pikiran si wanita; dengan kata lain : Lukisan
adalah rumusan artistik yang arus merekam kompleksnya realitas‖. Untuk
melukiskan kesamaan waktu dari suatu sensasi yang kompleks dengan cara sintesis
dalam mengungkapkan dinamisme universal, kaum Futuris mengadopsi
penemuan Kubisme. Kemudian mengkombinasikan ke dalam suatu bentuk utuh yang
baru, yaitu lukisan Futurisme, yang memperlihatkan bentuk-bentuk realitas yang
berbeda, yang dekat dan yang jauh, benda-benda yang terlihat dan terasakan,
saling menembus, dan digambarkan dalam waktu yang sama. Dalam mengungkapkan
gaya Futurisme, Carlo Carra tertarik pada bentuk-bentuk yang kaku;
Umberto Boccioni menaruh perhatian pada kandungan intelektual ;
sedangkan Gino Severini menaruh perhatian pada nilai-nilai dekoratif.
Tokoh-tokoh Seniman Futurisme
Fortunato Depero -- Seorang eksponen Futurisme, yang mengkonsentrasikan diri pada seni
lukis dan puisi. Meskipun begitu, seperti umumnya para kolega-koleganya, ia pun
melanglang ke dunia grafis, baik dalam majalah-majalah ataupun buku-buku yang
diproduksi untuk mempromosikan Futurisme, atau dalam aktivitas komersilnya
dalam mencari nafkah. Ia menjalani kehidupan, walaupun hanya sebentar tetapi
sangat penting, bahwa pada periode saat hidup di New York (1929-1931), sebuah
kota yang sangat dipuja oleh kaum Futuris, karena merepresentasikan kepada
mereka intensitas dari kehidupan metropolitan yang mereka pikirkan dalam
manifesto-manifestonya. Di New York, ia mengelola periklanan bagi banyak
perusahaan. Ia melahirkan karya-karya yang memperjelas pengaruh Futurisme.
Depero juga membuat ilustrasi bagi majalah Vogue dan The New Yorker dalam
beragam publikasi. Selain periklanan, ia juga merancang perangkat teater untuk Diaghilev‟s Balllets Russes pada tahun 1916. Untuk mengenang kehadirannya, maka dibangun museum
untuknya di Rovereto Italia.
Lucio Venna -- Lahir di Vinice, ia pindah ke Florence pada tahun 1912. Ia bekerja
dengan ilustrator Emilio Notte, dan bertemu dengan pencetus Futurisme
Filippo Marinetti dan Umberto Boccioni. Pada tahun 1917, ia dan Emilio Notte
membuat buku :‖Fundamento Lineare Geometrico‖ (The Basic Linear
Geometrics) di Italia Futurista. Pada tahun 1922, ia lebih banyak melukis
untuk mempertinggi eksklusivitas dari grafis terapan dan mendirikan studio Venna-Innocenti
yang bekerja sama dengan Innocenti Publishing House hingga tahun
1928. Karya-karya desainnya meliputi cover-cover ―Grand Sport‖
(1930-1932), periklanan untuk Debenham & Freebody, London, dan bekerja sama
sebagai direktur artistik dari Scena Illustrata.
Nocolay Diuldheroff -- Lahir di Kyustendil, Bulgaria,
ayahnya seorang tipografer. Ia belajar di Vienna‟s School of Arts and Crafts (1920-1921), The New School of
Art di Dresden (1922) dan menghabiskan beberapa bulan di Johannes Itten,
Bauhaus. Ia pindah ke Turin pada tahun 1926 untuk mempelajari arsitektur,
tetapi kemudian lebih tertarik bekerja sebagai desainer secara lebih intensif.
Ia membuat lampu-lampu, keramik, dan kaca, selain juga bekerja dalam periklanan
untuk Cinzano, Unica dan Campari. Ia mengambil bagian dalam paviliun yang
mempromosikan Futurisme dalam Turin International Exhibition pada tahun 1929.
Pada tahun yang sama penguasaan Futurisme-nya dalam grafis dipamerkan di Turin
dalam jangka waktu yang lama, melalui Arturo Tucci Publishing Agent.
Pada pertengahan tahun 1930 ia kemudian lebih menyibukkan diri ke dalam
proyek-proyek arsitektur.
Filippo Tommaso Marinetti -- Seorang penyair yang lahir di Mesir
tahun 1876, merupakan tokoh utama yang memunculkan Futurisme. Ia
mengumandangkan: “Menyerang masa lampau, dan menjunjung tinggi kehidupan
masa kini yang telah diubah secara nyata oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
moderen.‖
Carlo Carra (1881-1966) -- Pelukis studio yang pernah
menyaksikan karya-karya Gauguin, Cezanne, Turner dan Constable. Dia merupakan
pendukung tradisi Italia dan pernah belajar melukis pada Giotto. Pada tahun
1917 mengembangkan Pittura Metafisika.
Gino Severini (1883-1966) -- Seniman yang memiliki perhatian
besar terhadap cahaya dan Kubisme, serta juga pernah belajar tentang teori
warna dari Impresionisme Seurat.
Filippo Tommaso Marinetti
- Dadaisme
Aliran dadaisme merupakan pemberontak konsep
dari konsep aliran sebelumya. Aliran ini mempunyai sikap memerdekakan diri dari
hukum-hukum seni yang telah berlaku. Ciri aliran ini sinis, nihil dan berusaha
melenyapkan ilusi. Aliran ini dilatarbelakangi oleh perang dunia pertama yang
tak kunjung berhenti. Perang yang tak kunjung padam memberi kesan hilangnya
nilai sosial dari nilai estetika di muka bumi, sehingga pandangan dadaisme
tidak ada estetika dalam karya seni.
Dasar Perkembangan
Pada awal perkembangannya, Dada merupakan dasar sastra, dan medan
kebentukan sebagai produksi yang nyata. Sebenarnya pernyataan merek asendiri
menentang seni rupa dan puisi (syair). Dalam karyanya mereka mencoba
menertawakan kenyataan yang ada, antara seniman dan sosial. Misalnya dalam
kenyataan perang: manusia mengubur manusia. Kebenaran dinilai sebagai perbuatan
yang berani dan perilaku dalam proses insdustrialisasi serta koruptor yang
lahir karena kerakusan dan nafsu. Kritik sosial seperti ini sangat lugas
diungkapkan oleh mereka.
Myers (1980) mengungkapkan bahwa karya dapat dikatakan sebagai
ungkapan nyata dari perasaan nihilistik. Perhatikan misalnya karya Monalisa,
atau Faountain nya Marchel Duchamp. Memang kritik visual kaum Dada seperti ini
akan menggelisahkan dan sekaligus menggelikan masyarakat. Dalam kekaryaan itu
mereka menolak seni baik seni rupa maupun musik, namun kegiatan yang dilakukan
Dada mereka namakan sendiri sebagai suatu permainan. Dada baru diterima
masyarakat sekitar tahun 1920, karena berbicara banyak tentang sesuatu yang
masuk akal.
Kelahiran Dada
Pada tahun 1916, sekitar bulan Pebruari, ketika Perang Dunia I
sedang berkecamuk, berkumpullah para penyair dan perupa di sebuah tempat yang
bernama Cabaret Voltaire, Zurich. Mereka di antaranya : Tristan Tzara
(penyair dari Rumania), Hugo Ball dan Richard Hulsenbeck (penulis dari Jerman),
serta pematung dari Perancis, Hans Arp. Dengan sikap humoristik dan
konvensional mereka mendirikan kelompok internasional yang diberi nama DADA.
Nama ini menurut Soedarso Sp, diambil begitu saja dari sebuah kamus Jerman
- Perancis yang kebetulan berarti bahasa anak-anak untuk menyebutkan kedamaian
(Soedarso Sp, 1990:115). Sementara itu RA Murianto dalam bukunya Tinjauan
Seni, mengartikan Dada yang berasal dari bahasa Perancis itu sebagai mainan
anak-anak berbentuk kuda-kudaan (RA Murianto, 1984:78). Dari dunia pendapat
tentang arti kata Dada itu, menunjukkan sikap nihilistik mereka. Bisa
dikatakan pula bahwa mereka ini termasuk kelompok Golput. Esensi sikap
nihilistik itu sebenarnya ingin menolak semua hukum -hukum seni dan keindahan
yang ada dan yang sudah mapan. Sikap nihilistik itu juga sebagai bentuk
pengejewantahan protes terhadap nilai-nilai sosial yang makin menjadi tidak
menentu, karena akibat perang dunia. Dasar perkumpulan orang Dada bukanlah
sesuatu program (yang direncanakan). Melainkan karena persamaan nasib dalam
melihat pranata sosial yang kian runyam. Jika akan melacak orang yang pertama
kali melambungkan istilah Dada sebagai suatu mazhab kesenian, akan sulit
menemukannya. Tapi yang jelas, suatu kata tanpa arti menjadi fenomena
penjelasan bagi suatu gerakan internasional (Rita Widagdo, 1982:27).
Sikap yang humoristik dan konvensional kaum Dada menyajikan
sindiran terhadap realita sosial waktu itu. Dari nama Dada, yang berarti
―kuda mainan merupakan perwujudan dari sikap yang seakan menolak hukum seni, dan
isinya sebagai protes terhadap nilai-nilai sosial yang semakin hancur.
Ciri Khas Dadaisme
Ciri khas karya seni Dadaisme ialah bagaimana penggunaan teknik dan
cara menyatakan ekspresi yang serba nonkonvensional sehingga tampak
aneh. Teori Dada ialah apabila dunia ini selama 300 tahun tidak bisa
merencanakan perkembangannya, bagi seorang artis tidak mungkin pura-pura
menemukan arti dalam kekacauan ini. Dada menolak setiap kode moral, sosial
maupun estetik.
Pandangan estetik Dada ialah tidak ada estetika. Sikap
kemuakan terhadap keadaan dunia, karena perang, karena kekacauan (pandangan Die
Neue Sachlichkeit). Para seniman yang termasuk aliran ini antara lain : Max
Ernst, Marchel Duchamp dan Schwitters.
Karya seni Dadaisme
Hans Arp membuat lukian dan relief yang mencerminkan suasana
Zurich. Ketika itu dia mengkonsentrasikan dirinya pada bentuk-bentuk sederhana,
abstrak, dan primitif. Karya pertama Arp ini belum menunjukkan kecenderungan
munculnya Dada. Sikap Dada yang pertama kali muncul ketika Arp mengikutsertakan
faktor kebetulan dalam proses berkarya (Britt, 1989:211).
Melalui eksperimen yang ditekuni selama bertahun-tahun dan di
sana-sini ditingkahi dengan eksperimen yang tak terduga, akhirnya Arp menemukan
kebebasan sejati. Salah satu contohnya ketika sebuah gambar yang gagal,
disobek. Lalu dibiarkan berserakan di lantai. Tiba-tiba Arp terkejut sekaligus
gembira atas sobekan-sobekan gambar itu. Dia pun berteriak ―Eureka‖. Dia
menemukan gambaran suatu ekspresi yang telah lama dicarinya. Sobekan—sobekan
kertas itu lalu direkatkan dengan penuh ketelitian sebagaimana jatuhnya. Sejak
itu Arp berulangkali menggunakan elemen-elemen yang didapatnya secara
kebetulan. Contoh lainnya yang sangat menarik dalam rangka eksperimen Arp
adalah ketika dia menjatuhkan tali temali ke lantai dengan ketinggian yang
variatif. Dia melakukan itu untuk merangsang ide dari tali—tali yang jatuh
sehingga membentuuk garis-garis yang ekspresif. Beberapa seniman Dada
menggunakan cara ―kebetulan‖ itu hanya dengan sisa-sisa bahan apapun
yang ditemui, yang tidak disusun secara sengaja di bawah matra komposisi atau
ide gambar yang komprehensif seperti pada kubisme. Begitu perang dunia usai,
gerakan Dada di Zurich berhenti dan lenyap. Arp kembali ke sungai Rhein dan
membentuk kelompok Dada bersama Max Ernst dan Johan Baargeld pada tahun 1909.
Di Paris pada tahun yang sama seniman—seniman seperti Tzara, Jaques Vade, Andre
Beton, Jean Crotti mengibarkan gerakan Dada. Selanjutnya sejak Armory Show
1913, ide-ide Dada berkibar di New York.
Pada bagian lain, fenomena yang terjadi di Zurich, Paris, Jerman
dan Amerrika sedang dilanda krisis jati diri sehingga sangat menunjang
munculnya pikiran-pikiran khas yang salah satunya dimanfaatkan dan
dimanifestasikan sebagai Dadaisme.
Untuk dapat melacak lebih jauh perihal karya seniman Dada maka
tidaklah berlebihan kita mengetengahkan motor penggerak Dada yaitu
Marchel Duchamp. Dia belajar di Akademi Julian sebagai pelukis muda yang
berkiblat pada Kubisme, kemudian dia mengarah pada beberapa masalah Futurisme.
Pada tahun 1912 dia mengirim lukisan ukiran 145 x 85 cm ke Armony Show di
New York. Berkat lukisan yang berjudul ―nude decending a straicase itu,
namanya menjadi terkenal.
Kalau menyimak lukisan Duchamp tersebut, dia hemat menggunakan
warna. Terkesan menahan diri. Dia bergerak di antara warna oker, coklat dan
hijau. Warna-warna tersebut menegaskan bentuk figur, di mana ada figur yang
berdiri sambil menghadap ke depan, samping dan belakang. Dari melihat figur
tersebut kita seakan tersadarkan bahwa sebenarnya figur itu hanya satu, tetapi
seakan bertumpuk tanpa ―space‖.
Setahun kemudian, tahun 1913, di tempat yang sama (Armony Show),
Duchamp membuat karya yang kemudian dianggap sebagai pelopor bagi karya yang
kelak membedakan secara tegas aliran yang dianut oleh Duchamp. Pada karya Dada
ini, ia merangkai roda depan sebuah sepeda tua yang dipasangkan pada bangku
dapur. Dia menancapkan pokok roda sepeda tua tersebut pada lubang di tengah
bangku (dingklik) tanpa tambahan sekrup apa pun. Untuk karya yang diberi judul Bicycle
Whell (1913) ini, dia tidak memilih bahan-bahan instan untuk kemudian
diubah dengan alasan-alasan estetik seperti terjadi pada kubisme. Duchamp tidak
memakai bagian-bagian sepeda karena senang dengan bentuk-bentuk teknis. Tetapi
sebaliknya, dia juga tidak ingin mengasingkan benda pakai tersebut bila suatu benda
terlepas dari kaitannya dengan lingkungan sehari-hari. Hal itu terlihat dengan
jelas ketika Duchamp melepaskan segala penambahan apa pun. Misalnya ketika ia
membeli suatu alas pengering botol (1914) yang kemudian dibaptis sebagai karya
seni. Pengering botol itu dipamerkan tanpa alas/dasar. Karena menurutnya, alas
dasar itu seolah-olah memisahkan obyek dari lingkungan sekelilingnya. Dalam
konteks ini, Duchamp ingin menekankan pada kehadiran obyek an sich,
sebagai pengganti karya seni karena obyek nyata itu diletakkan sebelah
menyebelah dengan karya seni. Dengan demikian benda di dalam lingkungan yang
asing boleh dikatakan mendapat perhatian yang lain, maka cara memecahkan
masalahnya pun dengan pendekatan yang lain pula.
Tahun berikutnya, 1915, Duchamp pindah ke New York untuk
mengembangkan karirnya. Tahun 1917, Duchamp dengan memakai nama R. Mutt
mengirimkan sebuah orinoir pada sebuah pameran yang diberi judul Fountain.
Karya-karya seniman Dada memang cukup sinis. Mereka memaparkan
karya seninya mengacu pada konsep yang diyakininya bahwa di dunia ini tidak ada
citarasa estetika. Karena dasarnya estetika itu dihasilkan oleh pikiran.
Sedangkan kenyataannya di dunia ini sudah mengarah kepada fenomena kekacauan
akibat perang dan pertikaian antar umat manusia yang setiap saat bisa kita
saksikan di jagad raya ini. Dampak itu semua, menurut mereka, menyebabkan
hilangnya keindahan.
Karya-karya kaum Dada memang sinis. Beberapa contoh di bawah ini
memperlihatkan hal tersebut :
Sebuah reproduksi lukisan Monalisa yang dibubuhi kumis. Atau
anggitan Raoul Hausmann (1919-1920) yang berjudul Mechanical Head. Karya
itu merupakan visualisasi
sebuah gambaran kepala manusia dari kayu yang di atasnya dipakukan
bermacam-macam barang lain seperti mesin jam, meteran, kotak cerutu, dll.
Selain membuat Monalisa yang dibubuhi kumis, Duchamp juga membuat
karya spektakuler untuk ukuran saat itu, yaitu membuat karya ready mades.
Di antaranya roda sepeda lengkap dengan porosnya ditusukkan pada sebuah
dingklik atau bangku (1913), kemudian dia menginstalasi pengering botol (1914),
rak botol (1917). Bahkan yang gila lagi dia mengambil urinoir yang diletakkan
di atas patung dan diberinya judul ―fountain‖ (1917). Melalui medium
seperti itu, Duchamp secera revolusioner ingin mendemonstrasikan bahwa seni
dapat dibuat dari benda-benda keseharian yang paling biasa. Dia melakukan proses
kreatif semacam itu untuk membuat sindiran tentang praktek berbudaya dan
berkesenian masyarakat golongan menengah yang ternyata adalah masyarakat yang
ikut membidangi perang dunia I. Duchamp memanfaatkan sebuah benda jadi, urinal
(tempat kencing) yang dipasang terbalik dan ditandatangani dengan nama
samaran R. Mutt. Karya tersebut diberi judul Fountain, lalu dikirim
untuk sebuah kontes seni bagi masyarakat para artis Independent di New
York. Dan sayangnya karya tersebut ditolak oleh pihak penyelenggara. Namun
demikian karya tersebut secara ironis justru menjadi tonggak sejarah seni yang significant
serta banyak ditulis dalam berbagai buku sejarah seni.
Dalam konteks ini ternyatta bukan keindahan fisik karya itu yang
menjadi dasar penilaian. Melainkan cara khas Duchamp yang tidak konvensional
yang dianggap punya nilai lebih. Sementara itu Hans Arpp, tokoh yang sekaligus
pendiri Dada menciptakan Automatic Drawing dan Tristan Tzara
menggabungkan kata-kata tertulis di kartu-kartu menjadi komposisi kata sehingga
terciptalah puisi dengan kalimat-kalimat yang dihasilkan dari potongan kata
tersebut.
Pengikut Dadaisme di Jerman antara lain: G. Groszdan Franci Picabia
yang lukisannya diberi judul Rose des Pentos. Di samping itu dasar gores
dengan lukisan berjudul Empereur de La Chine.
Marchel Duchamp
- Surealisme
Latar Belakang
Kebudayaan Yunani banyak berpengaruh terhadap perkembangan
kebudayaan dunia. Khususnya dalam bidang kesenirupaan, kaidah-kaidah seni
Naturalisme Klasik Yunani mempengaruhi berbagai paham ungkapan seni. Bahkan
menjadi pedoman yang dipertahankan berabad-abad oleh para seniman di belahan
benua Eropa dan sekitarnya.
Metode berkarya seni dengan menggunakan pendekatan visual-realistis
dan imitatif terhadap menghadapi obyek-obyek alam mewarnai nuansa
pertentangan setiap tahap perkembangan senirupa. Jika ditelusuri, tentang
siapakah yang melahirkan konsep imitasi alam ini tentu tidak akan terlepas
ingatan kita pada Plato. Dia adalah tokoh filusuf Yunani yang melontarkan
idenya tentang seni adalah tiruan alam.
Pandangan tentang imitasi alam ini lambat laun berubah. Seniman
kemudian memandang alam semesta sebagai realitas yang dapat membangkitkan ide
penciptaan karya seni rupa yang tak habis-habisnya digali. Ada sebagian seniman
yang bersikap terhadap alam sebagaimana adanya, seperti yang terungkap oleh
indra penglihatan. Oleh karenanya dia mengambil sikap meniru alam, nyaris tanpa
menganalisis.
Pada abad ke-16 pelukis Hyronimus Bosh dari Belanda mengguncang
pandangan banyak orang melalui karya-karyanya yang absurd. Lukisan Bosch
yang berjudul The garden of Delight misalnya menggemparkan arena seni
rupa klasik. Kemudian seniman lain, Pieter Bruegel juga melakukan hal yang
serupa, dengan sejumlah lukisannya yang ber-ide sinting, aneh dan sangat
mengganggu banyak orang pada waktu itu
Seperti diketahui bahwa
Dadaisme tidak bisa dilepaskan dari Surealisme. Artinya bahwa para seniman
Surealisme berkaitan dengan ide-ide serta merupakan wujud berkelanjutan dari
ekspresi kaum dada. Di Jerman, Dadaisme diterima secara positif sebagai suatu
gerakan baru. Di Perancis, di lain pihak mereka mengikuti sentuhan garis
Romantik. Pemikiran Dada di antaranya : akal pikiran, perasaan, tradisional, kehidupan di dunia.
Sedangkan Surealisme menggerakkan beberapa pemikiranyang positif dari seniman
dan kesusastraan. Apa yang mereka ketahui mengenai logika dan rasional serta
spontanitas yang surealistis yang nontradisional. Pandangan Freud dalam hal ini
berkembang secara psikologis ke dalam mekanisasi cara kerja seniman.
Manifestasi Estetik dan Perkembangan Surealisme
Manifestasi aliran Surealisme tidak terlihat sampa tahun 1924.
Kegiatan yang mengikuti prosedur yang nyata dan konsisten memberikan semangat
kekaryaan. Andre Breton, seniman yang sangat giat melukis, dan Philipe Soupault
menulis Les Champs Magne Tiques yang berupa satu buku yang berisi
gambaran surealistis dan misteri yang indah dari dunia mimpi sebagai konsep
baru terhadap masyarakat.
Aliran Surealisme menolak pikiran dan ide baru. Tahun 1924 Breton
berdefinisi tentang Surealisme. Meskipun Breton seorang ahli Neorologi yang
menemukan rumus untuk pembersihan program Surealisme, tetapi ia mempunyai ide dan
gagasan yang dapat memecahkan masalah yang berat yang berintelegensi dan
berkomunikasi, yang belum tentu bisa dilakukan oleh semua orang.
Kegiatan antara tahun 1911-1920 merupakan rentang waktu kekaryaan
Dadaisme dan Surealisme. Di antara rentang waktu itu, Chirico mendorong
Surealisme untuk mengelabui realitas. Chagall antara 1911-1918 menghasilkan
pemikiran Surealisme. Baginya, Surealisme adalah pendidikan dan penelitian
dalam upaya mencari jati diri. Pekerjaannya di Paris, selama beberapa tahun sebelum
perang menunjukkan penggabungan antara yang nyata dengan yang tidak nyata
(bentuk eksperimental yang imajiner). Misalnya dalam karya I and My Village menyatakan
karakteristik bentuk eksperimental tersebut. Pada karya itu ditemukan imajinasi
dalam benak, sambil berjalan, dengan latar belakang laki-laki dan wanita.
Apoillinaire menunjukkan gambar sejenis itu ketika dia menggunakan
istilah supranatural, yang berubah dengan cepat ke bentuk surealistis, sering
terjadi bentuk-bentuk terkombinasi, irasional, seperti permainan biola, atau
bentuk-bentuk irasional yang tidak terkombinasi. Dengan orang yang letaknya
terbalik, menempatkan Chagall pada kategori prasurealis. Chagall berubah
pandangan secara ekspresionistis melalui bentuk-bentuk kubistis yang bervariasi.
Seniman lain yang juga berjasa dalam mengembangkan surealisme ialah
Henry Rousseau. Karya Rousseau seperti pada Neu Sachlichkeit, dirasakan
adanya tekanan psikologis akibat kemurnian yang kuat dengan detail-detailnya
yang telah berubah, seperti pada ―Wedding‖. Karya lainnya yang romantis dengan
kualitas yang lebih baik yaitu ―Orang Gipsy yang tertidur.
Dari segi kebentukan abstrak, Joan Miro merupakan pelukis yang
sangat menarik. Karyanya, meskipun tanpa obyek yang khusus, menunjukkan
intensitas yang pasti dan tulisan cakar ayamnya yang penuh imajinasi dan
gambar-gambar humoristis yang memberi kesan kehidupan yang tidak nyata.
Kecerdasan dan keluwesannya sangat harmonis dengan metode penggarapan yang
akademis. Di bawah pengaruh Hans Arp, dia telah menghasilkan beberapa bentuk
abstrak seperti pada Komposisi (1933), di mana unsur humor dipadukan secara
murni, yang dirasakan adanya dorongan psikologis, warna-warna dekoratif, dan
gerakan yang membuat lukisan ini menimbulkan kesan berirama. Kesan dari subjek ini
mungkin sebuah pertempuran manusia dengan banteng, yang lebih membangkitkan
imajinasi lebih lanjut. Lirik dan spontanitas bentuknya mempengaruhi bentuk dan
warna pada karya Miro ini sangat kontras dengan aransemen Dali dan Tanguy.
Semangat dan sifat kehumoran yang wajar dari Yves Tanguy mungkin berbeda dengan
Miro, tetapi sistem teknis Tanguy lebih kongkrit daripada Chirico. Dia banyak
mengambil perspektif yang mendalam dari karya pelukis Italia, khususnya pada
latar belakang gambar tersebut, untuk menghasilkan pemandangan luas yang
sejalan dengan perkembangannya, dunia sekarang. Unsur humor dan keanehan yang
digambarkan Tanguy merupakan wujud obsesi yang bebas yang tidak ditemukan pada
karya Dali. Contoh karyannya: ―Papa, Mama Est Blessee‖ memperlihatkan
serangkaian bentuk yang mirip amuba yang bertujuan untuk menyampaikan pesan
yang menggelikan, ―Papa, mama terluka.
Salvador Dali
Salvador Dali dikenal sebagai pelukis Surealisme yang mencurahkan
idenya melalui sebuah logika yang fantatis. Menurutnya lukisan dibuat dalam
keadaan jiwa yang kacau, mengingat kurangnya hubungan yang komunikatif dari
lukisan surealis ini maka kita harus mengatakan ide-ide ini melalui ungkapan
kata. Dali melukis tanpa perencanaan sebelumnya, tetapi dia menemukan ide itu
secara visual pada saat keadaannya sedang mabuk (di bawah sadar). Kenyataan
visualnya bisa berwujud ekstrem baik dalam teknik, maupun karakter
komposisinya.
Dali dan kelompoknya, dalam lukisannya dianggap sebagai perwujudan
paranoia. Tanpa diragukan lagi karyanya memiliki kesamaan dengan obsesi-obsesi
yang kuat yang tidak selalu dapat menafsirkan impian-impian mereka tentang
proses pemikiran orang penderita Paranoia. Namun wujudnya lebih komunikatif,
tampak pada karyanya ―The Persistence of Memory‖ (ingatan yang
terus-menerus) dengan sebuah arloji yang lemah (lembek) melambangkan
kerelatifan waktu, dan kemampuan seni untuk melenturkan waktu dengan
kemauannya. Serangga memberi kesan kebusukan dan sebuah monster yang sedang
tertidur, merupakan sebuah lukisan yang avokatif dan bermakna tinggi. Tapi dari
keadaan atau kenyataan ini mesti dipadukan dengan syarat tertentu, karena bagi
sebagian masyarakat simbol dari pemikiran seorang seniman tanpa sebuah judul
yang dikenal, tetap akan tak dikenal seperti karya-karya lainnya. Dari semua
imajinasi yang ditimbulkan Dali, lukisan ini yang paling sulit ditafsirkan.
Pada lukisan Dali pada umumnya menampilan keunikan detail dan ketertarikan akan
maksud yang dikandungnya.
Dalam hubungan dengan proses psikologi, pelukis bekerja dengan
imajinasinya dari lubuk hatinya, yang berperan sebagai medianya sendiri, karena
dia tidak menyadari apa yang sedang dilakukan pada saat itu, dengan
gambar-gambar yang dilukis, di amencoba untuk mengkomunikasikan ide-idenya
kepada pengunjung dan mengusulkan ide-ide selanjutnya kepada mereka. Dalam hal
ini pengunjung berperan sebagai media dan pelukis sebagai dokternya.
Konsep Estetik Surealisme
Mengamati perkembangan dan konsepsi para seniman Surealime yang
dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan pengertian dan konsep umum aliran
ini. Surealitas menjadi surealisme ketika dunia menginjak abad ke-20. Hal itu
dicetuskan di Italia pada masa Perang Dunia I oleh Carlo Carra dan Giorgio de
Chirico, melalui karya-karya metafisis yang aneh, sepi, dan melankolis.
Selanjutnya manifesto kaum surealisme dikibarkan pada tahun 1924, yang diikuti
dengan pameran pertama lukisan Surealisme pada tahun 1925 dengan senimannya
antara lain: Jean Arp, Max Ernst, Paul Klee, Chirico, Andre Masson, Joan Miro,
Marc Chagall, Salvador Dali, Yves Tangui, Rene Margritte, Roberto Matta.
Apabila manusia memandang alam sebagai suatu realitas, maka
kemudian diketahui adanya sesuatu yang tingkatannya di atas realitas (alam
nyata) dan disebut sebagai surealisme. Sur-artinya di atas dan realitas
berarti kenyataan. Seni rupa surealitas atau akhirnya menjadi aliran yang
disebut surealisme adalah seni rupa yang dalam hal tema menggambarkan hal ihwal
yang serba ganjil yang tidak masuk akal atau mustahil. Segala sesuatu yang
tidak pernah kita bayangkan selama hidup di alam nyata. Surealisme sesungguhnya
pada awalnya bukan aliran seni lukis, namun seni sastra. Sebutan ini
dikemukakan oleh penyair Perancis Guillaume Appololinaire dan dipakai untuk
menjuduli naskah dramanya pada tahun 1917. Namun Surealisme akhirnya lebih
populer sebagai aliran seni lukis. Aliran ini berlandaskan ilmu jiwa (psikologi)
yang dipelopori golongan psiko-analisa Sigmun Freud. Kajian
psiko-analisa menggali segala sesuatu yang berada di belakang kesadaran (bawah
sadar) dalam proses kerja seniman. Pelopor dari aliran ini juga sering disebut
golongan seni lukis metafisis seperti tampak pada karya Chirico dan Carra.
Dua Kecenderungan Ungkapan Gaya Surealisme
Karya seni
aliran ini menggambarkan sesuatu yang aneh, asing susunannya atau objek yang
terdapat di dalamnya. Dalam perkembangannya, terdapat dua kecenderungan yaitu
surealisme ekspresif dan surealisme murni.
a) Surealisme ekspresif - seniman melewati semacam kondisi
tidak sadar yang melahirkan simbol-simbol (Masson-Miro).
b) Surealisme
murni - seniman menggunakan teknik-teknik akademis untuk menciptakan ilusi
yang absurd (Salvador Dali).
Jika ditinjau
dari ciri-ciri lukisan Surealisme, dapat disimpulkan sebagai berikut
a) Penggambaran nostalgia yang dilukiskan secara fantastis dan
naif.
b) Ungkapan antara kenyataan dan impian.
c) Sindiran
atas pemujaan pada kenyataan hidup dengan cara-cara yang menakutkan (horor)
dan penuh tawa (humor).
Secara mudah dapat kita nilai bahwa keindahan seni surealisme
terdapat dalam perihal imaji (gambaran) yang sungguh tak terbayangkan.
- Abstraksionisme
Abstraksionisme adalah sebuah lukisan yang mengesampingkan
bentuk-bentuk umum lukisan, lebih berorientasi pada simbol-simbol serta
perpaduan warna yang dianggap mampu memberikan sensasi keberadaan objek dan diperkuat
untuk menggantikan unsur bentuk yang dikurangi porsinya.
Malivich
PENUTUP
Perkembangan seni rupa di Barat (khususnya
Eropa dan Amerika) tidak lepas dari benang merah yang membentang dari
kebudayaan Yunani hingga abad ke-20. Sejak tradisi klasik menggema dan menggelora di seluruh pelosok
dunia hingga abad modernitas di segala cabang kebudayaan, merupakan rangkaian
yang saling terkait satu sama lain.
Tradisi seni klasik yang gemilang kemudian diredam seni
Kristiani yang meredupkan kreativitas manusia menjadi penyebab tumbuhnya
gerakan pencerahan dan pendobrakan yang cukup hebat. Gerakan kelahiran kembali
nilai klasik oleh tokoh Renaissance menjadi bukti bahwa abad kegelapan
menjadi belenggu seniman dalam berkarya cipta. Pandangan terhadap
nilai-nilai klasik yang mapan diperjuangkan untuk terus dipertahankan oleh para
seniman, hingga muncul gerakan Realisme yang mencoba mencibirkan nilai klasik dan
menegaskan sikap anti klasiknya. Hal ini dapat kita lihat dari cara dan metode
berkarya yang mengingkari kaidah klasik. Seni klasik yang juga masih
membelenggu kebebasan ternyata dianggap sebagai ketidakpuasan seniman dalam
berkarya. Sebab ternyata pada gerakan dan aliran Realisme tersebut seakan
melahirkan konsep seni baru yang lebih otonom. Sejak para tokoh seniman
Realisme merefleksikan alam dan lingkungan sosial dengan ―mata dan hatinya
melalui karya seni lukis, maka generasi penerusnya juga mulai membuka diri
terhadap kenyataan kehidupan yang ada. Kenyataan (realita) yang ada di sekitar
kehidupan para seniman, termasuk berbagai pengalamannya (empirik) dalam
berkarya. Dari pengalamannya inilah para seniman menemukan hal-hal baru,
sebagai pendekatan baru, sebagai teori baru, dan boleh dikatakan sebagai ilmu
pengetahuan baru. Para seniman kemudian berkarya dengan menggunakan pendekatan
empirik dan ilmu pengetahuan baru. Tidak lagi menggunakan prinsip dan kaidah
klasik sebagai ilmu pengetahuan lama, tetapi justru kaum realis menemukan ilmu
yang empirik. Ilmu tersebut tidak hanya ditangkap melalui mata tetapi
ditafsirkan dengan perasaan yang kemudian diwujudkan melalui visualisasi karya.
Tanda-tanda modern sudah nampak, sebab salah satu cirinya adalah mulai adanya
usaha melepaskan diri dari tradisi lama (klasik). Berkarya tidak lagi meniru alam
atau berdasarkan apa yang dilihat secara fotografis atau realistik-visual,
tetapi apa yang dirasakan dan apa yang ditangkap oleh masing-masing pribadi
seniman. Tentu saja hal ini menimbulkan individualisasi dalam kekaryaannya.
Setiap seniman memiliki karakter ungkapan yang berbeda satu-sama lain. Dan hal
inilah yang membuka peluang terhadap munculnya beragam aliran dan gaya seni
lukis. Apalagi semenjak seniman mulai berpetualang ke berbagai pelosok negeri
sambil melukis berbagai kenyataan. Dari petualangannya itu mereka menemukan
ilmu dan menerapkannya ke dalam karya seni rupa. Mereka menemukan kebebasan
dalam berkarya. Kebebasan yang hakiki adalah kebebasan mengungkapkan perasaan,
ide dan gagasan yang lebih otonom. Maka kebebasan dalam seni adalah kewajaran
yang menunjang lahirnya kreativitas. Setelah lahirnya impresionisme dan
diakhiri dengan post Impresionisme, maka kecenderungan individualisasi dalam
seni semakin tampak menajam. Tiga serangkai seniman post Impresionisme Cezanne,
van Gogh dan Gauguin membuka pintu gerbang ke arah modernisasi kesenirupaan.
Dengan perbedaan pandangan, idealisme, konsepsi, teori dan prinsip, para
seniman melahirkan beragam gaya dan aliran yang terkadang merupakan gerakan.
Gerakan atau gaya yang satu menentang gaya yang lain. Setiap reaksi,
penentangan atau pengembangan dari suatu paham/aliran atau gerakan tak lepas
dari perjuangan dalam prinsip kebebasan, dan konsepsi berkarya,
baik dari segi estetika, tematik maupun teknik, dengan tidak lepas dari
pengaruh latar belakang budaya, sosial dan politik.
Jika
disimpulkan, bahwa semua gaya, aliran atau gerakan seni yang telah dipaparkan
sebelumnya, kurang lebih memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Seni moderen memiliki konsep berdasarkan teori atau ide tertentu
yang berasal dari kondisi seni itu sendiri atau kondisi alamiah dari seni yang
diprakondisikan kembali.
2) Seni moderen dan konsepnya tidak lepas dari pengaruh
perkembangan sosial budaya, politik, ilmu pengetahuan. Terkadang karya yang
diciptakan merupakan refleksi dari keadaan lingkungan tersebut.
3) Setiap gerakan bebas diciptakan, apakah oleh seniman sendiri
ataukah hanya oleh kritikus seni dalam membentuk dasar-dasar pemikiran serta
konsep mereka dalam gerakan seni tertentu, atau dalam membentuk konsep mereka.
4) Ada gerakan seni modern yang semata hanya ―konsep‖ saja dan atau
karya-karya seni yang disadari/dipahami sebagai suatu ‗term‘, misalnya
ekspresionisme-abstrak.
5) Seniman moderen selalu gigih mengadakan eksplorasi dan
eksploatasi dalam segi teknik, tematik dan estetik dengan pendekatan
eksperimentasi berkarya.
6) Dua kecenderungan pendekatan berkarya seni : pendekatan
emosional dan rasional. Pendekatan rasional menekankan pada segi kebentukan
(formal), sedangkan pendekatan emosional lebih menekankan pada segi ekspresi
(content/isi). Segi bentuk dan isi dalam penampilan karya seni moderen
mencerminkan konsep seninya. Seniman yang menggunakan pendekatan rasional
lebih banyak bermain dengan konsep bentuk, sedangkan pendekatan emosional lebih
menekankan pada kedalaman segi isi, emosi dan ekspresi.
7) Segi kebentukan dan material seni yang semula dipertimbangkan,
diolah, dianalisis, direduksi, dan dikembangkan, semakin menuju ke abad
keduapuluh akan tampak lebih teredam oleh permainan isi dan konsep. Konsep seni
yang melatarbelakangi kemuncualan penciptaan karya seni mendasari sebuah
penampilannya. Konsep yang dimanifestasikan melalui bahasa tulisan ataupun
lisan menjadi unsur pendukung yang memiliki peranan penting dalam pemaknaan
karya visualnya.
8) Pada perkembangan seni menuju abad ke-21, unsur bahasa menjalin
konsep suatu karya seni dan hal itu bukan lagi sesuatu yang asing. Ada
kecenderungan material seni dan kebentukannya seakan-akan tidak begitu
dipentingkan lagi. Jalinan pikiran seniman berpadu dengan visualisasi karya dan
empati publik. Publik seni yang merespon karya seni dan seniman diajak terlibat
dengan seni. Hal ini merupakan reinkarnasi seni lama (Prasejarah :
bagaimana proses penciptaan lukisan gua).
9) Unsur psikis
dan alam gaib yang magis tak usung menjadi ruang dan imaji yang berpadu dengan
proses penciptaan seni. Sebenarnya keterlibatan unsur ini pada seni Indonesia
lama (sebut saja tradisional) bukan merupakan unsur yang baru. Bahkan akar-akar
seni tradisi yang masih murni sudah barang tentu tercipta karena motivasi dan
rangsangan kebutuhan magis, spiritual dan religius. Pad abad kini (memasuki
abad ke-21) seakan dibawa dari dunia Barat. Tetapi sebetulnya dunia Barat yang
kembali ke alam Timur atas dasar penghayatannya terhadap nilai-nilai tradisi.
Bagi kita, di Indonesia, kini, terombang-ambing dalam arena zaman globalisasi.
Seniman dan para ahli seni dalam perkembangan seni Indonesia harus mulai
menelusuri jati dirinya yang berkepribadian Nasional. Hal ini bisa dilakukan
dengan mulai membuat definisi-definisi, term-term, konsep-konsep, bahkan
ilmu-ilmu dalam bidang kesenian (seni rupa khususnya bagi kita), yang dapat
membangkitkan semangat baru dengan citra Indonesia. Jika citra Indonesia yang
dibangkitkan, tentu saja mesti digali tradisi-tradisi yang ada di seluruh
wilayah kita. Menggali dan memunculkan seni tradisi ke permukaan Internasional.
Kita mesti membuat pijakan yang baru, khususnya dalam khasanah perjalanan seni
Indonesia, umumnya untuk mewarnai nuansa seni di kawasan Asia-Pasifik. Dengan
keyakinan bahwa kita bukan Barat, dan kita sebagai bangsa yang tumbuh dalam
tubuh bangsa Timur, harus mulai dengan apa yang kita punyai. Sinopsis dan
kronologis sejarah seni rupa Barat bukan suatu pola yang harus diikuti, sebab
kita bukan pengekor.
DAFTAR
PUSTAKA
Anarson HH. (1985), Modern Art: Painting, Sculpture,
Architecture. New York: Harry N. Abram, Inc. Publishers
Arifin, Djauhar (1985). Sejarah Seni Rupa. Bandung: CV Rosda
Christensen, Erwin O. (1977). The History of Western Art.
New York: The New American Library
Feldman, E.B. (1967). Art as Image and Idea. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
Fleming, William. (1965). Art and Ideas. New York:
Holt Rinehart & Winston
Ganda Prawira, Nanang (1997). Dari Fauvisme hingga Seni
Konseptual. Bandung: Seni Rupa IKIP
Ganda Prawira, Nanang (1996). Pengantar Studi Estetika.
Bandung: Seni Rupa IKIP
Hamilton, George Heard. 19th and 20th Century Art: Painting,
Sculpture, Architecture. New York: Harry N. Abrams
Janson, HW. (1988). History of art for Young People. London:
Thames and Hudson
Jencks, Charles. (1987). Post-Modernism, The New Classicism
in Art and Architecture. London
Krauss, Rosalind. (1984). Post-Modernism: Within and Beyond
the Frame. dalam Denise Hooker (ed), Art of the Western World
Lucie, Edward, & Smith. (1975). Movements in Art since
1945. London: Thames and Hudson
Newmeyer, Sarah. (1959). Enjoying Modern Art. New
York: A Mentor Book
Raynal, Maurice. (1956) Modern Painting, ------ :
Skira
Read, Herbert. (1968). A Concise History of Modern Painting. Washington:
Frederick A. Praeger
Sakri, Adjat. (1989). Seni Rupa Abad Sembilan Belas. Bandung:
Penerbit ITB Stangos, Nikos, Ed. (1994). Concept of Modern Art.
New York: Thames and Hudson
Soedarso Sp., (1976). Tinjauan Seni. Yogyakarta: STSRI-ASRI
Soedarso Sp. (2000). Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern.
Yogyakarta: CV Studio Delapan Puluh Enterprise dan Badan Penerbit ISI
Supangkat, Jim (1979). Gerakan Seni Rupa Indonesia. Jakarta:
Gramedia
Sylvester, David. Ed. (1993). Modern Book from Fauvism to
Abstractpressionism. London: Groiler